2. Perpustakaan

160 77 480
                                    


POV FELICA

Menunggu memang menjengkelkan. Apalagi kalau hari-hari yang seharusnya untuk bersantai harus dijadikan sebagai waktu kerja tugas sekolah.

Perkenalkan namaku Rayesa Felica Andani, bisa dipanggil Felica oleh teman-teman sekolah. Aku saat ini sedang berada di perpustakaan daerah Langkat dekat Alun-alun, menunggu sahabatku yang bernama Bulan Purnama, hanya karena Tugas sekolah kali ini harus menggunakan referensi dari buku bacaan, dan sialnya tidak ada di perpustakaan sekolah.

Aku kembali menatap arloji pemberian bolang di pergelangan tangan kiriku, "Janjinya jam sembilan, ini dah jam setengah sebelas belom datang-datang juga," omelku sendiri.

"Napa Ka, ngomel-ngomel sendiri?" Dengan tiba-tiba penjaga perpustakaan yang sudah kenal denganku bertanya, aku terkejut dan berusaha menahan jantungku yang sempat melompat. Duh, bapak ini macam genderuwo saja, datang tanpa diundang.

"Awak di ghosting pak," jawabku.

"Dighosting? Sama siapa?" tanyanya dengan raut wajah penasaran, kemudian menarik kursi dan duduk di depanku.

"Bulan, katanya janjinya jam sembilan jumpa di sini, ini dah jam segini belum datang," jawabku.

"Mungkin macet," ucapnya, lalu menggelengkan kepalanya seolah-olah memberikan pendapat yang tidak masuk akal.

"Pak! Ini Stabat bukan Jakarta, mana mungkin macet."

"Di bundaran simpang maut, macetnya," jawabnya sambil mengangguk mantap.

"Biasanya dia lewat jalan tikus, dari jalan Kartini belakang. Kalo dari depan malam doang, karena banyak begal dekat gor itu" jawabku.

"Ketiduran kali," ucapnya lagi-lagi dengan yakin, seolah memberikan pendapat yang tak terbantahkan.

Beberapa saat kemudian, dia bangkit dari duduknya.

"Mau kemana pak?" tanyaku.

"Lanjut tugas," jawabnya meninggalkan aku.

Aku mengangguk mengerti. Selang beberapa detik, aku juga bangkit dan memutuskan balik ke rumah. Namun, tiba-tiba orang yang kutunggu, sempoyongan berlari ke arahku dan langsung memegang lutut serta menarik nafas panjang dan membuangnya tepat di mukaku. "Uhh...huuu!"

"Astaga bau mayat, abis makan apa kau?"

"Fel! Hhu ... Ma ... aaff!"

"Ambil napas dulu, baru bicara!"

"Uhhh .... Huuu! Maaf Fel, aku telat, disuruh kawani mamakku ke pajak," ucap Bulan saat napasnya mulai teratur. Perlu diketahui, "pajak" yang dimaksud Bulan bukan kantor pajak, melainkan pasar tradisional. Orang Sumatera Utara menyebut pasar sebagai "pajak."

"Kalau begitu, kabari aku jika kau kirim tugasnya, biar aku cari," jawabku sambil mengambil buku catatanku.

"Gak sempat, hp-ku aja ketinggalan, gimana mau kabari," ujar Bulan sambil mengacak-acak tasnya mencari kertas yang hilang.

"Dahlah, kita kerjain tugasnya, kau yang nulis aku yang nyari." Aku langsung berjalan arah ke rak buku mencari buku.

"Asik, aku mulu yang nulis," gumamnya terdengar olehku sambil menunjukkan halaman yang sudah ditulisnya.

"Karena tulisanku kek ceker ayam," jawabku sambil memperlihatkan coretan-coretan cepat yang kubuat.

Setelah sepuluh menit aku mencari, melewati beberapa rak buku yang tinggi-tinggi. Sempat tertimpa buku namun tidak peduli. Aku bernafas lega, "Akhirnya sudah dapat semua," gumamku.

Beberapa buku opini dan referensi sesuai tugas sekolah sudah di tangan. Kupikir Bulan sudah lama menunggu. Aku berjalan ke meja tadi membawa enam buku.

Samar-samar suara tertangkap telingaku. Aku berbalik, dan ...

GRUBAK!!

"Aduuh!" Aku terjatuh dan semua buku yang aku pegang berserakan. Orang yang menabrakku bukan tolongin atau minta maaf malah berjalan begitu saja. "Siapa sih tuh?"

Aku memandangi punggungnya yang telah berlalu dengan cepat. Aku langsung memungut buku-buku itu dan berjalan dengan wajah jutek.

"Muka kau kenapa, keriput kali ku tengok?" tanya Bulan ketika melihatku.

"Tadi aku ditabrak, bukan ditolongin atau minta maaf, malah ditinggalnya," jawabku bete. "Songong kali."

"Dahlah lupain, kita lanjut kerjanya," ucapnya dan kami langsung mengerjakan tugas sekolah.

*****

Selesai sudah tugas kami selama lebih dan kurang satu jam. Kami akhiri. Aku langsung mengembalikan semua buku ke raknya dan Bulan membereskan barang-barang kami.

Setelah itu kami berjalan keluar, kami duduk di kursi dekat taman yang berada di halaman perpustakaan.

"Fel!!" panggilnya dan aku menoleh. "Aku suka sama Dadi," sambungnya.

"Dadi yang umurnya 26 tuh," jawabku, dan dibalas anggukan kepala oleh Bulan.

"Umurmu 17 tahun, dia 26 tahun," lanjutku dengan ekspresi tidak percaya.

"Emang kenapa? Lagipula dia masih lajang kok, bukan orang tua juga," ucapnya sambil memperbaiki posisi duduknya.

"Ntar kau dighosting," ucapku, sambil tersenyum.

"Jangan gitu, apa doanya," jawabnya sambil melirik ke arahku dengan ekspresi memelas.

"Kelen ngapain di sini?" tanya Reno, pacarku yang tiba-tiba datang entah dari mana, sambil menatap kami berdua.

Perlu aku jelaskan. Dia adalah Reno - pacarku, nama lengkapnya adalah ... Eh ... Aku lupa. Gak papa lah, biar misterius sikit.

"Berenang," jawab Bulan asal.

"Dih, ditanyain betul-betul malah begitu," ucapnya duduk di sampingku.

Bulan menatap Reno dengan wajah sinis. "Kau lihat kami di sini ngapain?"

"Duduk aja sih, minjam dong hpmu," ucapnya mengambil HP-ku dari tanganku.

"Eh aku pulang dulu ya, laper aku," ucap Bulan lalu meninggalkan kami.

Tanpa kusetujui Bulan meninggalkan aku. Sudah biasa. Setelah melihat Bulan pergi Reno langsung tidurin kepalanya di pangkuanku.

"Apaan nih?" Aku langsung membangunkannya.

"Ih, kamu kok gak seperti cewek lain sih?" tanyanya bangkit dari pangkuanku.

Aku langsung bangkit meninggalkannya. "Yaudah pacaran aja sama cewek itu."

"Ini HP-mu," ucapnya.

"Pegang ajalah," teriakku. Aku tak paham lebih luas lagi. Sejak tabrakan tadi, mood ku drop. Sampai-sampai Reno juga - membosankan di mataku.

"Gak aku antar nih?" tanyanya sedikit teriak.

"Gak! ...."

.

.

.

.

~ Lanjut part selanjutnya
~ Salam sanssastra &MakPluto

Stabat Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang