Malam (H-12)

0 0 0
                                    

“Terus, kok, Bapak peluk-peluk saya? Cium-cium saya, sih? Di depan umum lagi,” protes Maureen di tengah deru detak jantungnya.

Aray tersenyum sambil menatap lekat gadis cantik di depannya. “Memangnya nggak boleh? Ada yang marah saya peluk dan cium kamu?”

Maureen menjadi serba salah dibuatnya. Beberapa kali dia mengedipkan mata, berusaha untuk meyakinkan diri bahwa lelaki yang di hadapannya ini adalah pangeran Yunani–nya–sang lelaki dingin yang selalu bersikap otoriter di kantor.

“Y ya ... pacar Bapak nanti marah gimana? Kalau tahu-tahu saya dicakar-cakar dan dimaki terus dicap pelakor gimana? Saya nggak mau, Pak.” Maureen berusaha mendorong tubuh Aray agar menjauh darinya.

Kali ini Aray tertawa renyah. Sambil menggandeng tangan Maureen ke meja bar. Lelaki itu memintanya duduk lalu memesan dua buah jus jeruk untuk mereka.

“Jadi, menurut kamu dia pacar saya?” tanya Aray kemudian.

Dengan yakin Maureen mengangguk beberapa kali. Baru Maureen sadari, ternyata Aray terlihat jauh lebih muda dengan pakaian santai seperti ini. Celana jeans yang dipadu dengan kaos putih polos serta jaket denim berwarna biru langit. Tidak lupa sneaker berwarna putih yang melengkapi penampilannya. Sempurna. Maureen sangat suka dengan gaya Aray malam ini. Seolah, lelaki itu memang sengaja menunjukkan sisi lain dirinya di hadapan Maureen.

Aray meneguk minumannya sebelum menjelaskan. “Dia memang mantan saya. Tapi kami udah putus sejak lama. Saya juga nggak tahu angin apa yang membawa dia mau balikan lagi sama saya, karena alasan saya mutusin dia karena perselingkuhannya. Yang jelas, saya menolak kembali sama dia.”

Ingin rasanya Maureen bersikap acuh, agar apabila yang dikatakan lelaki ini bohong dia tidak terlalu merasakan sakit hati. Namun naas, jiwa kepo dalam dirinya meronta-ronta.

“Kenapa Bapak nolak?”

Aray menoleh dan menatap lurus ke mata Maureen. “Karena sudah ada wanita lain yang mengisi hati saya.”

Maureen yang dipandang begitu intens oleh pangeran Yunani–nya pun menjadi gelagapan.

“Maaf, Pak. Kalau saya lancang terlalu kepo sama urusan pribadi Bapak,” sesalnya.

“Nggak masalah, karena kamu memang harus mulai tahu tentang saya.”

Kata-kata Aray sontak membuat Maureen terkejut sekaligus bingung.

“Ma maksud, Bapak?”

“Saya suka sama kamu sejak pertama kali kita bertemu.”

Keterusterangan Aray membuat Maureen semakin terkejut. Beberapa saat kemudian dia menoleh ke segala arah, memastikan tidak ada yang mendengarkan pembicaraan mereka. Untung saja saat itu teman-teman reuni Maureen sedang berada di lantai dansa, sehingga gadis itu bisa bernapas lega.

“Kenapa Bapak bisa secepat itu bilang suka sama saya?”

“Memang ada alasan saya harus menunda pengungkapan perasaan saya ke kamu?”

Maureen hanya diam saja. Dia bingung harus menjawab apa.

“Saya tipikal orang yang to the point. Tapi kamu nggak perlu khawatir. Kalau kamu menginginkan hubungan profesional di kantor, saya akan turuti. Jadi, kamu nggak perlu bersikap seformal ini sama saya saat di luar kantor dan pekerjaan,” jelas Aray.

“Aneh banget, nih, cowok. Gue, kan, belum terima dia, kok, udah memutuskan gitu, sih?” batin Maureen, meski dalam hatinya merasakan buncah bahagia yang luar biasa.

“Saya paham kamu masih bingung. Santai saja, tapi kamu nggak boleh menolak cinta saya.” Aray memastikan untuk tidak kehilangan gadis yang sedang menatapnya penuh kebingungan.

Malam ini adalah malam yang sungguh ajaib, bagi gadis cantik berpredikat jomlo sejati seperti Maureen. Pasalnya selama ini dia selalu berhasil menghindari semua lelaki yang mendekatinya, mereka semua juga tampan meski tidak se–memesona Aray. Namun entah kenapa, Aray begitu mudah menaklukkan dirinya. Bahkan sejak pertama bertemu beberapa minggu yang lalu.

Mumpung Berkhayal Masih GratisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang