Saat Kita Remaja | Treasure J-Line
Tak banyak yang bisa dilakukan seorang Hasan Pramuji semenjak ia menginjakan kaki di sekolah berasrama seperti Rue, selain mengajar, dan menegur murid-murid yang selalu menyimpang dari kata 'Disiplin'. Dulu, saat dirinya masih berada di Jakarta dan berprofesi sebagian Dosen muda disalah satu universitas yang ada disana, Hasan tidak pernah setenang ini. Entah apa maksudnya, namun kerap kali ia berpikir, mengapa tidak dari dulu saja ia berada disini. Melihat dari dekat tujuannya seperti saat sekarang. Meskipun di Rue jabatan Hasan hanya sebagai Guru BK dan Guru seni budaya, ia tetap menikmatinya. Menjadi pengajar bagi anak-anak kloningan preman jalanan membuat Hasan begitu tertantang. Dan entah mengapa, hari-hari berikutnya setelah insiden yang melibatkan Majid, Hanif, dan juga Jaufan, jadi banyak siswa yang mulai tunduk pada Hasan. Apa karena mereka takut disuruh membersihkan kaca seperti ketiga anak itu? Hm, tidak juga. Entahlah, Hasan pun tidak mengerti dan tidak mau tau tentang semua itu.
Menyandang status sebagai guru populer disana, membuat Hasan tidak mau hanya berdiam diri di apartemen miliknya yang baru ia beli semenjak ia pindah kesini. Hasan pergi ke Rue malam-malam seperti ini, hanya ingin menikmati suasana gelap gulita yang dihangatkan oleh suara ricuh siswa-siswa di asrama itu malam sekarang. Memang ada beberapa guru yang tinggal disana, tak terkecuali penjaga asrama.
"Gimana ini, uy? Paman gua belum transfer uang lagi. Hadeuh, ada bahan bakal puasa sih gua."
"Tolol banget sih, lo. Jadwal makan di kantin kan gratis oon!!!"
Langkah Hasan terhenti, tepat di dekat ambang pintu kamar Jenderal Soedirman yang diyakini adalah kamar empat orang pemuda yang masing-masing memiliki sikap saling bertolak belakang.
"Telpon coba, jangan cemberut gitu. Muka lo jadi kaya tisu disiram air."
"Gak di angkat, bangsat!!"
"Khm," Hasan berdeham, setelah kakinya tergerak satu langkah ke ambang pintu yang terbuka lebar tersebut. Mereka, sebut saja Hanif dan Aji lantas tersekat dan memasang ekspresi melongo selama beberapa saat sebelum akhirnya tersadar.
"Eh, ada Hasan Hyung," Sapa Hanif, alih-alih mengejek guru Seni Budayanya tersebut.
"Coba ngomong sekali lagi. Sebelum saya berdeham tadi kamu bicara apa?"
Hanif melirik ke arah Aji sekilas kemudian kembali menatap Hasan yang kini tengah berkacak pinggang so galak. "Yang mana, Pak? Saya engga ngomong apa-apa tuh."
"Saya engga tuli, ya. Setelah kamu bicara 'Gak di angkat' itu kamu bicara apa lagi setelahnya?"
Lagi-lagi Hanif dibuat so kebingungan.
"Halah, lemot banget emang otak lo. Bilang aja lo nyebut bangsat tadi."
"Sstt, diem bego!! Gua juga tau!!" Sarkas Hanif, sedikit berbisik kepada Aji.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saat Kita Remaja
FanfictionHanif, Aji, Ryan, Majid, dan yang terhormat guru BK mereka, Hasan. ❛If life is the art of drawing without erasing, then this is a collage of the lives of four teenagers. Who always try to color the canvas of life in their own way.❜ "Bacot banget ya...