(12)

0 0 0
                                    

Bukan anak kandung katanya.

jika bukan anak kandung. lalu Alkina anak siapa?. tapi, jika dipikir dengan kepala dingin, Alkina memang tidak ada mirip miripnya dengan keluarganya.

Alkina tidak ingin mencurigai keluarganya dan tetap ingin mempercayai mereka. Tapi, perkataan tante nya itu memancing curiga di dalam diri Alkina.

mulai dari wajahnya yang sangat tidak mirip dengan mama atau papanya, bahkan dengan Tara. lalu sifat Alkina yang sangat berbeda dari papa dan mamanya.

pada akhirnya, Alkina menyerah berfikir soal hidupnya. Alkina akan bertanya sendiri pada mama nya jika sudah pulang nanti.

Tiga hari lagi. Selama tiga hari Alkina harus bersikap seolah tidak tau apa apa. Setelah tiga hari Alkina bisa memastikan kebenarannya dan tidur nyenyak mungkin setelahnya. Setelah tiga hari juga hidupnya akan jelas nanti.

Dan tentu saja, tiga hari itu terasa lebih lama.

Banyak pertanyaan yang ada didalam kepalanya. Alkina sudah mempersiapkan kemungkinan terburuknya. Jika Alkina memang benar bukan anak orang tuanya. Alkina juga takut, dia takut jika nanti dia bertanya, mama dan papanya tidak mau menjawab pertanyaannya dan mengalihkan topik.

Tiga hari yang lama itu akhirnya terlewati dengan tidak sempurna. Mama dan papanya pulang dengan selamat dan sampai dirumahnya sesuai perkiraan.

Alkina tidak langsung bertanya. Dia menunggu waktu yang tepat dulu baru nanti bertanya pada orang tuanya.

Saat makan malam.

Bukan hal baik sebenarnya bertanya pada saat makan malam, tapi mau bagaimana lagi, hanya saat makan malam keluarganya berkumpul bersama.

Butuh banyak keberanian agar Alkina bisa lancar bertanya pada orang tuanya. Butuh banyak keberanian juga untuk mendengar jawabannya.

"pa, ma, kina boleh tanya sesuatu gak?"

"mau tanya apa? Tanya aja, kalau papa bisa jawab. Pasti papa jawab kok"

Alkina menarik nafas panjang, sendoknya diletakan. Matanya dipejamkan sebelum bertanya.

"apa benar, kina bukan anak kandung kalian? Apa benar jika kina hanya anak angkat kalian?"

Setelah bertanya pun jantung nya berdetak tidak karuan. Alkina takut dengan jawaban yang akan didengarnya. Alkina belum siap menerima kenyataan jika dia bukanlah anak kandung mama dan papanya.

Mama juga papa nya sangat menyayanginya. Sejak kecil Alkina selalu dimanjakan oleh mereka, Alkina tidak pernah mengira bahwa pertanyaan tentang dia seorang anak kandung atau bukan akan terbesit didalam kepalanya.

"sayang nya papa, kenapa pertanyaannya seperti itu? Kina anak papa kok"

"pa, jujur saja. Kina hanya ingin tau soal hal itu"

Untuk pertama kalinya Alkina meragukan papanya. Selama dia hidup, papanya selalu menjadi orang pertama yang dia percayai. Laki laki yang menjadi cinta pertamanya. Papanya. Sampai kapanpun Alkina harusnya mempercayainya. Karena selama ini, papa tidak pernah berbohong padanya.

"maaf, kina anak mama. Mama minta maaf. Tapi benar, kina bukan anak kandung mama dengan papa. Maafkan mama"

Kemungkinan terburuknya menjadi kenyataan.

"apa kak tara tau tentang hal ini?"

Tara dengan sangat sengaja menghindari kontak mata dengan adiknya. Dia hanya diam dan tidak menjawab soal apapun. Tara benar benar menutup mulutnya rapat rapat.

"kakak tau ya? Kenapa kakak tidak beritahu kina? Kenapa mama dan papa berbohong? Apa ini alasan keluarga papa tidak pernah memperlakukan kina dengan baik?"

"papa bukannya berbohong. Papa memang berniat menceritakan nya, tapi tidak sekarang. Papa menunggu waktu yang tepat"

Alkina tidak tau harus merespon seperti apa. Kepalanya pusing. Telinganya berdenging. Meski sudah mempersiapkan nya tapi tetap saja. Rasanya mengerikan.

"lalu, dimana orang tua kandung kina?"

"maaf, kami juga tidak tau apa apa tentang orang tua kandung kina"

Bagus sekali. Kemungkinan terburuknya bertambah lagi. Orang tua kandungnya berada entah dimana. Bukan hanya dimana, tapi juga siapa orang tuanya pun Alkina tidak tau. bagaimana wujud orang tuanya pun dia tidak tau.

"lalu, apa papa dengan mama tidak mencari tau tentang orang tua kandung kina?"

"maaf, papa bukannya tidak ingin mencari tau tentang orang tua kina. tapi papa takut nanti kina akan pergi dari keluarga ini"

"kalau begitu. kalian mau bantu kina cari siapa orang tua kina?"

tidak ada jawaban. semuanya diam tidak menjawab pertanyaan dan juga permintaan Alkina. Alkina tau, dia sudah mempersiapkan hal seperti ini.

papa nya jelas tidak akan membantunya menemukan siapa keluarga kandungnya. apalagi mama nya.

dan kakaknya. Alkina tau, kakaknya yang paling menyayanginya,  lebih dari apapun. Tara tentu saja takut jika nantinya, adik kesayangannya akan pergi meninggalkannya dan berkumpul dengan keluarga nya yang sebenarnya.

Tara tidak peduli jika dia dibilang jahat sekalipun. Tara hanya tidak ingin adiknya direbut begitu saja.

"kalian tidak mau ya? Kina mengerti kok. Kina akan mencari sendiri orang tua kina. Terimakasih atas jawaban papa juga mama. Kina ke kamar dulu ya"

Alkina berkata dengan senyuman lebar diwajahnya. Dia bergegas merapikan alat makannya dan berlari menuju kamarnya.

Menutup pintu dengan perlahan. Dan menangis setelahnya.

Mengutuk dunia yang sedang bermain main dengan takdirnya. Keluarga hangat nya yang selalu dia banggakan ternyata bukan keluarganya.

"dunia yang jahat, atau emang aku yang naif? Aku yang bodoh? Aku yang tidak tau diri?"

Pada akhirnya, daripada Alkina menyalahkan dunia atas takdirnya. Dia memilih menyalahkan dirinya sendiri. Memaki kebodohannya. Meruntuki hidupnya.

Kurang lebih satu jam Alkina gunakan untuk menangisi hidupnya. Mengadu pada tuhan akan takdirnya yang seperti dipermainkan.

Alkina masih ingat saat dulu papa nya berkata. Bahwa Alkina adalah putrinya, selamanya. Tapi karena satu kebohongannya. Alkina tidak ingin percaya dengan kata kata dia adalah putri papanya.

Alkina ingin bertanya. Kenapa mereka berbohong padanya, setidaknya jika mereka jujur dari dulu. Alkina tidak akan terlalu manja sebagai anak. Setidaknya Alkina tidak akan mengeluh saat keluarga papanya selalu menatapnya dengan tatapan kebencian.

Setidaknya alkina akan sadar diri dan tidak membebani orang tuanya juga kakaknya.

Ditengah tangisnya, handphone nya mendadak berbunyi. Mau tidak mau Alkina harus menghentikan tangisannya demi menjawab telfonnya.

Nama Banyu, terpampang dengan jelas sebagai penelfon yang menganggu acara menangisinya.

"halo? Kenapa ya mas?"

"gapapa, pengin telfon aja. Lagi sibuk gak?"

"iya. Aku lagi agak sibuk. Nanti aja ya telfonnya. Nanti aku telfon balik"

"kamu abis nangis? Butuh temen cerita?"

"boleh aku cerita?"

"cerita aja, jangan dipendam sendiri. Nanti sakit"

"besok, dipelabuhan. Setelah mas pulang sekolah. Aku tunggu disana kalau mas memang mau dengerin ocehan aku. Aku tutup ya. Selamat malam mas"

Telfonnya ditutup secara paksa.

"kina, kakak boleh masuk?"

Pelahan Alkina berjalan kedepan pintu, berdiri sambil menyentuh pintu indah itu, kali ini, hanya sekali ini saja. Alkina tidak ingin melihat keluarganya dulu.

"maaf kak. Jangan masuk dulu. Biarkan kina sendirian sebentar. Kakak pergi saja"

Alkina masih belum bisa menerima kenyataan yang baru saja hadir didalam hidupnya.

Dia butuh waktu untuk ini semua.

_🐻🌻

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 25, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AmethystTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang