20. "Your eyes"

120 19 2
                                    

Cuaca menjadi tidak bersahabat, sejak berita terakhir kali. Hujan lebat semakin memburuk, resiko banjir selalu terpampang pada pemberitahuan analog dan radio. Seoham sendiri di sarankan untuk WFH, bekerja dari rumah untuk mengantisipasi kemacetan pagi hari akibat genangan air setiap jalan. Namun Jaechan tetap pergi ke sekolah.

Remaja itu membelot, berkicau panjang lebar mengatakan sebetapa ingin ia pergi kesekolah, padahal orang lain begitu malas, hanya dia yang begitu bersemangat. Jika dibandingkan kegigihan guru matematika, keduanya berada pada taraf yang sama, hujan badai dan banjir hanyalah cuaca bagi keduanya.

Jaechan sejujurnya hanya ingin menikmati cuaca kesukaannya, hujan adalah favoritnya namun sayang sekali jika favoritnya membuat kota menjadi banjir, Jaechan jadi tidak bisa menikmatinya dalam waktu berkepanjangan.

Jadi disaat rintik subuh hari, Jaechan bergegas bangun, remaja itu bahkan terjatuh dari kasur karena terburu-buru melihat keluar jendela.
"Hujan!" Jaechan tertawa kegirangan.

Saat itu Seoham datang bersama secangkir kafein, tidak lagi melirik pada kasur, sebaliknya eksistensi cicak besar sedang menempel pada jendela begitu menarik perhatian. Pria itu terkekeh pelan.

"Jaechan, jika kamu ingin. Tidak perlu pergi kesekolah, hari ini—"

"Tidak mau!"

Seoham sedikit kaget, pria itu mendekat pada Jaechan yang menatapnya tidak suka. "Ada apa? Saya salah?"

Seoham menaruh cangkir miliknya bersebelahan dengan pot kaktus yang berada dekat dengan jendela, tangannya yang kosong mencoba untuk mengelus kulit halus Jaechan yang bergumpal daging lembut di pipinya.

Jaechan yang sudah sadar bahwa ia sedikit berlebihan, beralih untuk mengerucut bibirnya. "Maksudku, aku mau kesekolah, tidak mau minta izin. Aku mau ketemu Munik dan yang lainnya," Jaechan menatap Seoham penuh harap

Sementara pria itu mencoba berpikir, ia memang sadar bahwa Jaechan sedikit berbeda dari remaja lainnya. Berpikir bahwa memang ia sudah berjanji akan datang kesekolah pada teman-temannya, tanpa ia ketahui bahwa Jaechan hanya ingin bermain dengan hujan.

Jaechan sendiri tidak ingin jujur, ia takut akan dimarahi seperti terakhir kali oleh bundanya, saat musim hujan Jaechan selalu menyempatkan untuk kabur dan menikmati rintikan serta genangan air yang berkumpul, beberapa kali ia demam karena itu, namun tidak ada tobatnya, selalu ia ulangi.

Dan akhirnya Seoham membiarkan remaja itu pergi, Jaechan terlihat cerah saat meninggalkan apartemennya, berkebalikan dengan cuaca yang tidak seharusnya komplit dengan Jaechan.

Saat menaiki bus, Jaechan bersenandung. Sedikitnya penumpang membuatnya seperti raja yang bisa duduk dimana pun ia mau, remaja itu tertawa kegirangan saat ia duduk di kursi paling belakang dan tepat ditengah.

Tas yang bertengger pada punggung ia pindahkan untuk dipeluk pada pangkuan, agar ia leluasa bersandar pada kursi. Pagi ini ia tidak membawa payung, sengaja ia tinggalkan karena beralasan sudah memakai jas hujan.

Ada dua halte yang seharusnya ia lewati sebelum sampai di sekolah, namun baru halte pertama, Jaechan sudah turun. Membuat supir bus mengerutkan dahi melihatnya.

"Anak muda, kau akan turun disini? Sekolah mu masih satu halte lagi" Ucap supir bus yang mengenali Jaechan dari seragam sekolahnya, jas hujan jaechan berwarna kuning transparan jadi tentu saja mudah dikenali.

"Ah, begini paman. Karena masih terlalu pagi, aku ingin berjalan-jalan juga" Ucap Jaechan yang hampir turun.

"Ditengah hujan?"

Jaechan tertawa mencoba menghindari topik "Ya begitu, sejujurnya ada rumah teman—"

"Oh kau disini, aku menunggumu dari tadi"

Money [Suamchan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang