Chapter 02: Hari yang menyebalkan

1.1K 126 13
                                    

"Rupanya Semesta sedang ingin bercanda. Berusaha mendekatkan kedua manusia, jika mereka saja berpikir  kebersamaan dan jatuh cinta, tidak akan mungkin terjadi pada kisah masing-masing."


      Setelah kejadian tadi, Letta memutuskan untuk pergi ke rooftop sekolah, sementara Nadine yang sedari tadi mengikutinya memutuskan untuk pergi ke kelas, perempuan itu lebih memilih mengikuti jam pelajaran, di banding bolos pelajaran seperti Letta.

      Letta membuka kenop pintu rooftop dengan pelan, matanya memencar menatap ruangan yang kosong, hanya dirinya yang ada disini.

      Saat ini cuaca berbeda dari sebelumnya, terlihat langit tampak gelap, sepertinya akan turun hujan pada hari ini. Semesta tau apa yang kini Letta rasakan.

      Letta duduk disalah satu kursi yang ada. Ia mencoba mengatur napasnya dan memejamkan matanya perlahan. Letta lelah menghadapi lelaki itu. Entah apa motif dari Hero yang selalu menggangunya. Memuakkan, pengganggu dan tidak jelas: tiga kata yang cocok untuk menggambarkan sosok lelaki itu.

      Tanpa terasa, setetes air mata turun begitu saja dari kelopak matanya, tanpa ia pinta. Tangan kanannya segera menghapus air mata yang berada di pipinya itu. Lelah, yang kini ia Letta rasakan. Tuhan, tidak bisakah aku meminta satu manusia itu pergi dari hidup ku?

      "Gua dari tadi nyariin lo, ternyata ada disini. Lo pasti lagi ada masalah kan, makanya milih ke tempat ini. Mau cerita?" Lelaki itu tersenyum tulus, senyum yang jarang ia perlihatkan terkecuali kepada Letta. Perempuan itu menoleh ke belakang setelah mendengar suara seseorang yang sangat ia kenal, lelaki itu kini berada di hadapannya.

      Lelaki dengan rahang tegas, alis yang tebal, hidung mancung, dan penampilannya yang bisa terbilang rapi, dia adalah Beni Adyaksa, mantan ketua osis SMA Saloka Trisetya.

      "Beni ... sejak kapan lo ada di sini?"

      "Barusan."

      "Lo berantem lagi sama Hero?" tanya Beni dengan suara yang lembut. Lelaki itu mengetahuinya dari Nadine yang ia temui saat mencari keberadaan Letta, tadi.

      Letta menunduk, ia meremas rok abu-abu sekolahnya mengingat kejadian tadi membuatnya cukup emosi. "Tindakan dia udah diluar batas, Ben. Dia cium gua di depan semua orang."

      "Gua malu, Ben," lanjut Letta berucap pelan.

      Beni mendekat ke arah Letta, lalu menyentuh kedua bahunya. "Lo boleh kok tumpahin rasa kesal lo ke gua, jadiin gua pelampiasan atas rasa sedih lo, ya."

      Letta menatapnya, perempuan itu kembali menangis. Beni yang paham apa yang sedang Letta rasakan, mengelus lembut pipi perempuan itu.

      Beni selalu menatap mata Letta dengan tatapan yang begitu dalam. "Apa yang lo lakuin tadi udah benar kok. Bahkan, satu tonjokan aja gak sebanding dengan perlakuan buruk dia," ucap lelaki itu mencoba menenangkan.

      "Gua jadi cewek yang kasar ya, Ben? Gua gak kenalin diri gua sendiri, gua jadi orang yang berbeda." Letta terisak, suaranya bergetar. Semesta, untuk kali ini saja ijin kan aku menjadi perempuan yang lemah, aku lelah jika terus membohongi diri, mengatakan jika aku perempuan kuat.

      Beni menarik Letta kedalam pelukannya, memeluk tubuh perempuan itu begitu erat. Letta menangis didalam dekapan Beni.

      Beberapa menit kemudian, Letta melepas pelukannya itu, ia menatap wajah Beni. Bersamanya, ia bisa merasakan nyaman dan ketenangan, "Makasih ya," ucapnya sambil tersenyum manis.

LettaHero ( Revisi )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang