Setelah makan malam bersama yang berjalan lancar, Aray mengantar Maureen pulang ke rumah kontrakannya. Sebenarnya Martin meminta agar putrinya kembali ke rumah. Namun, Maureen menolak dengan halus. Dia masih belum siap, kalau harus kembali mengulik masa lalu yang menyedihkan.
“Aku bingung harus panggil kamu apa. Aray, mas, atau apa.” Maureen membuka pembicaraan ketika mereka berada di tengah perjalanan.
Seketika Aray langsung menoleh ke arah samping kirinya, lalu tersenyum lebar.
“Eeem ... mas kayaknya asik juga, atau ... sayang ...,” godanya seraya mengedipkan sebelah mata.
Maureen mengernyitkan dahi. “S sayang?”
“Iyup, kita, kan, mau menikah, jadi nggak apa-apa dong, kamu panggil aku sayang. Terus aku panggil kamu honey.”
Sekali lagi, godaan Aray sukses menciptakan semburat warna merah di kedua pipi Maureen. Gadis itu menunduk sambil berusaha menyembunyikan senyum malu-malunya.
“Aku masih nggak nyangka kamu bakal lamar aku secepat ini,” tutur Maureen.
“Memangnya harus perlu waktu berapa lama lagi untuk mengutarakan perasaan yang udah sama-sama kita ketahui dan kita rasakan?”
Maureen mengendikkan bahu.
“Maureen Sayang, aku ini laki-laki. Aku nggak mau bersikap pengecut dengan mengulur waktu untuk bersanding dengan wanita yang aku cintai. Lagian, bukannya lelaki yang baik adalah lelaki yang begitu yakin, akan langsung mengeksekusi tanpa babibu?”
Maureen menunduk meresapi setiap perkataan lelaki di sampingnya ini.
“Untuk kamu, Calon Jodohku, tolong jangan pernah ragukan kesungguhanku sama kamu. Aku yakin dan percaya, bahwa kamu adalah wanita yang Tuhan kirim untuk menemani hari-hariku hingga akhir nanti. Apalagi ... orang tua kita adalah sahabat baik yang udah pasti saling mengenal dengan baik pula. Aku makin bertambah yakin dan nggak sabar buat nikahin kamu.” Aray tersenyum sambil mengelus kepala Maureen.
Penjelasan panjang lebar dari lelaki itu rupanya sangat merasuk hingga ke relung terdalam Maureen. Menciptakan mendung haru di kedua mata gadis itu, hingga terjadilah hujan air mata bahagia.
“Terima kasih, kamu udah menerima semua kekuranganku. Aku pun juga beruntung banget bisa dapetin lelaki yang sangat baik kayak kamu ....”
“Sayang!” sahut Aray sambil tersenyum. “Terima kasih, Sayang,” ulangnya mengajari Maureen memanggilnya dengan sayang.
Tawa Maureen berderai di tengah tangis bahagianya. “Iya, iya. Terima kasih, Sayang.”
“Nah, gitu dong.”
“Emang kalau lagi di kantor, aku tetep boleh manggil sayang?” Maureen balik menggoda.
“Boleh, asal kamu nyaman,” balas Aray.
“Iih, enggak mau, ah. Malu tahu,” tolak Maureen sambil bersungut manja.
“Ya udah, kalau gitu panggil aku pangeran Yunani aja.”
Deg!
“Gimana dia bisa tahu panggilan spesialku buat dia?” batin Maureen dengan mata membola.
Aray justru semakin gencar menggodanya. Lelaki itu sesekali melirik dari kursi kemudi sambil mengangkat sebelah alisnya.
“Kamu, kok tahu? Dari mana?” tanya Maureen akhirnya.
“Apa sih, yang aku nggak tahu tentang kamu?”
Spontan Maureen langsung menutupi wajah dengan kedua telapak tangannya. Hal itu membuat Aray terbahak.
“Nggak usah malu, Honey. Bukannya seharusnya kita emang saling terbuka, ya?”
Tidak ada jawaban dari Maureen hingga mobil itu berhenti tepat di depan rumah kontrakan Maureen beberapa saat lalu. Aray lantas memeluk gadis cantik yang masih tersipu malu tersebut dengan senyum bahagia.
“Udah, ah. Jangan malu-malu terus gitu. Aku jadi nggak sabar gigit pipi kamu.” Aray berucap masih sambil memeluk sang gadis.
Tanpa bicara seraya masih menahan wajah merahnya, Maureen memukul pelan bahu Aray. Lelaki itu justru tertawa renyah sambil mempererat pelukannya, hingga dia merasa cukup puas.
“Masuk gih. Aku pulang dulu. Nanti sampek rumah aku telepon,” ucap Aray sembari mengurai pelukannya.
Maureen mengangguk sambil sesekali melirik wajah rupawan sang pujaan hati.
Malam ini adalah malam terindah bagi sepasang sejoli tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mumpung Berkhayal Masih Gratis
LosoweEVENT CERPEN YAZAR TEAM Penulis: Any Ling Komunitas: Aksara World Exploration