6

997 142 9
                                    

Jamy pulang lebih awal dari kantor karna hari ini jadwal Mahen Hemodialisa di rumah sakit. Ia juga ingin melihat perkembangan anaknya.

"Makan dulu, boy"

"Nggak lapar, nanti aja"

"Kamu kalau habis cuci darah gak pernah mau makan, gak cuci darah aja gak makan. Ayo makan dulu, bebas deh menu apa aja"

Mahen melihat Tysa turun tangga.

"Istri papi ikut?"

"Bunda, Mahen... Iya dia ikut"

Di mobil Mahen hanya diam melihat papi dan istri barunya saling bercerita. Hangat memang.

Satu sisi Mahen iri, apa bisa ia memiliki pasangan hidup dengan kondisinya seperti ini? Lemah dan penyakitan.

Bahkan asal usulnya juga tidak jelas. Ia bukan anak kandung pria yang ia anggap segalanya di hidupnya.

"Mahen... Diam aja?" Tanya Tysa

"Ngantuk"

"Tidur dulu aja, papi masih mau isi bensin bentar, jalanan juga macet"

Mahen mengangguk, ia memalingkan wajahnya menatap jendela dan tidur.

° ° °

Dokter Sean memeriksa keadaan Mahen sebelum cuci darah dilakukan.

"Kayaknya cuci darahnya harus lebih sering, seminggu tiga kali"

"Lah.... Ngapain?" Mahen terlihat tidak setuju

"Kasihan ginjal kamu kelelahan nyaring kotoran, udah kamu nurut aja" jawab dokter Sean

"Gak ah, kan aku sekolah"

"Gapapa, Mahen. Nanti papi yang urus, yang penting kondisi kamu"

Tysa mengelus kepala Mahen, ia hanya diam, hatinya sakit melihat anak sekecil Mahen harus merasakan ini semua.

° ° °

Jamy dan Tysa duduk di samping Mahen yang berbaring di ranjang, mereka melihat darah Mahen yang berputar-putar di selang transparan itu.

"Mau mati ...."

"Mahen" Tysa mendekat kearah Mahen

"Efek cuci darah, dia ngelantur" Jamy menjelaskan

"Papi kalau aku mati sedih gak? Aku kan bukan anak kandung papi"

"Tuhan jahat ya? Aku gak pernah bahagia, mau mati aia"

Air mata Tysa luruh, sedangkan Jamy hanya menatap anaknya nanar.

"Mahen hidup papi. Jadi apa papi tanpa Mahen?" Ucap Jamy lirih

"Hilsa.... Lucu" lantur Mahen

"Hil...."

Tysa dan Jamy saling pandang sedangkan Mahen mulai terlelap.

"Jangan dipikirin, dia ngelantur doang" ucap Jamy

"Mas, ibu kandung Mahen gak nengokin anaknya selama ini?"

"Hahaha jangankan nengokin, aku kirimin foto Mahen lagi sekarat aja gak direspon"

"Kasihan kamu, nak"

"Aku ke dokter dulu ya. Titip Mahen"

Tysa mengangguk dan duduk di samping Mahen. Matanya tak hentinya menatap darah Mahen yang mengalir di selang-selang kecil itu.

°
°
°

Mahen sadar dari tidurnya, treatmentnya masih belum usai. Hal yang pertama ia lihat adalah ibu tirinya yang menatap selang di tubuhnya.

"Jangan dilihat kalau gak kuat" ucap Mahen datar

"Mahen... Bunda panggil dokter ya"

"Gak usah"

Kepala Mahen berdenyut, ia meremas rambutnya membuat Tysa langsung mendekat ke arahnya.

"Uggghhhh"

Tysa langsung mengambil kantong plastik dan memijat tengkuk Mahen. Jamy yang baru masuk langsung mengoleskan minyak angin di leher dan perut anaknya.

"Udah?" Tanya Jamy

"Hmm"

"Papi tinggiin ranjangnya ya"

Mahen menutup matanya menahan sakit yang mendera tubuhnya.

"Gak mau HD lagi. Jangan seminggu tiga kali, sakit"

"Ditahan sebentar.... nanti kalau udah gak sakit gak perlu cuci darah lagi"

"Pusing..."

Tysa memijit kepala Mahen, tubuh Mahen yang lemas membuatnya tidak bisa menolak.

Jamy menuntun Mahen ke kamarnya, beruntung Hilsa belum pulang. Tysa langsung menuju dapur untuk memasak.

"Sayang...." panggil Jamy

"Yaaa?"

"Gak usah masak. Kamu udah capek nemenin Mahen cuci darah, aku udah minta bibi buat beli makan aja"

Tysa menurut, untung ia belum memotong apapun.

"Mas, Mahen beneran harus Hd seminggu 3x?"

"Ya mau gimana lagi. Tega gak tega ya harus begitu" jawab Jamy

"Mas bikin list makanan yang Mahen suka dan gak boleh dia makan apa aja. Aku akan berusaha support Mahen semampu aku"

Jamy tersenyum dan mengecup kening Tysa. "Makasih ya"

°

°

°

Mahen dan Hilsa bersiap untuk berangkat sekolah dan sekarang Hilsa sedang menunggu di depan gerbang.

"Gak bareng gue?" Tanya Mahen

"Diajak berangkat bareng Lukas"

"Ngapain... Orang gue juga satu sekolah sama lo"

"Mau ngambil fotocopy tugas dulu"

Walaupun cemburu tapi Mahen mencoba bersikap biasa saja.

"Pakai helm. Kepala lo tulangnya lunak gampang kopyor"

"Iya! Sana berangkat dasar bawel"

"Lain kali berangkat bareng gue aja. Gue gak mau orang mikir kalau kita gak akur"

Hilsa mengangguk sedangkan Mahen memilih langsung berangkat saja.

°

°

°

Lukas menarik tangan Hilsa untuk berpegangan padanya.

"Gue ngeri lo jatuh. Pegangan jaket gue aja gapapa"

"I... Iya"

"Hil, tipe ideal lo kaya apa?" Tanya Lukas

"Hah... Apa? Gue gak denger"

"Tipe ideal"

Hilsa berpikir sejenak.

"Gak ada tipe ideal, yang penting baik"

Lukas tersenyum dan menghentikan motornya sejenak di tepi jalan.

"Hil, gue suka sama lo. Mau jadi pacar gue gak?"

"Luk...."

"Gue sayang banget sama lo, Hil. Gimana? Diterima gak?"

"Ehm... Iya, diterima"

Senyum Lukas makin lebar. Ia tersenyum sepanjang jalan sedangkan Hilsa bersikap biasa saja.

Tidak ada salahnya kan ia membuat hati pada pria yang menurutnya sangat baik ini?






Next?

Komen dong komen

MANDALIKA (MARKHYUCK GS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang