"Jawabannya tepat. Ibu memang tidak pernah bisa meragukan kecerdasan kamu, Caka. Sekarang silahkan kembali ke kursi kamu."
"Baik Bu, terimakasih."
"Semuanya, kalian bisa contoh Caka. Sudah tampan, cerdas, selalu memperhatikan guru yang tengah menjelaskan, tidak lupa mengerjakan tugas, serta aktif di organisasi sekolah."
Caka mengulum senyum saat mendengar pujian dari guru yang tak asing lagi baginya. Semua teman sekelasnya jelas tahu, kalau apa yang diucapkan Bu Erni selaku guru mata pelajaran matematika itu benar adanya. Tidak dilebih-lebihkan, karena kenyataannya sosok Caka disekolah dikenal dengan prestasi juga ketampanannya.
Hampir seluruh murid SMA Pentalion tahu seorang Caka Abrial Dimitri. Sosok murid laki-laki yang dikenal ramah, cerdas, juga aktif di berbagai kegiatan sekolah. Baik itu dalam organisasi maupun ekstrakulikuler yang ia ikuti.
Bahkan saking terkenal baiknya, tak sedikit murid perempuan yang berusaha mendekatinya secara terang-terangan. Mulai dari menyapanya saat bertatapan dengan Caka, memberinya kue, ataupun bekal makan yang sengaja mereka buat hanya untuk bisa bertegur sapa dengan Caka, juga ikut ekskul yang mana ada Caka didalamnya sebagai ketua atau anggota.
Mereka tak gentar mendekati Caka dengan berbagai cara. Karena Caka berhasil membuat mereka merasa kagum juga suka bahkan sayang dalam bersamaan.
Sesempurna itu Caka dimata mereka.
"Capek gue tiap hari denger guru-guru muji Lo mulu, Ka." Celetuk Tristan saat mata pelajaran Bu Erni baru saja usai, "iya ngga Tan?" Ia menyikut lengan Fattan yang duduk di sebelah Caka, "muak ngga Lo dengernya?"
Fattan menggedikan bahu, "biasa aja. Itu karena hati Lo aja yang punya sifat iri dengki sama temen sendiri, Tris."
"Ya siapa yang ngga iri sama Caka coba? Semua cowok juga mau kali kayak dia. Udah cakep, pinter, tajir, ngga neko-neko, ah udahlah. Ngga ada apa-apanya kita dibanding dia."
"Lo jangan inspektur gitu dong Tris."
"Insecure, goblok! Ngapa jadi inspektur!"
Caka tergelak sambil memperhatikan perdebatan kedua temannya itu, "udahlah, Lo berdua temen gue, kita itu sama, Cuy."
"Persamaan kita sama Lo itu cuma satu, Ka. Sama-sama berasal dari sperma. Udah itu doang. Sisanya mah ngga ada. Beda jauh."
"Ya kan itu bagi Lo doang Tris. Kalau gue mah ngerasa ngga jauh-jauh amat sama si Caka. Gantengnya gue masih keliatan, tajirnya gue masih keliatan, pinternya gue juga masih--"
"Masih jauh dari sekedar keliatan." Tristan dengan cepat meralat ucapan Fattan, "Lo ngga ada pinter-pinternya ya, Njing."
Berdecak malas, Fattan langsung mengajak kedua sohibnya itu ke kantin. "Tris, Lo yang bagian pesen kan hari ini?"
"Iya, gue. Cepet mau pada beli apa Lo berdua? Ngga usah yang ribet-ribet ya, jangan sengaja banget mau bikin susah gue buat antri."
"Gue samain aja kayak Lo, Tris."
"Oke, kalo Lo apa Tan?"
Menggaruk dagunya, Fattan menatap jejeran pedagang, "apa ya? Samain juga deh. Hehe."
"Si anjing. Nyesel gue tunggu Lo mikir!"
"Ih ngambekan banget sih Lo Tris. Ini duitnya woy!"
"Punya gue dulu!" Tristan berteriak sambil berlari ke salah satu stan makanan.
Caka menatap wajah Fattan yang tiba-tiba berubah datar. Bahkan temannya itu menggeser posisi duduknya hingga bersandar ke tembok sampingnya. "Kusut amat muka lo, wey!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Filthy Way [On Going]
Teen Fiction[FOLLOW DULU, BEBERAPA PART DI PRIVATE] Sequel : Puzzle Destiny Yang Caka tahu, Hages adalah orang yang pantas menanggung kebenciannya. Dia adalah orang yang menjadi target balas dendamnya. Karena hanya dengan menatap matanya, sisi iblis dalam diri...