Bab IV

190 18 9
                                    

Lily menghela napas berkali-kali. Beberapa kali terbayang akan kemungkinan mengerikan jika ia terlambat sedetik saja.

Gadis itu sedang duduk di sofa yang berada di dekat ranjang Neandra. Menatap lelaki itu dengan sorot canggung.

"Na ...," panggilnya pelan. Gadis itu agak paranoid mengingat balasan Neandra sebelumnya tidak terlalu menyenangkan.

Neandra mengangkat kepalanya. Menghadapkan kepalanya ke sumber suara. Tatapan kosong yang membuat hati Lily nyeri sekali lagi.

"Gue mau istirahat, " kata Neandra.

Usiran halus itu membuat Lily mau tak mau menitikkan air mata lagi. Namun, berbeda dengan sebelumnya saat gadis itu mengumpati Neandra, Lily lebih memilih tidak menjawab. Malah gadis itu menaikkan kaki di sofa berniat untuk tidur.

"Ly? Lo dengar gue, 'kan?" ujar Neandra. Untuk sesaat yang mengerikan, lelaki itu mengira Lily telah pergi.

Namun gadis itu menyahut acuh.

"Nggak dengar. Gue pake headset."

Neandra menghela napas lelah.

"Nanti bokap nyokap lo nyariin," kata lelaki itu tidak menyerah.

"Emang lo pernah lihat mereka peduli sama gue?" kata Lily sinis.

Neandra kehabisan kata-kata. Lelaki itu akhirnya mencoba mengabaikan Lily lalu berusaha meraih gelas yang sudah tersedia kembali di atas nakas.

Prangg!

Lily terperanjat. Dengan cepat menghampiri Neandra yang turun dari brankarnya, berusaha membereskan kekacauan yang dilakukannya sekali lagi.

"Minggir, gue bantuin," ujar Lily.

"Ng-nggak usah. Lo pulang aja, " tolak Neandra, masih meraba-raba lantai untuk mengumpulkan pecahan gelas.

Darah Lily mendidih. Gadis itu memang agak sulit mengontrol emosinya. "Nggak apa-apa. Biar gue aja!" katanya berusaha merebut pecahan kaca yang telah dipegang oleh Neandra.

"Gue bilang nggak usah!" balas Neandra jengkel. Menghempaskan tangan Lily.

Baru saja Lily akan membentak sekali lagi, ringisan Neandra membuatnya berhenti.

Tangan Neandra tergores kaca. Lagi. Gadis itu cepat-cepat meraih tangan Neandra lalu berusaha meniupnya. Namun lelaki itu menariknya. Lily yang terlanjur emosi akhirnya menggebrak dinding nakas dengan keras lalu menarik tangan Neandra kembali.

"Berani nolak bantuan dari gue, gue tendang Lo!" ujarnya ketus. Sifat awalnya saat pertama kali bertemu Neandra kembali lagi.

Lelaki itu akhirnya diam. Terengah-engah akan emosi yang berusaha ditahannya.

"Lo yang kayak gini bikin gue tambah malu, Ly ...," ujar Neandra. Memalingkan pandangannya dari Lily.

Lily melirik Neandra sejenak. Lalu memilih tenggelam kembali ke luka gores Neandra.

"Dalam hal apa gue buat lo malu?" balas Lily sekedarnya.

"Sekarang gue nggak lebih dari beban," jawab Neandra.

"Dari dulu juga lo beban gue," sahut Lily.

"Kalau gitu jangan bikin gue lebih malu dari ini. Please...," Neandra runtuh. Terisak memegang  matanya dengan tangan yang satu lagi.

"Gue bahkan nggak bisa lihat gerakan tangan gue sendiri. Semua yang gue lihat cuma spektrum bayangan aneh yang bikin gue mual. Semua warna tercampur aduk di sekitar gue. Gue udah nggak guna, Ly ... nggak guna," katanya sendu.

Liliandra (NCT DREAM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang