Ketika 34
Malik tidak bohong sewaktu dia mengatakan belum makan kepada Magnolia. Beberapa blok tidak jauh dari perumahan tempat mereka tinggal, terdapat warung Indomie yang masih buka. Karena itu juga, Malik kemudian menghentikan motor dan mengajak Magnolia untuk masuk.
"Pesan apa?" tanya Malik kepada Magnolia yang memberi balasan berupa gelengan.
"Udah makan. Tadi pas jam delapan apa setengah sembilan, gitu." Magnolia membalas.
"Kok nggak ngajak?" Malik melirik ke arah Magnolia dengan tatapan iri. Magnolia sendiri tampak tidak terpengaruh dan merasa urusan menawari Malik makan bukanlah tanggung jawabnya. Toh, sejak tadi dia mengira pemuda itu sedang kencan dengan Ghadiza, jadi jangan salahkan dia kalau akhirnya malah makan sendirian.
"Ntar pacar lo marah."
Kalimat yang keluar dari bibir Magnolia amat pendek tetapi mampu membuat Malik diam selama beberapa detik. Dia juga sempat menoleh ke arah sekeliling dan menemukan beberapa pasangan sedang makan bersama dan terlihat amat mesra.
"Ih, gue malu."
Magnolia tidak sengaja mengucapkan hal tersebut dan kemudian dia cepat-cepat menutup mulut dan berkata tidak ada apa-apa kepada Malik yang memutuskan untuk memesan. Setelahnya, Magnolia memilih untuk memandangi tangannya sendiri. Rasa bersalah muncul karena dia merasa merepotkan Malik tetapi kemudian dia meyakinkan diri bahwa bukan salahnya kencan pemuda itu batal.
Magnolia memutuskan untuk memeriksa ponselnya. Dia tidak menyentuh benda tersebut sejak memasang apron siang tadi dan ketika layar telah aktif, ada beberapa pesan belum dibaca sama sekali olehnya. Termasuk oleh Dimas.
Dek gue nggak mampir, ngajar prvt. Malik juga.
Pesan dari Dimas tiba sekitar pukul empat, jam biasa abangnya datang ke Kopi Bahagia. Tapi, bukan Dimas yang membuatnya mengerenyit, melainkan Malik. Menurut abangnya, Malik seharusnya tidak ikut datang. Entah mengapa dia kemudian muncul sekitar pukul delapan. Jika dugaan Magnolia sebelumnya benar, Malik menjadikan Kopi Bahagia sebagai tempat janjian dengan Ghadiza walau berakhir gagal, terdengar amat masuk akal.
Bahkan raut wajah cemberut yang Malik tampakkan sebelum toko ditutup tadi sudah cukup jadi bukti bahwa malam minggu pemuda itu harus berakhir berantakan. Magnolia bahkan merasa amat heran, begitu mudahnya Ghadiza mengabaikan pria seganteng dan sejenius Malik begitu saja. Andai dia diberi kesempatan, Magnolia bakal duduk dan melakukan apa saja yang diminta Malik.
Sayang, dia sudah memilih untuk menyerah dan menganggap Malik tidak lebih dari "Teman Mamas" yang punya peringkat setara dengan Dimas walau tentu saja, masih punya efek dahsyat membuat jantung Magnolia tidak keruan.
Malik kembali beberapa saat kemudian dengan membawa sebuah cangkir di tangan kanannya. Begitu tiba di meja mereka, dia menyodorkan cangkir tersebut ke hadapan Magnolia. Dari aromanya, Magnolia tahu kalau yang berada di depannya adalah kopi luwak sasetan yang diseduh dengan air panas mendidih.
"Eh, gue nggak pesan." Magnolia menggoyangkan tangannya kepada Malik.
"Tadi lo bilang suka kopi luwak." Malik mengingatkan Magnolia kepada obrolan mereka tadi dan setelahnya, gadis muda berlesung pipi tersebut memilih nyengir.
"Iya, sih. Tapi dulu, sebelum kenal Mas Sandy."
Magnolia ingin mengatakan kalau berkat Sandy, dia jadi bisa memilih kopi berkualitas untuk dinikmati. Tapi dia memutuskan untuk diam dan menerima pemberian Malik sembari mengucapkan terima kasih. Sementara, Malik sendiri terlihat makin cemberut walau Magnolia sudah menyesap kopi di hadapannya tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Unpub Acak )Ketika Cinta Lewat Depan Rumahmu
Teen FictionSudah cetak. Versi lengkap di KBM app dan Karyakarsa eriskahelmi Ketika Cinta Lewat Depan Rumahmu - Eriska Helmi Sepeninggal ayah kandungnya, Magnolia mendapati kenyataan bila dia adalah anak selingkuhan sang ayah dengan wanita lain. wanita yang se...