1. Luka Baru

24 19 7
                                    

PLAK!!

Berkali-kali tamparan keras mendarat di pipi seorang pria yang berseragam khas SMA MARGASATYA, pria itu terkapar lemah di lantai. Wanita paruh baya menatap nyalang pria itu.

"MAU JADI APA KAMU KALAU PULANG MALAM TERUS, HAH!?" teriaknya menggema diruang tamu

"UDAH BEBAN, GOBLOK, BODOH, GAK PINTER!"

"LIHAT TUH ZAIDAN!! DIA PINTER. JUARA UMUM. PUNYA BANYAK PIALA. GAK KAYA KAMU GOBLOK!!"

Pria itu bangkit dibantu dengan meja kecil didekatnya.

"Kalaupun saya pintar. Apakah anda akan peduli?" Tanya nya dengan datar

BUGH!

"DASAR ANAK JAHANAM!! NYESEL MAMAH NGELAHIRIN KAMU!"

Bogeman keras mendarat dirahang tegas milik pria itu, ia tersungkur ke kanan sampai sudut bibirnya sobek mengeluarkan darah. Pria itu bangkit perlahan lalu menatap wanita paruh baya didepannya ini dengan ekspresi tetap datar.

Ia meninggalkan wanita paruh baya itu yang masih tersurut emosi, dadanya naik turun tak beraturan. Pria itu melenggang memasuki kamarnya yang berada dilantai 2, ia mengunci pintu kamarnya lalu menyenderkan punggungnya di pintu.

"Gw gak minta dilahirin, mah. Gw juga gak minat hidup di dunia penuh candaan yang serius ini." lirih Zibran melihat kearah jendela

"Nek, saya kangen suasana rumah yang dulu," gumam pria itu mengingat almarhumah neneknya yang telah meninggal 5 tahun lalu

Tok tok tok

"Bran, ini abang, dek. Buka dulu pintunya," ucap Zaidan mengetuk pintu kamar adiknya.

Zaidan tau kalau sekarang adiknya sedang menangis, pria itu hanya bisa menangis. Tapi jangan salah, ia sedari dulu memenangkan lomba biologi, fisika, kimia dan lain-lain, terkecuali dengan sejarah. Tapi, orang tuanya tidak pernah tau soal itu. Zibran menyembunyikan semua ini sejak peninggalan papah kandungnya semenjak kelas 9 SMP, dan nenek nya semenjak kelas 7 SMP. Selama 3 tahun terakhir ini ia semakin sering disiksa oleh kedua orang tuanya. Rino Wantono -papah tirinya- telah menghasut Zoya andara -mamah kandungnya- untuk tidak mempercayai Zibran, dan semenjak itu semuanya pun ikut tidak mempercayainya. Awalnya Zaidan Fernandra -abangnya- ikut tidak percaya, tetapi hari demi hari ia merasa ada yang aneh dengan keluarganya ini. Dan memutuskan untuk kembali mempercayai Zibran.

"Dek.. Gw tau lo denger gw. Buka pintunya bentar."

Zibran sedikit menggeser badannya untuk meraih gagang pintu, ia membuka kunci pintunya. Biarkan Zaidan yang membukanya sendiri.

Zaidan merasa pintu didepannya sudah tidak dikunci, ia mulai membuka dan memasuki kamar itu. Cat tembok yang berwarna hitam dan semuanya pun berwarna hitam tampak meredup dengan ruangan yang penuh akan cahaya, kamarnya sengaja di buat jendela besar, dengan balkon yang lumayan kecil, pria itu membuatnya sendiri di umur yang ke 16 tahun. Pria itu selalu mendapatkan uang hasil Santunan yatim-piatu. Pria itu menabungnya sedikit demi sedikit, ia juga tak sadar kalau Zaidan ikut memasuki separuh uang yang diberi oleh kedua orang tuanya itu kedalam celengan milik Zibran. Zaidan tau kalau adiknya ini tidak beri uang saku atau uang jajan.

Ia memasuki kamar itu, terlihat di lantai ada bercak darah. Mungkin darah dari sudut bibir adiknya. Zaidan melihat kearah kasur yang rapih, ia tidak melihat adiknya disana, melihat kamar mandi pun tidak ada. Lalu ia melihat kearah keranjang pakaian kotor yang tertutup pintu barulah melihatnya, dengan posisi memeluk kedua lututnya menghadap tembok, ia berjalan menuju adiknya yang tengah tiduran dilantai dingin itu. Zaidan menggoyangkan bahunya pelan

ZIBRAN FERNANDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang