"Pa, lagi sibuk ngga?" Jino yang semula fokus ke laptop di meja kerjanya menoleh ke Hages yang baru saja membuka pintu ruangan kerjanya.
"Kenapa memangnya? Kamu butuh sesuatu?"
"Aku mau minta tolong Papa, buat ajarin aku ngerjain beberapa soal yang aku kurang paham."
"Oh gitu," Jino menghela napas pelan, "Abang kamu lagi ngapain?"
"N-ngga tau."
Jino beranjak dari duduknya. Lalu meminta Hages untuk mengikutinya, hingga mereka berdua berada tepat didepan pintu kamar Caka.
"Pa, kok kesini?" Dengan nada sangat pelan, Hages melontarkan pertanyaan. Jino hanya tersenyum tipis lalu mengetuk pelan pintu kamar Caka.
Saat pintu terbuka, Jino menatap penampilan Caka yang masih mengenakan sarung dan pecinya, "lagi ngaji ya?"
"Udah selesai, Pa. Ada apa?"
"Ini loh, eh kok kamu malah ngumpet dibelakang sih? Sini..." Jino menarik pelan lengan Hages, hingga tubuh yang sedari tadi berusaha untuk sembuyipun muncul. "Kamu bisa tolong ajarin adek kamu ngerjain beberapa soalnya ngga? Papa lagi ngecek berkas sama email masuk. Jadi--"
"Oke," Caka membuka pintunya semakin lebar, "masuk aja. Kita belajar didalem."
"Nah, ayok sana kamu masuk. Belajar bareng sama Abang. Biar PR nya cepet selesai."
"A-aku bisa sendiri deh kayaknya Pa. Kasihan Bang Caka pasti butuh istirahat. Aku bisa sendiri kok Pa. Beneran."
"Anaknya ngga mau katanya Pa. Gimana tuh? Aku juga ngga mungkin dong maksa buat ngajarin dia?"
"Emang kamu mau tidur Bang?"
"Ngga, tadinya mau main game bentar sih. Abis itu baru deh tidur."
"Tuh, berarti kamu ngga ganggu Abang. Mau ya belajar bareng? Maksud Papa, biar soalnya lebih cepet selesai kalau kamu diajarin Abang. Kalau sendiri kan harus cari cara termudahnya mesti muter-muter dulu. Gimana? Mau ya?"
Mendapat tatapan penuh harap Jino, Hages akhirnya mengangguk pasrah, "iya Pa. A-aku mau."
"Good. Papa tinggal dulu, kalian berdua jangan berantem, oke?"
"Emang Papa pernah lihat kami berantem?" Caka menelengkan wajahnya kearah Jino, "pernah emang Pa?"
"Ngga pernah sih. Papa seneng kalian selalu akur kayak gini. Yaudah gih masuk."
"Papa jangan lupa istirahat juga. Kalau mau dibuatin minum atau diambilin cemilan bisa panggil aku."
"Iya, Abang. Anak Papa yang baik."
Setelah itu, Caka menutup pintu kamarnya, tak lupa untuk menguncinya dari dalam. "Welcome to my bedroom, Bitch."
Caka membuka peci dikepalanya, dan melepas sarung di pinggangnya, hingga meninggalkan celana pendek selutut yang masih dikenakannya. Juga kaus oblong yang membalut tubuh atasnya.
"Lo modus kan?"
"Hah? N-ngga. Aku--"
"Pake minta ajarin ke Papa yang lagi sibuk ngurusin kerjaannya. Lo sebenernya mau kesini kan? Cuma Lo gengsi."
"Engga, Bang. Beneran."
Duduk ditepi ranjang, lalu melipat kakinya, Caka menatap wajah Hages yang selalu menunduk saat tengah berbicara dengannya, "kalo ngomong, liat gue." Hages langsung menoleh saat Caka menendang kecil kakinya, "muka Lo kenapa?"
Mengerjapkan mata, Hages menyentuh permukaan wajahnya, ia bahkan mengintip ke cermin di kamar Caka, "k-kenapa?"
"Muka Lo kenapa makin mirip setan?" Caka tertawa sinis lalu membaringkan tubuhnya sambil menatap langit-langit kamar. Ia memejamkan mata cukup lama. Serta napas tenangnya membuat Hages berpikir kalau Abangnya itu tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Filthy Way [On Going]
Teen Fiction[FOLLOW DULU, BEBERAPA PART DI PRIVATE] Sequel : Puzzle Destiny Yang Caka tahu, Hages adalah orang yang pantas menanggung kebenciannya. Dia adalah orang yang menjadi target balas dendamnya. Karena hanya dengan menatap matanya, sisi iblis dalam diri...