BAB X

88 4 0
                                    

Beberapa tahun lalu, saat Lily masih sekolah dasar...

Lily kecil menangis di depan gerbang sekolah. Gadis itu tersedu-sedu setelah diejek yatim piatu oleh teman-temannya, karena sekali lagi, orang tua gadis itu tidak datang ke rapat rutin guru dan orang tua.

Sekali lagi gadis itu menyedot ingus, ketika seorang anak lelaki sepantaran dirinya berdiri di hadapan Lily dengan wajah datar.

"Jelek banget," makinya.

Lily mendongak dengan kesal. Siapa lagi, sih, yang tega mengganggu momen mellownya?

Gadis itu berdiri dengan wajah kesal. Menyedot ingus sekali lagi.

Tak disangka, anak lelaki itu mengusap air mata Lily dengan lengan bajunya.

"Nggak punya tisu soalnya," kata anak itu. "Nah, walau jeleknya masih ada, muka tanpa air mata gini lebih mendingan," lanjut anak itu tersenyum tipis.

Lily mengenalnya. Surya Mahesa. Teman sekelasnya yang penyendiri, suka bertingkah aneh dan pemalas. Gadis kecil itu menaikkan alis. Kenapa tiba-tiba anak itu menyapanya? Pakai segala lap air mata lagi.

"Kok kamu tiba-tiba nyamperin aku, sih? Biasanya lirik juga nggak," tanya Lily. Menjadi pusat rundungan membuatnya tidak punya banyak teman.

Namun Surya mengangkat bahu. "Bosan. Butuh mainan baru, walau agak jelek, kamu lebih baik dari spesies manusia lain di kelas kita," ujarnya.

"Heh?! Kok mainan?! Kalau aku nggak mau?" kata Lily protes. Enak saja.

"Aku cuma ngasih tahu. Bukan minta persetujuan," balas Surya datar.

Baru saja Lily ingin membalas, limosin hitam terlebih dahulu berhenti di depan keduanya. Beberapa pria berseragam turun dari mobil panjang itu.

"Permisi, Tuan. Waktunya menuju rumah. Waktu sosialisasi telah habis," kata salah satu pria itu.

Lily bisa sangat jelas melihat wajah Surya yang muram, namun tetap naik ke mobil.

"Sampai jumpa di sekolah," ujarnya pelan lalu menutup pintu limosin itu.

Lily otomatis melambaikan tangan. Agak heran, namun tanpa sadar, gadis itu tersenyum.

***
Beberapa tahun kemudian ...
Hari kelulusan SD ...

"Heh! Lo dimana?! Gue sendirian di aula kayak orang bego tahu, nggak?!"

Lily berkali-kali mondar-mandir keluar masuk aula.

Suryaㅡ teman berkelahinya, tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Ayolah! Anak itu memang sering terlambat, tapi ini, kan, hari kelulusan!

"Bentar, ini nanggung. Push-rank dulu," balas Surya sekenanya dari seberang telepon.

Tentu saja, perkataan itu membuat seorang Lily Swastamita membelalak lebar saking kesalnya.

"HEH, NGENGAT BEGO! KALAU LO NGGAK DATANG DALAM WAKTU 5 MENIT, PERTEMANAN KITA END!" kata gadis itu dengan menggebu-gebu.

"Dih."

Lily menutup telepon dengan air mata yang sudah sangat siap untuk meluncur. Gadis itu pun kembali masuk ke aula dengan langkah lesu dan perasaan kacau.

Namun, Surya sebenarnya datang. Anak itu bahkan datang lebih pagi daripada siapapun di sekolahnya hari itu.

Ketika Lily menutup telepon, Surya mengeratkan genggaman tangannya pada telepon genggam. Menggumamkan kata maaf dalam hati.

Seorang pria bertubuh tinggi besar dan berjas hitam muncul di belakang Surya.

"Tuan muda, pesawat sudah siap. Kita harus berangkat," katanya.

"Bahkan gue nggak diizinin ikut acara kelulusan?" Surya protes dengan lirih.

"Perintah Tuan Besar adalah mutlak. Saya harap pengalaman panjang selama hidup anda membuat Tuan Muda lebih banyak belajar," balas lelaki itu pelan, tapi tegas.

Surya mengangguk dengan lesu, lalu memasuki limosin hitam yang akan membawanya entah ke mana

***

Masa sekarang ....

Sepulang dari ruang BK dan diberi teguran 'ringan' ala bu Sandra, Lily bergegas keluar berniat mencari keberadaan Surya.

Saat di rumah sakit, ia benar-benar tidak sadar karena terlalu terfokus pada keberadaan Neandra.

Namun sekarang ia sadar, dan ingin menuntut jawaban atas menghilangnya lelaki itu selama sekian tahun, dan mengapa tiba-tiba ia muncul kembali.

Gadis itu membuka pintu kantor dengan cukup keras, membuat semua orang di ruangan itu menoleh ke arahnya.

Lily terbungkuk-bungkuk meminta maaf sambil berlari ke arah seorang staf tata usaha.

"Bu, anak laki-laki yang namanya Surya Mahesa di kelas mana, ya?" ucapnya tergesa-gesa.

Walau sembari mengerutkan kening, guru itu tetap menjawab pertanyaan Lily.

"Kelas XI IPS 1. Memangnya kenapa?"

Lily tidak menjawab. Demi mendengar jawaban tadi, gadis itu segera berlari menuju ke arah yang disebutkan. Tidak memedulikan siapa saja yang telah ditabraknya.

"Hah ... hah ...."

Gadis itu terengah-engah. Ia melongokkan kepalanya ke jendela kelas XI IPS 1 yang sudah separuh kosong.

Nihil. Ia tidak melihat Surya di antara mereka.

Dengan menghela napas lesu, Lily akhirnya berjalan gontai, berniat meninggalkan tempat itu.

"Lari mulu. Nyariin gue, ya?"

Lily membolakan matanya. Kepalanya terangkat dengan cepat. Walau agak lebih bass dibandingkan suaranya dahulu, Lily mengenali suara ini.

"Surya ...."

***

Tbc.

Yeay! I am back!

Setelah galau brutal nungguin perpulangan, akhirnya bisa update juga!!!

Nah, loh, Lily udah ngeh sama keberadaan Surya@_@ apakah Surya adalah second lead male berikutnya?

Hohoho, nantikan terus, ya!

Salam hangat,
Xyraa~ang@_@

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Liliandra (NCT DREAM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang