01. "Astaga!"

1.6K 114 3
                                    

Jalanan pagi itu sedang ramai, Jaechan melangkah pelan di trotoar. Sejujurnya ia malas untuk keluar rumah tapi Bundanya yang galak namun penyayang menitahkan dirinya untuk membeli pewarna makanan di warung langganan.

"Padahal baru aja maskeran, malah disuruh" Jaechan menggerutu, bekas masker dengan warna hitam pekat masih tersisa disisi pipi kanan dan kiri, akibat terburu-buru untuk membersihkan nya dengan air.

"Selamat pagi!"

Jaechan hampir jantungan begitu kakinya melangkah masuk kedalam warung, ia menatap horor pada tante penjaga warung.

"Heboh banget bu, masih pagi juga!" Jaechan mendekat pada tante yang punya warung, wanita itu tersenyum lebar dengan gincu ungunya yang terang.

"Harus dong, kan baru aja terima bantuan dari pemerintah. Jadi harus semangat kerjanya" Sebut saja Bu Yuna, Tante yang punya warung itu tak henti-hentinya tersenyum.

"Oh gitu ya Bu," Jaechan cengesan, dia punya ide. Jadi mendekat pada Bu Yuna. "Mumpung baru aja terima bantuan, gimana kalau misalkan saya beli Yakult di gratisin aja?"

Bu Yuna yang udah serius dengerin hanya bisa tersenyum. "Bukan begitu konsepnya anak Bu RT, ih jantungnya pengen Tante sentil deh"

"Jangan di sentil dong, nanti kalau jantung saya berhenti berdetak. Emang Tante mau jadi alasan jantung saya untuk berdetak lagi?"

"Loh loh loh, kok malah cosplay bapakmu?"

"Lah, bapak sering gombal sama Bu Yuna?"

Jaechan menyipitkan matanya yang sudah sangat sipit, ada yang tidak beres dengan respon Bu Yuna yang hanya tersenyum tak jelas.

"Bukan ke saya tapi ke ibu kamu, waktu itu lagi ngumpul ngerumpi di tukang sayur, terus pak RT lewat. Otomatis Tante denger"

"Oalah gitu, bilang dong Bu. Nanti kalau saya salah paham, bisa-bisa nambah satu surga lagi"

"Emang mau nambah satu surga lagi?"

"Maulah, tapi suami ibu nanti dikemanain?"

"Oh iya juga" Bu Yuna tertawa kikuk pada Jaechan yang geleng-geleng kepala.

Dan tak lama, Munik terlihat keluar dari arah pintu gudang warung. Bersama botol kecap manis.

"Tumben keluar pagi, gak takut hitam lagi?"

Jaechan merasa tersindir saat mendengar dan melihat gerakan Munik yang menaruh botol kecap didepannya, seolah dirinya adalah duplikat kecap itu. Hitam.

"Ya terserah aku, udah pake sunscreen kok pas keluar tadi!" Jaechan menjulurkan lidahnya pada Munik yang merasa bahwa jika ia lanjutkan, Hari ini pasti akan berakhir adu mulut dengan Jaechan. Jadi Munik menyerah dan menghela nafas, masih banyak barang baru masuk yang harus ia atur di rak.

"Iyain, terus kemari mau beli apaan?"

"Oh iya hampir lupa!" Jaechan segera mengeluarkan uang lembar berwarna hijau, diserahkan pada Bu Yuna. "Ini Bu, pewarna makanan. Kata Bunda warna pisang ijo sama warna merah buah naga"

Bu Yuna mengambil uang tersebut. "Itu aja? Hutang permen mu yang kemarin gak sekalian mau dibayar juga?"

"Duh beda Bu, ini uang Bunda. Besok kalau mampir belanja lagi baru saya bayar hutang permennya, soalnya nunggu akhir bulan dulu baru bisa bongkar celengan babi saya"

"Yaudah, gak papa" Bu Yuna menyimpan uang tersebut pada laci uang. "Tunggu ya, Tante ambil dulu pewarna makanan nya"

Jaechan mengangguk begitu pula dengan Munik yang sekarang mengambil alih meja kasir.

Money [Suamchan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang