Batas (H-17)

0 0 0
                                    

Maureen kembali ke ruangan kerjanya, dengan senyum yang tiada surut menghiasi wajah.

“Lo ngapa dah, senyum-senyum terus gitu?” tanya Indira ketika melihat Maureen telah duduk di kursinya.

Maureen hanya tersenyum saja menanggapi sahabatnya, sehingga membuat Indira semakin mengernyitkan dahi.

“Heh! Lo dari mana?” tanya Indira lagi semakin penasaran.

Maureen diam, tetapi menunjuk ke atas. Seketika mata Indira membulat sempurna.

“Lo dari ruangannya big bos?”

Lagi-lagi Maureen hanya tersenyum sambil mengangguk.

“Ngapain lo pagi-pagi gini ke sana?” Indira memicingkan mata.

Jiwa kepo gadis itu sungguh meronta-ronta.

“Pacaran, dong. Emang mo ngapain lagi,” jawab Maureen sambil mengerlingkan mata.

Indira semakin membulatkan mata, seraya menutup mulutnya yang melongo.

“L lo ... udah jadian sama doi?” tanyanya kemudian.

Maureen kembali hanya mengangguk seraya mengulum senyum.

“Woah, bener-bener gila. Hebat lo, Ren. Menjomlo seumur hidup sampek sekarang, dapet-dapet durian runtuh dooong. Pangeran Yunani ternyata takluk sama lo, Reen.” Indira berkata dengan sangat antusias.

“Gue juga nggak nyangka, Ra. Dia sampek mau serius sama gue.”

“Serius? Dia mau serius sama lo, Ren? Ya Ampuuun, lo beruntung banget, sih lo.”

“Tapi gue bingung, apa bokap gue setuju sama dia, ya?”

Seketika Indira langsung mengerutkan dahi.

“Walau gimanapun, lo harus tetep kenalin mereka, Ren. Apalagi niatan kalian mo serius. Inget! Lo harus bisa melewati masa itu, Ren.”

“Iya juga, sih. Walaupun Aray bilang kalau dia mau menerima gue apa adanya, gue tetep nggak bisa tenang, Ra. Lo tahu sendiri bokap kayak apa kerasnya.”

“Gue yakin, lo pasti bisa, Ren. Lo itu anak dan sahabat yang luar biasa.”

“Eeem, makasih ya, Ra.  Lo emang sahabat gue yang paling baik.”

Mereka berdua berpelukan. Namun, tiba-tiba Yayuk datang dengan berkacak pinggang dan mata melotot marah.

“Kalian mau kerja apa mau mesra-mesraan!?” hardik wanita itu.

Seketika Indira dan Maureen langsung terkejut dan melepaskan pelukan mereka.

“K kerja, Bu,” jawab Maureen dan Indira bersamaan.

“Ada apa ini?” Tiba-tiba Aray sudah ada di samping mereka.

“Eeh, Pak Aray, e enggak, Pak. Mereka ini peluk-pelukan nggak tahu tempat,” adu Yuyun dengan suara yang dibuat manja.

“Terus, kamu sendiri ngapain di sini?” tanya Aray kepada Yuyun dengan ketus.

“Y ya ... mengawasi mereka, Pak.” Yuyun terlihat gugup, tetapi masih berusaha merayu Aray.

“Cuma ngawasin aja kerjaan kamu!?”

“E enggak juga sih, Pak.”

“Inget batasan kamu dalam mengatur karyawan, kalau enggak saya akan tukar posisi kamu sama Indira!” ancam Aray.

“Ja jangan dong, Pak. Kasihani saya. Saya aja penuh kasih kok, ke Bapak,” balas Yuyun dengan suara manja.

“Balik ke ruangan kamu, dan laksanakan tugas kamu dengan lebih baik. Jangan pernah mengintimidasi siapa pun lagi!”

“B baik, Pak.” Yuyun berlalu setelah mengerlingkan mata ke arah Maureen dan Indira.

Sementara dua gadis itu saling lirik sembari menahan tawa, karena melihat ekspresi wajah Yuyun ketika dimarahi sang bos di hadapan karyawannya.

“Maureen, nanti siang ikut saya ketemu client,” kata Aray berusaha se-formal mungkin, karena mereka sedang berada di antara beberapa karyawan lainnya.

Lelaki itu langsung berlalu tanpa persetujuan dari Maureen.

Mumpung Berkhayal Masih GratisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang