"Om, Tan, selamat hari pernikahan yang ke dua puluh tahun. Semoga langgeng sampai tua," Zio dan Tyas--sipemilik acara langsung menyambut hangat uluran tangan Caka sambil bergiliran memeluk anak laki-laki dari sahabat karibnya itu.
"Terimakasih ya kamu udah luangin waktu buat dateng ke acara kami." Zio menepuk pelan pundak Caka lalu Tyas mencolek hidung bangir Caka dengan telunjuknya, "makin ganteng aja sih kamu. Heran deh, padahal sering ketemu, tapi kok tetep pangling ya."
"Masa sih, Tan? Gantengan mana sama Fattan?"
"Ya gantengan--"
"Ya jelas gantengan gue lah!" Fattan yang yang baru tiba membawa dua gelas minuman lalu menyerahkan salah satunya pada Caka. "Iya ngga, Pa, Ma?"
"Ngga bisa buat dibandingin," tukas Zio, "kalian ini kan berasal dari sumber yang berbeda. Kalau kamu hasil dari kerja keras Papa Zio sama Mama Tyas, nah kalau Caka hasil kerja keras Papa Jino sama Mama Ambar."
"Kerja keras banget ya Om?" Caka tergelak, "susah berarti dong?"
"Bikinnya sih ngga, tapi pas udah di jadinya jangan ditanya. Repot nya minta ampun!" Zio menggeleng kecil sambil melirik istrinya lalu meringis pelan saat Tyas mencubit pinggangnya, "repot apanya! Orang kamu tinggal enaknya doang, Pa. Aku loh yang hamil sama lahirin Fattan."
"Ya tapi kan aku juga yang menuhin semua keinginan kamu pas lagi ngidam Fattan, Ma. Mana aneh-aneh lagi maunya. Ngga tahu waktu juga, masa nih ya Ka, Tante Tyas bangunin Om jam dua pagi cuma karena ngerengek pingin dibeliin kebab Turki."
"Kan kalau kebab Turki banyak yang jual tuh Om."
"Nah itu dia, masalahnya Tante Tyas pengennya kebab Turki yang asli dari Turkinya masa. Ajaib banget ngga tuh permintaannya Mamanya Fattan ini?"
"Serius Om?"
"Itu cuma satu dari sekian banyak contoh keanehan ngidamnya Tante Tyas pas hamil Fattan."
Caka menggeleng takjub sambil melirik kearah Fattan, "perjuangan orangtua Lo hebat banget loh Tan, demi bikin Lo bahagia sejak didalem perut. Jangan nyusahin mereka berdua lagi Tan, kasian."
Fattan mendengus pelan setelah menyesap sampanye nya, "gue juga mana inget kalau pas sebelum lahir gue semenyusahkan itu, Ka. Lo emang inget apa gimana dulu Lo di dalem perut nyokap Lo?"
"Ingetlah. Gue dulu kerjaanya manjatin plasenta atau gelitikin perut nyokap gue dari dalem biar bisa diajakin ngobrol. Gabut banget lah gue pokoknya dulu."
"Emang setan ya Lo!" Fattan tergelak, bersamaan dengan kedua orangtuanya. "Ngomong-ngomong, Papa Lo mana Ka?"
"Kayaknya masih dijalan. Atau jemput ... Mama sama Biya dulu, mungkin?" Caka menggedikan bahu, "kurang tahu juga sih. Soalnya janjiannya ketemu langsung disini."
"Kalau ... adik kamu? Ikut juga Ka?"
"Ya ikut kayaknya Om, itupun kalau Mama izinin Biya--"
"Maksud Om adik kamu ... Hages, Ka."
Air muka Caka langsung berubah, namun dengan cepat ia samarkan dengan lekukan senyum di kedua sudut bibirnya, "dia suka ngga mau diajak ikut ke acara ramai-ramai gini. Om tahu sendiri kan kalau dia pemalunya minta ampun. Papa bahkan udah nyoba buat maksa dia ikut, tapi tetep aja nolak."
"Berarti Hages sendirian dong dirumah kalau dia ngga ikut, ya Ka?"
"Iya, Tante."
Tyas dan Zio mengangguk sambil ber-oh ria. Lalu mereka pamit untuk menemui tamu-tamu lain yang baru saja tiba.
"Si Tristan mana Tan? Dia dateng kan?"
Fattan mengangguk, "ada, noh. Lagi deketin anaknya kenalan bokap gue. Jijik banget gue liat muka sok cakepnya tu anak, untung temen, kalau bukan udah gue lempar petasan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Filthy Way [On Going]
Teen Fiction[FOLLOW DULU, BEBERAPA PART DI PRIVATE] Sequel : Puzzle Destiny Yang Caka tahu, Hages adalah orang yang pantas menanggung kebenciannya. Dia adalah orang yang menjadi target balas dendamnya. Karena hanya dengan menatap matanya, sisi iblis dalam diri...