Hero terus berjalan sembari mengendong tubuh Letta yang masih tidak sadarkan diri, mereka menyusuri setiap ruangan untuk menuju UKS sekolah. Hal ini tidak luput dari para murid yang kini atensinya tertuju pada Hero dan Letta. Mereka menebak-nebak apa yang terjadi.
"Eh gua mimpi apa semalem bisa liat Hero sama Letta romantis kayak gini."
"Si Letta kayak nggak sadarkan diri tuh, kayaknya pingsan deh."
"Eh iya, ada darah di kepalanya."
"Kenapa ya sih Letta, kok bisa kayak gitu?"
"Palingan sebentar lagi juga bakal heboh di akun lambe salsetya."
Melody yang sedang mengobrol dengan salah satu siswi tidak sengaja melihat ke arah Hero yang tengah mengendong Letta, perempuan itu mencengkram kuat kertas yang sedang dipegangnya. Ia menahan cemburu. "Dasar cewek gatel, bisa aja lo cari cara biar deket sama pacar gua."
Setibanya di ruangan tujuannya, Hero langsung membaringkan tubuh Letta di ranjang UKS, lelaki itu menautkan jari jemarinya, tersirat kesedihan dari kedua bola matanya. Apalagi jantungnya yang terus berdegup kencang. Ia cemas, sangat. Lebih baik melihat perempuan itu marah-marah dan memberinya beberapa pukulan daripada melihatnya tak sadarkan diri seperti ini.
Hero menoleh ke belakang saat mendengar suara langkah kaki seseorang yang mendekat. "Bisa cepet sedikit gak? Lama banget," titah Hero dengan wajah cemasnya.
Siswi yang bernamtag Mira, langsung mendekat membuat Hero menggeser posisinya. "Kak Letta kenapa bisa kayak gini, kak?"
"Gua gak tau kejadian sebenarnya, entah dia jatuh sendiri, atau ada yang sengaja nabrak, soalnya gua sempat liat beberapa anak cowok yang lagi main basket," jelas Hero, membuat Mira menatap miris ke arah Letta yang terluka di bagian pelipisnya.
Tidak butuh waktu lama, seorang wanita paruh baya yang mengenakan seragam putih seperti halnya Dokter pada umumnya berjalan menghampiri Letta dengan stetoskop yang menggantung di lehernya.
"Dok, gimana keadannya?" tanya Hero yang enggan melepas genggamannya pada tangan Letta. Entah apa yang ia rasakan. Nyatanya lelaki itu benar-benar takut sesuatu hal buruk terjadi pada Letta.
Dokter Wulandari menatap Hero sekilas. "Sepertinya ini luka yang tidak begitu serius. Tapi, saya harus memeriksanya lebih lanjut, takut sesuatu hal buruk terjadi akibat benturan keras di keningnya."
"Maksud dokter?"
Dokter Wulandari menoleh ke arah Hero.
"Selagi saya memeriksa pasien, kamu bisa keluar dulu dari ruangan ini, biar saya bisa lebih fokus memeriksanya, luka yang terdapat serius atau tidak," titah Dokter Wulandari, mempersilahkan Hero untuk segera meninggalkan ruangan UKS.Hero menganguk kecil, lalu beranjak pergi keluar dari ruangan dengan perasaan yang gusar, ia mengacak-acak rambutnya frustasi.
Nadine yang baru mendapat kabar mengenai Letta berjalan cepat ke arah Hero yang tengah duduk dengan perasaan gusar. "Lo apain temen gua?!" tanya Nadine dengan emosi yang memuncak, namun Ojan menarik tangannya, agar perempuan itu tidak meluapkan emosinya pada Hero, karena bagaimanapun juga mereka belum tau apa yang sebenernya terjadi.
Sementara Beni Adyaksa, lelaki yang mendapat rumor dekat dengan Letta, menatap Hero dengan tatapan tajam, lelaki itu mengepalkan tangannya, membuat Hero menelan salivanya kasar.
Beni berjalan mendekat dan langsung memberi pukulan ke arah Hero, tepat mengenai rahang lelaki itu. Tubuh Hero tersungkur kelantai. "Brengsek! Lo apain Letta sampai dia gak sadarkan diri kayak gitu?!"
Hero terdiam mematung, lelaki itu menyentuh rahangnya yang terdapat luka.
"Lo tuli? Jawab sialan!" bentak Beni dengan emosi yang menggebu-gebu. Ia mengepalkan tangannya kuat, rahangnya mengeras. Sorot matanya tajam menatap lelaki bodoh yang ada dihadapannya kini.
Hero mencoba bangkit dengan sekuat tenaga. "Maaf." Hanya kata itu yang bisa Hero ucap. Dirinya benar-benar merasa bersalah, dan juga mengakui kesalahannya.
Bruk!
Tubuh Hero tersungkur kelantai untuk kedua kalinya. Kali ini Beni mencengkram kuat kerah seragam Hero. "Enyah lo dari hidup Letta! Lo cuman pembawa masalah bagi hidupnya."
Sementara Nadine yang melihat perkelahian itu bergidik takut, tanpa ia sadari ia menggenggam tangan Ojan.
Ojan yang merasa tangannya digenggam oleh Nadine, menoleh ke samping dan tersenyum tipis, sedangkan perempuan itu yang menyadari Ojan memperhatikannya pun ikut menoleh, kini tatapan mereka saling bertemu.
Nadine merasakan degup jantungnya berdetak kencang, begitupun dengan Ojan.
Dengan cepat Nadine melepaskan genggamannya itu lalu membuang pandangannya ke arah lain. Menahan rasa malu tentunya, sementara Ojan justru menggenggam tangan Nadine kembali.
"Kita balikan, ya? Gak bisa aku lama-lama berantem sama kamu. Maafin aku ya bep?" Permintaan maaf Ojan yang terdengar tulus, mampu membuat Nadine tersipu malu. Perempuan itu pun mengangguk.
Ojan langsung memeluk tubuh Nadine sembari mengelus rambut Nadine membuat mata perempuan itu berbinar-binar sekarang, ia beruntung memiliki Ojan didalam hidupnya, lelaki kedua yang Nadine sayangi setelah papahnya, walau terkadang selalu bertengkar. Namun, akhirnya pasti Ojan yang mengalah, bersikap untuk tidak egois, membuat Nadine selalu jatuh cinta pada kekasihnya itu.
Sementara Beni dan Hero masih melanjutkan perkelahiannya, terlihat luka lebam di wajah Hero karena lelaki itu tidak melawan balik pukulan Beni sedari tadi.
Seseorang keluar dari ruangan UKS, membuat Beni menghentikan perkelahian itu, ia langsung menghampiri Dokter Wulandari dan Mira yang baru saja datang.
"Dok, bagaimana keadaan Letta?" tanya Beni menatap Dokter Wulandari dengan tatapan serius.
"Dia gak amnesia 'kan, Dokter?" timpal Hero yang juga ikut bertanya. Beni menatapnya dengan tatapan sinis.
"Hah, amnesia? ya gak mungkin lah" ucap Ojan langsung berjalan menghampiri Beni. "Dia kan cuman jatuh biasa, gak mungkin separah itu," lanjutnya.
"Eh, tapi bisa aja, soalnya sebelum Letta jatuh, Adin sempet lempar buku tebel ke kepala Letta," jelas Nadine sambil menggaruk kepalanya yang tidak gagal, semua tatapan menyorot padanya. "Maaf," ucapnya dengan lirih.
"Bodoh!"
"Jadi, apa mungkin Letta amnesia?"
Jangan lupa tinggalkan jejak, ya.
Revisi: 14 Oktober 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
LettaHero ( Revisi )
Ficção Adolescente"Jangan berjanji jika tidak bisa menepati. Jangan pernah berdusta untuk menutupi kesalahan, demi menjaga hati yang sudah lama tersakiti, dan jangan sekalipun mengkhianati seseorang yang mencintai mu dengan ketulusan, hanya karena ingin mengulang kis...