Tiga puluh tujuh

12.4K 4K 858
                                    

Next part, 600 komen juga.

Cusss gaskeun

***

Hari pelepasan adalah hari yang paling ditunggu oleh semua anak kelas dua belas SMANSA JUARA. Pada hari itu mereka semua datang dengan penampilan terbaiknya. Bahkan, Anita Hadad dan Utari, teman satu tim voli Magnolia sudah datang paling awal dengan dandanan amat cantik lengkap dengan kebaya dan kain yang membuat Magnolia nyaris tidak mengenali mereka berdua. 

"Beuh, cakep amat ini anak dua." Magnolia memuji tidak lama setelah dia berhasil menemukan dua rekannya sedang duduk di bawah batang kalpataru. Utari dan Anita yang melihat kehadiran Magnolia segera memeluknya erat.

"Kangen." bisik Anita begitu pelukan mereka terlepas. Tapi, yang jadi fokus Magnolia adalah keluarga dua rekannya itu sudah mengambil tempat duduk masing-masing di bawah tenda.

"Baru juga semingguan nggak ketemu." Magnolia tertawa sementara Anita mengomentari penampilan Magnolia yang pada hari itu nampak amat berbeda. Dia bukan lagi nona tukang lap, gadis pemain voli, atau barista Kopi Bahagia melainkan siswi SMANSA JUARA yang akan melepas status dari anak SMA ke pengangguran.

"Hush, pamali." Utari menepuk lengan kanan Magnolia, "Sayang, ah, udah sekolah sampai tamat SMA nggak dilanjutin."

"Lah, beneran nggak lanjut? Yah, gue kira lo mau masuk prodi olahraga kayak kita. Ayolah. Nggak perlu belajar kayak mapel lain. Anggap aja latihan kayak biasa." Anita menggoyang-goyangkan lengan kiri Magnolia berharap dia tetap ikut melanjutkan kuliah. Sebelum ini mereka pernah membahas untuk menimba ilmu di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jakarta Raya, tempat yang sama di mana Malik dan Dimas menuntut ilmu. Bedanya mereka berdua kuliah di Fakultas Kedokteran sementara tujuan Utari dan Anita adalah FKIP.

"Nggak perlu belajar gimana? Wong sekolahnya tetap bayar, kok."

"Iya, bayar. Tapi nggak semahal dibanding fakultas lain. Buat kita yang hobi olahraga, di sana paling bagus."

Anita berapi-api menjelaskan keunggulan program studi olahraga kepada Magnolia yang seolah tidak terpengaruh sama sekali.

"Bisa ikut kompetisi olahraga semisal PON atau yang lain, malah gue dengar, banyak yang diajak ke pelatnas."

Waduh, godaan yang dia dengar dari bibir Anita benar-benar membuat kesabaran Magnolia diuji. Dia harus fokus dan tidak tergoda. Lagipula kenapa harus memikirkan urusan kuliah dan semacamnya jika masa depannya sudah menunggu di luar sana?

"Udah, ah. Nggak usah bujuk-bujuk gue." Magnolia berusaha melepaskan diri dari kedua temannya yang getol membujuk. Dibanding dengan teman satu kelas, Magnolia jauh lebih akrab dengan Utari dan Anita. Kepada Anita dia bahkan amat karib. Selain karena Anita adalah penolongnya, gadis keturunan Arab tersebut tidak ragu berteman dengan Magnolia meski dia tahu sahabatnya tersebut bukan dari kalangan kaya raya seperti dirinya. 

"Ayolah, Ya. Siapa tahu lo bisa jadi guru, ikut tes PNS kayak bapak lo."

Anita tahu sedikit latar belakang Magnolia. Penyebabnya karena dia merasa hubungan antara Magnolia dan Kezia agak janggal. Mereka berdua paling terlihat tidak akurnya dibanding dengan Dimas. Padahal, pada Dimas, Kezia bersikap amat ramah. Begitu Anita mencoba mencari tahu, Magnolia tanpa ragu memberitahukan jawabannya. Dia bercerita tentang keadaan keluarganya kepada mereka berdua. Karena itu juga, Anita membujuk ibunya agar mau memperkerjakan Magnolia sekalipun saat itu dia masih di bawah umur. 

"Jangan ngeracunin gue, dong. Lo juga, Nit, konde gue jangan sampe copot." Magnolia berusaha melepaskan diri dari pelukan Anita, namun gagal. Malah, sobatnya itu kemudian menjulurkan kepala demi mencari tahu siapa yang menemani nona barista tersebut di hari pelepasan sebagai siswi SMANSA JUARA.

"Ada Mamas. Tadi lagi parkir motor. Kenapa? Lo kangen ama dia?"

"Mamas? Masak? Bukannya Malik?" Anita mengoreksi. Saat itu dia berdiri dan memandang ke arah parkiran. Tidak lama, Utari juga mendukung ucapannya.

"Iya, Bukannya Bang Malik? Lo berdua jadian, ya?"

"Ya ampun." Magnolia menghela napas, "Lo berdua udah tahu kenyataannya gimana, nggak mungkin. Gue juga nggak lagi nganggap dia gebetan. Udah nyerah dari kapan hari. Ngapain pake diungkit-ungkit segala, sih?"

Utari dan Anita memang tahu kalau Magnolia sudah tidak lagi memikirkan tentang Malik terutama sejak pemuda itu lulus dari SMANSA JUARA dua tahun lalu. Meski begitu, tidak ada dari keduanya yang tahu kalau hampir setiap hari Malik mengunjungi Kopi Bahagia bersama Dimas dengan alasan untuk mengerjakan tugas bersama-sama, akan tetapi, Magnolia sadar bahwa beberapa hari ini Malik tidak mampir dan dia memberi kesimpulan bahwa saat ini mungkin dia dan Ghadiza tidak lagi bertengkar. 

Hanya Dimas yang rutin datang dan mengingatkannya untuk hadir di acara pelepasan siswa kelas dua belas. Dimas bahkan mau repot-repot meminta izin kepada Sandy agar memperbolehkan adiknya untuk datang di hari terakhirnya dan tentu saja langsung mendapat persetujuan. Magnolia yang tidak bisa lagi berkutik pada akhirnya menyerah dan bahkan menurut titah sang abang untuk didandani di salon terdekat. 

Untung saja, salon yang mereka datangi memiliki penyewaan kebaya dan Dimas tanpa ragu menyerahkan dua lembar uang seratus ribuan demi melihat adiknya jadi yang tercantik di hari itu. Meski kemudian protes Magnolia mengatakan bahwa Kezia jauh lebih cantik dibandingkan anak perempuan mana pun. 

"Keke emang cantik tapi Magnolia juga nggak kalah cantik. Kalian berdua adik gue."

Setelahnya, Magnolia tidak banyak berkomentar. Dia tahu, mama sempat menegur Dimas karena sejak pukul lima pagi sudah sibuk dengan motornya. Padahal mama sudah berencana bahwa mereka bertiga akan berangkat bersama ke SMANSA. Tapi, kemudian setelah Dimas mengatakan kalau dia akan berangkat bersama Magnolia dan mereka bisa bertemu di sekolah, akhirnya membuat mama cemberut. Magnolia merasa tidak enak hati bahkan saat Dimas menyuruhnya ikut duduk di boncengan belakang. Dia tidak bisa menolak dan hanya bisa mendengar omelan dari bibir Kezia yang berharap dia jatuh dan terlindas ban mobil yang lewat pagi itu.

"Nggak usah didengar. Doa yang buruk nggak bakal dikabulkan." 

Magnolia hanya tersenyum mendengar Dimas menenangkannya. Dia berusaha untuk kuat tetapi mendengar bagaimana saudara satu ayah menyumpahinya untuk mati mengenaskan mau tidak mau membuat mata cantiknya yang pagi itu sudah nampak mempesona, terpaksa mesti basah. 

"Gue pergi sama Mamas, kok." ujar Magnolia setengah kesal karena Utari dan Anita berbisik-bisik dengan penuh semangat dan menyebut nama Malik tanpa henti. 

"Lagian dia kuliah, ngapain lo berdua heboh begini, hah? Nggak ada yang dia cari di sini. Pacarnya juga sama satu kelas sama dia. Jangan bikin gaduh, deh."

Anita dan Utari memang tidak berniat bikin gaduh. Tetapi ketika MC memanggil sebuah nama yang amat familiar di telinganya diiringi tepukan gemuruh dari rekan satu angkatannya, Magnolia nyaris jatuh dari bangku plastik yang dia duduki. 

"Alumni terbaik SMANSA JUARA akan membagikan pengalamannya selama menjadi mahasiswa kedokteran. Semoga setelah ini rekan-rekan kelas dua belas…"

Mereka bertiga saling tatap dalam kebingungan. Magnolia bahkan tidak bisa memberikan jawaban saat Malik tiba-tiba saja naik ke panggung dengan setelan jas yang saat melihatnya membuat Magnolia nyaris sesak napas.

Move on. Move on, Ya. Jangan sampai naksir lagi.

"Aneh bener. Gue nggak pernah lihat alumni datang apalagi ujug-ujug naik panggung." Anita menatap Magnolia yang sepertinya lupa cara bernapas dengan baik dan benar. 

Belum kelar keributan kecil mereka, sosok Kezia yang saat itu duduk di sebelah mama segera berdiri dan menyerukan nama Malik sekuat tenaga, membuat teman-temannya bertepuk tangan dan bersorak sementara Magnolia berharap hari ini cepat selesai dan dia bisa berdiri di depan konter sambil berteriak "Kopi Bahagianya, Kakak. Silahkan mampir."

***

(Unpub Acak )Ketika Cinta Lewat Depan RumahmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang