***
"Bro, jadi kapan nih?"
"Kapan apanya?"
Hanif mendengus, belum apa-apa udah ngerasa kesel dengan orang dibawahnya. Maksudnya Hanif berdiri disamping Iyan yang saat ini sedang duduk di kursinya. "Gua sama si Aji keterima jadi temen lo,"
"Kaya mau ngelamar ke Universitas tinggi negeri segala pake harus keterima apa kagaknya." Aji menyela.
"Gatau. Lagian gua belum ngebuka hati buat lo." Celetuk Iyan acuh tak acuh.
Seorang siswa yang tengah melintas dan tidak sengaja mendengar ucapan Iyan lantas tersekat. Buru-buru dia meringis menatap kedua cowok dihadapannya, "Idih, kalian berdua belo—"
"Gausah salah paham lo kalo gatau seluk beluk obrolannya!!" Pungkas Hanif memotong omongan siswa tersebut. Sebelum dia mikir yang aneh-aneh dan menyebar luaskan kesalaha pahaman tadi. Kan bisa gawat.
Setelah siswa itu berlalu karena Hanif menatap horor padanya, Iyan langsung pura-pura ngobrol dengan Majid, mencoba menghindari pertopikan dengan cowok itu tentang taruhan yang dibuat tempo lalu. Padahal Iyan dan Majid merasa kalau kedua cowok itu belum melakukan sesuatu yang bisa membuat mereka terwow-wow sampai mau berteman.
"Gimana Jid, lo mau gak temenan sama kita?" Tanya Hanif beralih ke Majid.
"Eng... Gak tau. Tanya Iyan aja. Gue sih ngikut dia."
Pemuda bertubuh jangkung itu menghembuskan nafas kasar sementara Aji yang sejak tadi menyimak pembicaraan hanya menunggu ending saja. Aji sih udah kepikiran sekeras apa hati Iyan dan Majid kepada mereka berdua.
"Ah lo pada. Lagian kalo temenan sama kita gabakal gua ajak ngejambret ibu-ibu pulang dari pasar kok!!"
"Siapa tau aja lo ngajak kita jadi bagian dari penyelundup narko—"
"Palingan di ajak jadi buronan polisi," Sahut Aji cepat.
"NAHKAN!! TEMENAN SAMA KALIAN TUH SESAT!!"
"Tangkurak!!" Hanif menoyor kepala Aji membuat anak itu terhuyung. "Gimana mereka mau temenan sama kita kalo congor lo itu out of control?!"
"Gue juga ikut kesel masalahnya. Kita udah berapa kali loh ngemis-ngemis minta temenan kaya gini tapi ditolak mulu? Serasa lagi nayatain cinta ke doi taugak?" Bisik cowok itu kepada Hanif dengan tak santainya.
Tentu bocah itu ikut berpikir. Keduanya memang sesering itu mendatangi Iyan maupun Majid untuk membujuk mereka supaya ikut bergabung bersama Hanif dan Aji. Namun lagi-lagi Iyan dan Majid masih belum bisa menerimanya. Untuk alasan yang pertama sih takut terjerumus ke pergaulan gajelas antara anak-anak itu. Jelas Iyan dan Majid tau betul kelakuan mereka berdua selama sekolah disini.
Taulah ya. Saya males buat bahas lagi.
Hingga beberapa waktu kemudian, Hasan masuk, memulai pembelajaran karena hari ini memang jadwalnya. Tentu ini menjadi kesempatan emas untuk Iyan. Kesempatan untuk menanyakan tentang suatu hal yang sempat membuatnya terkaget-kaget.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saat Kita Remaja
FanficHanif, Aji, Ryan, Majid, dan yang terhormat guru BK mereka, Hasan. ❛If life is the art of drawing without erasing, then this is a collage of the lives of four teenagers. Who always try to color the canvas of life in their own way.❜ "Bacot banget ya...