19. PUTUSIN

145 27 8
                                    

"Tolong lepasin tanganku, Kak," pinta Kalani. Dia khawatir ada anggota OSIS yang memasuki ruangan tersebut dan melihat mereka berdua yang terlalu dekat.

"Putusin Awan," ucap Baskara tanpa memedulikan permintaan Kalani.

Dahi Kalani berkerut mendengar ucapan seniornya tersebut. "Kenapa tiba-tiba ngomong begitu?"

"Aku peduli sama kamu dan Awan. Dia memang suka sama kamu. Tapi untuk sekarang, minggu depan atau bulan depan, dia bisa aja bosan dan ninggalin kamu. Sebelum itu terjadi, sebaiknya kamu tinggalin dia."

Rahang Kalani mengeras. "Kakak nggak usah ngaco. Dan Kakak nggak berhak ngomong kayak gitu ke aku maupun Kak Awan. Kak Baskara itu temen Kak Awan."

"Justru karena aku berteman sama dia, aku harus peringatin kamu," tukas Baskara. "Awan memang cowok baik, tapi dia gampang bosan. Aku tahu Awan. Kamu cuma bakal jadi cewek kesekian yang jadi daftar mantannya."

"Stop it!" sambar Kalani. Wajahnya terlihat memerah dengan tatapan tajam mengarah pada Baskara. "Kakak udah keterlaluan. Dengar, Kak. Gimana aku sama Kak Awan dan gimana hubungan kami selanjutnya, itu bukan urusan Kak Baskara. Kakak nggak punya hak apapun ke aku."

"Aku jatuh cinta sama kamu," ucap Baskara cepat. Membuat aliran darah Kalani seolah membeku dan kedua matanya melebar.

"Kakak nggak–"

"Aku serius," potong Baskara. Sorot matanya menatap lurus pada Kalani. Meyakinkan cewek di hadapannya bahwa dia tak main-main.

"Bohong," desis Kalani.

Tatapan Baskara melunak. "Aku nggak bohong, Kalani. Atau ... aku harus panggil kamu Aruna?"

Kali ini Kalani merasa jantungnya seolah akan melompat dari tempatnya bersarang. "Ma-maksud Kakak?"

Baskara menyunggingkan senyum samar. Dia menunduk sekilas. Meremas kedua tangan Kalani dalam genggamannya, lalu kembali menatap cewek di hadapannya. "Sunny. Itu aku," ucapnya.

Kedua mata Kalani semakin melebar mendengar ucapan Baskara. Sesaat kedua remaja tersebut hanya saling menatap, sebelum tawa hambar Kalani menggema di ruangan tersebut.

"Ini bukan waktunya nambah candaan, Kak," tegur Kalani usai tawanya memudar.

"Puisi, susu kotak rasa cokelat kesukaan kamu, cokelat favorit kamu," jelas Baskara yang membuat Kalani terpaku. "Apa aku juga harus menambahkan kartu-kartu yang aku taruh di kolong meja kamu? Yang berbentuk origami, atau yang ada foto Ashton Kuthcer-nya? Atau ... apa perlu aku bacain lagi chat kita yang aku simpan di nomor keduaku? Perlu aku sebutkan nomornya?"

Baskara hendak melanjutkan ucapannya, tetapi urung ketika melihat tubuh Kalani yang mendadak lemas serta hampir ambruk. Cowok itu dengan sigap menangkap tubuh Kalani dan membimbingnya ke kursi terdekat karena tampaknya Kalani tidak sanggup untuk tetap berdiri.

Mereka duduk berhadapan dengan lutut saling menyentuh. Tangan Kalani terasa sedingin es saat Baskara kembali menggenggamnya. Dia semakin mengeratkan genggamannya ketika merasakan Kalani hendak menarik kembali tangannya.

"Tolong bilang kalau Kakak becanda," ucap Kalani dengan suara bergetar.

Baskara kembali menyunggingkan senyum hangat khasnya. "Buat apa aku becanda sama orang yang aku suka?"

"Tapi," Ucapan Kalani langsung menggantung. "Kak Baskara 'kan pacar Kak Mika."

"Dari mana kamu dapat kesimpulan itu?"

"Semua orang bilang begitu, Kak."

Baskara tak segera menjawab. Sorot matanya terlihat sendu saat menatap Kalani. "Dan kamu percaya?" tanyanya.

ADMIRER (SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang