Bab VII

118 14 3
                                    

"Wuihhh, Lo buta sekarang?"

Neandra berjengit. Ia kenal suara itu. Felix. Si biang onar nomor satu di sekolah. Seingatnya ia tidak pernah membuat masalah dengan Felix.

"Sorry, gue lagi nggak mood," ujar Neandra berusaha tenang. Sadar diri bahwa keadaannya tak lagi memungkinkan.

Felix dan teman-temannya tertawa terbahak-bahak. Neandra menatap nanar bayangan kabur Felix. Napasnya memburu.

"Wih, gue baru pertama kali lihat tongkat beginian di dunia nyata. Duh, thanks banget, ya, udah hibur gue. Hahahaha!" Felix lalu menunduk, menatap remeh Neandra lalu berkali-kali melayangkan tinju kosong di depan wajah lelaki itu.

"Pfftt- kasihan yang buta beneran!" kata Felix menahan tawa karena tak melihat respon apapun dari mata Neandra.

Emosi Neandra memuncak. Namun masih berusaha sabar. "Balikin tongkat gue," ujarnya pelan.

Felix berhenti tertawa. Ia lalu menarik keras kerah baju Neandra hingga membuat lelaki itu berdiri. Lelaki blasteran pembuat onar itu mendecih kasar. "Belagu banget. Udah lemah juga. Gimana mau becus jagain cewek," desis Felix, melepaskan tongkat Neandra, lalu menghempaskan tubuh lelaki malang itu hingga terjerembab ke lantai.

Neandra mengepalkan kedua tangannya. Tidak bergerak saat Felix dan teman-temannya berlalu.

Setelah yakin para pembuat onar itu pergi. Neandra menghela napas. Ini baru hari pertamanya dan ia sudah diperlakukan seperti ini. Tangan Neandra meraba-raba lantai untuk menemukan tongkatnya.

Jenandra melihat kejadian itu dari depan pintu kelas. Dari awal hingga akhir. Berniat menolong, namun entah kenapa kakinya tak bisa bergerak. Terpaku. Lalu akhirnya lebih memilih untuk berlalu, berpura-pura tidak melihat.

Neandra hampir saja berteriak frustasi sampai seseorang tiba-tiba menyentuhkan tongkat tipis itu ke tangannya. Segera setelah menyentuh tongkat itu, Neandra berdiri. Berusaha mengenali siapa yang membantunya.

"M-makasih, ya," ujar Neandra.

Itu Galen. Si ketua kelas yang gila belajar. Sang ketua kemudian menuntun Neandra ke kursi lalu kembali ke bangkunya sendiri. Tak berniat menyambut ucapan terima kasih dari Neandra.

"Lo siapa?" tanya Neandra. Masih yakin Galen ada di dekatnya.

"Orang," jawab Galen tidak peduli.

Neandra mengernyit. Agak sedikit tersinggung namun memilih tak berkata apa-apa. Bagaimanapun, orang itu telah membantunya. Lelaki itu kemudian terduduk canggung di kursinya sendiri, menunggu teman kelasnya selesai dari kegiatan jajannya. Ngomong-ngomong, Jenandra ke mana? Selama ia dirawat sampai sekarang, anak itu tak pernah menemuinya.

***

Bel pulang yang ditunggu-tunggu Lily akhirnya berbunyi. Tepat saat guru mapelnya keluar, gadis itu melompat dari kursi dan berlari menuju koridor kelas bahasa.

"Neandra! Pulang bareng, yuk!" serunya keras. Membuat siswa-siswi kelas bahasa yang baru pulang menoleh ke gadis itu dengan tatapan risih.

Lily kemudian masuk ke kelas Neandra yang sudah sepi, menyisakan Neandra yang masih duduk canggung dan Galen yang sedang merapikan buku.

"Yuk!" ujar Lily.

Neandra mengedipkan mata dua kali. Memandang Lily dengan tatapan tidak fokusnya.

"Oh, yuk!" balasnya sambil meraba-raba bangku di sebelahnya untuk mengambil tas. Lantas berusaha berdiri.

Lily dengan sigap menggaet lengan Neandra untuk membantu.

"Sip. Kak Jinan udah nungguin di tempat parkir, tuh," ujar Lily. Neandra hanya mengangguk.

"Gue duluan, ya," pamit Galen pada keduanya.

"Eh, masih ada orang?" Neandra mengernyit bingung.

Lily mengangguk. "Hooh. Tuh, si Galen. Ketua kelas Lo," jawabnya.

Neandra membolakan mata. "Oh, Galen! Lo juga, 'kan, yang tadi bantuin gue?" tanyanya.

Lily menatap penuh tanda tanya. Galen hanya mengangkat bahu. "Iya. Bye, guys! Gue duluan. Gue ada bimbel 15 menit lagi," pamit Galen sekali lagi lalu melangkah keluar kelas.

Segera setelah Galen pergi, Neandra melepas pegangan Lily dari lengannya. "Nggak usah bantuin gue dulu. Sekedar jalan dari kelas ke tempat parkir gue juga mampu, kok," ujar lelaki itu.

"Tapi ...," kata Lily protes.

"Lo jalan di depan gue aja, biar ada yang nuntun," jelas Neandra sekali lagi.

Lily tampak tak rela namun akhirnya memilih mengangguk. "Gue jalan duluan kalau gitu," ujarnya.

Setelah mendapat anggukan dari Neandra, Lily mulai berjalan. Neandra berusaha mengikuti bayangan kabur dari Lily. Karena terlalu tiba-tiba, kaki lelaki itu terantuk di kaki meja sebelahnya.

"Akh!" ringisnya.

Lily menoleh panik. Berniat menolong Neandra. Namun, lelaki itu dengan cepat menepis tangannya.

"Nggak usah!" katanya, menghela napas. Berusaha menahan air mata kekesalan yang ingin menyeruak keluar. "kalau gue bilang mampu, ya, mampu! Bisa, nggak? Lo jangan perlakuin gue kayak orang yang nggak bisa ngapa-ngapain?" Terengah-engah Neandra mengatakan itu. Menghadapkan pandangannya pada lantai yang dingin.

Lily menyesal. Merasa bersalah karena telah meremehkan Neandra. "Ok, maaf," ujarnya pelan.

Neandra tidak menjawab. Dengan bantuan tongkat, lelaki itu berdiri. "Yaudah, jalan, yuk." Nada Neandra melembut saat mengatakan itu.

Lily bergeming. Bergerak memegang tangan Neandra. Hampir saja lelaki itu protes, tetapi Lily dengan cepat memotongnya. "Jangan geer, ya! Gue nggak lagi bantuin Lo. Kan biasanya kita emang jalannya gandengan. Dan jangan harap gue bakal jalan pelan-pelan ngikutin langkah kaki Lo," lanjutnya sambil tersenyum, menarik tangan Neandra.

Lelaki itu terdiam. Memilih menutup mata sambil berjalan. Lagipula tak ada bedanya ia menutup mata atau tidak. Di sampingnya, Lily berjalan santai, sambil bersiul ringan. Untuk pertama kalinya setelah kecelakaan itu .... Untuk pertama kalinya ... tak ada keraguan dalam langkah Neandra.

***

TBc.

Yeay! Up!

Mumpung perpulangan pondok, ye, kan:)

Mari bersiap menghadapi suka duka kelas XI bersama :')

Liliandra (NCT DREAM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang