Jika ditanya bagaimana perasaan Kalani setelah menjadi pacar Awan, tentu saja dia bahagia. Hanya saja, entah mengapa Kalani merasa ada yang mengganjal. Padahal sudah satu minggu berlalu sejak keduanya resmi berpacaran.
Entah bagaimana, Kalani merasa dia tidak seharusnya menerima Awan. Jika alasannya karena cowok itu bukan orang baik, jelas keliru. Awan adalah cowok yang sangat baik. Dia peduli dan perhatian pada Kalani.
Namun, rasanya hati Kalani belum sepenuhnya menerima Awan. Apakah karena keinginannya untuk segera melupakan Baskara? Atau karena dia merasa sayang untuk menolak Awan? Jika demikian, bukankah Kalani cukup jahat karena mempermainkan perasaan seseorang?
Kalani menghela napas dan menggeleng pelan memikirkan perasaannya. Dia berjalan memasuki kelas usai menghabiskan seporsi nasi soto di kantin. Cewek itu sedang tidak ingin berlama-lama di tempat favorit para siswa tersebut. Dia ingin menyendiri beberapa menit sebelum tanda masuk berbunyi.
Kelas X-IPS-1 kosong melompong saat Kalani tiba. Dia segera menuju bangkunya dan meraih buku di dalam kolong meja. Namun, gerakan tangannya terhenti saat menyadari ada sebuah benda yang disimpan di sana.
Kalani menarik keluar benda tersebut. Sebatang cokelat dengan bungkus ungu. Kalani tersenyum tipis saat melihatnya. Dia tahu makanan tersebut dari siapa. Di salah satu ujung kemasannya, terdapat hiasan pita yang khas. Namun, tidak ada kertas post-it yang biasa menyertainya.
"Dari siapa?"
Kalani tersentak saat seseorang menegurnya dari belakang. Dia menghela napas dan melirik kesal saat melihat Awan tertawa kecil. Tampak puas setelah mengejutkan pacarnya.
"Kak Awan iseng banget, ih," kesal Kalani seraya memukul pelan lengan cowok tegap tersebut.
Awan berhasil berkelit sebelum duduk di kursi yang ditempati Reva. "Lagian serius banget. Sampai nggak tahu kalau aku datang," ujar Awan.
"Ya aku pikir anak kelas. Makanya cuek aja," sungut Kalani. "Lagian ngapain sih Kakak ke sini? Nggak ke kantin?"
"Udah. Kamu nggak ke kantin?" tanya Awan.
"Baru balik. Lagian males di kantin lama-lama."
Awan tersenyum kecil mendengar keluhan Kalani. Akhir-akhir ini, Kalani memang cenderung menghindari keramaian. Dia tidak nyaman menjadi pusat perhatian semua orang. Terutama jika sedang berjalan bersisian bersama Awan.
"Terus, Kak Awan ke sini ngapain?" Kalani mengulang pertanyaannya.
"Emang nggak boleh ketemu pacar di kelasnya?"
Jawaban Awan membuat Kalani tersenyum malu. Cowoknya ini selalu bisa melontarkan kalimat yang membuat tersipu. "Ya boleh. Tapi 'kan nanti kita pulang bareng. Ketemu juga, 'kan?"
"Ya itu urusan nanti. Maunya ketemu sekarang. Gimana, dong?"
Kali ini Kalani tertawa kecil. "Habis ini bel masuk bunyi. Ya percuma Kakak ke sini tapi cuma bentar."
"Nggak apa-apa. Biar semangat kalau belajar."
Lagi. Ucapan Awan membuat Kalani tersipu. Namun perhatian keduanya teralih saat terdengar notifikasi ponsel milik Kalani. Cewek itu mengambil ponselnya yang disimpan di saku rok seragam.
"Siapa?" tanya Awan saat Kalani membuka ponsel dan membaca pesan yang dikirimkan kepadanya.
"Hm? Bukan apa-apa," jawab Kalani. Namun tanpa diduga, Awan mengambil ponsel pacarnya dan membaca pesan yang belum sempat Kalani tutup.
Cewek itu hanya bisa pasrah saat Awan menjauhkan ponsel dari jangkauan pemiliknya. Terlihat dahi cowok tersebut berkerut saat membaca isi ponsel Kalani. Benda tersebut terbuka pada aplikasi obrolan. Lebih tepatnya, pada bagian obrolan Kalani dan Sunny.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADMIRER (SELESAI)
Ficção AdolescenteSejak menjadi murid di SMA Sarasvati, Kalani sudah mengagumi Baskara, kakak kelas satu tingkat di atasnya. Rasa kagumnya bertambah bahkan berubah menjadi suka saat Baskara menolong Kalani yang terpeleset di tangga sekolah. Sayangnya Baskara sedang...