Introducing dr.Haffi

3 2 0
                                    

🎵I'm coming for ya,
    I'm coming for ya
Cause all I need
         It's a beauty and the beat🎵

Artha mengakhiri alunan lagunya begitu ia selesai mengoleskan lipbalm di bibir tipisnya, Gadis itu melihat dirinya di cermin dan memekarkan senyum, ia akan mengenakan lagi jaket Rafa hari ini

"Jiakhh senyum senyum boss, mikirin siapa sih sista?" Tanya Diego yang berada di ambang pintu kamar Artha dengan senyum jahil yang mungkin tak pernah hilang dari wajah yang tak mau Artha akui tampan itu

Diego Adibtara, Adik kandung semata wayangnya, jarak umur mereka tak terlalu jauh, hanya 2 tahun, mungkin itu yang membuat Diego tak mempunyai akhlak sama sekali terhadapnya

"Sejak kapan lo disitu?" Tanya Artha memutar bola matanya malas

"Dari awal Lo nyanyi." Jawab Diego tanpa dosa

"Bangke lo!" Umpat Artha kesal

"Rafa or Zaki? Ngaku aja kali, gue jaga rahasia kok!" Goda Diego menaik turunkan alisnya

Artha mendengus kesal lalu berjalan menuju adiknya itu, "Lo udah pernah gue gorok belom?"

"Oh belum, mau nyoba dong!" Saat itu juga wujud Diego seakan berubah menjadi gas, menghilang dengan melesat begitu cepat

Tentunya itu membuat Artha harus mengeluarkan keringat sucinya pagi pagi buta seperti ini, bocah kecil itu memang kurang ajar, kira kira seperti inilah rutinitas kedua kakak beradik itu selama kurang lebih 12 tahun

"SINI LO DIEGO!" Panggil Artha geram, "WOI SEPUPU DORA SINI LO!"

Namun bukan hentian Langkah kaki yang Artha dengar melainkan tawa puas dari sepupu dora itu, adiknya itu benar benar harus ia habiskan pagi ini juga

"Eh, ada apa pagi pagi udah ribut?" Tanya Bunda heran saat Diego bersembunyi dibelakang dirinya

"Anak Bunda mau di gorok katanya Bun." Jawab Artha berusaha menangkap Bocah kelas 2 SMP itu

"Diego! Bunda tau cinta kamu di tolak Aliyah tapi gak gini juga say." Goda Bunda sembari menyiapkan sarapan untuk keluarga kecilnya

Ucapan Bunda berhasil membuat Langkah serta tawa Diego berhenti saat itu juga kini ia beralih menatap Artha yang tersenyum miring padanya

"Bunda ih, jangan buka kartu coba." Keluh Diego yang berjalan malas ke kursi makannya

Artha mengikuti Langkah juntai Diego dari belakang dan masih mempertahankan senyum miringnya, "Jadi di tolak sama Aliyah?"

"Diem lo! Cinta lo juga bertepuk sebelah tangan kok sama Rafa." Balas Diego tak mau kalah

Artha memegang jaket Rafa yang kini ia kenakan, "Enggak kok, ni jaket Rafa sekarang sama gue, gue gak bertepuk sebelah tangan."

Diego menepuk tangannya, "Wah! Maling dimana lo Kak?"

"Eh? Kok bisa tepuk tangan? Kan cintanya bertepuk sebelah tangan, HAHAHAHAHHA." Ejek Artha tertawa puas dengan lelucon konyol yang ia keluarkan

"Prik ni orang." Gumam Diego menggeleng heran

"Makanya kalo di sekolah gausah sok ice boy bro, mana mau cewek deket deket sama lo, dikira ice boy keren apa?" Nasehat Artha

"Bacot bacot." Kata Diego tak peduli, lelaki itu meneguk segelas susu yang Bunda berikan

"Mending show yourself aja, wibu kan? Ras terkuat di SMP Angkasa." Artha masih mencoba untuk menjahili adiknya itu

"Agak gila lo sekarang ya?" Tanya Diego

"Bun, kakak di bilang gila!" Keluh Artha pada Bunda yang baru saja menduduki bokongnya di kursi

"Diego, tiati lo omongan di hisab di akhirat nanti." Ucap Bunda mengingatkan

"Iyaa Bun." Kini Diego lemah, ia tak bisa puas menjahili kakaknya karna kehadiran Bunda, namun Ia tersenyum dan menjulurkan tangannya pada Artha, "Maafkan Adikmu ini Wahai Kakanda!"

Artha menjabat tangan Diego dengan senyuman jahil, "Dengan berat hati."

Dengan cepat Diego menarik Kembali tangannya dan mulai makan

"Go, kok bau tangan gue aneh abis megang lo? Cobain deh!" Artha mengarahkan tangannya ke hidung Diego karna merasa sesuatu yang aneh

"Bau apa emang? Perasaan tangan gue wangi deh, tangan lo juga biasa aja." Heran diego

"Bau bawang." Sungguh Artha tak bisa menahan tawanya karna jokes receh yang ia buat apalagi melihat wajah Diego yang seakan ingin mencekiknya sekarang juga

"Artha! Diego! Kenapa sih? Ribut terus tiap pagi! Ayah pusing dengarnya!" Protes Ayah yang baru saja tiba di ruang makan

"Kakak Yah, gak jelas." Keluh Diego mendecak

"Artha! Harus berapa kali Ayah bilang? Kamu sudah besar, berhenti main main seprti anak kecil lagi." Tegas Ayah

Artha meneguk salivanya dan berniat untuk diam saja, ini sudah menjadi rutinitasnya setiap pagi. Jika kalian berpikir Artha mempunyai seorang Ayah yang menyenangkan? Kalian salah besar,

Artha tak memiliki itu, Ayah bukanlah orang yang demokratis dan selalu memandang kesalahan dari sebelah pihak, Hari ini ia menyesal tertawa saat pagi, endingnya akan menjadi seperti ini

Tidak seperti kebanyakan perempuan yang sangat dekat dengan sosok tulang punggung keluarga, Artha berbeda, ia mempunyai seorang Ayah yang keras meski bukan kalangan Abdi Negara

Perkenalkan, Haffiyan Adibtara seorang Dokter Spesialis penyakit dalam, sosok Ayah 2 anak yang tak menyenangkan sama sekali, apalagi bagi anak perempuannya

Padahal dulu, Artha mengingat dengan jelas bahwa Ia sangat dekat dengan Lelaki paruh baya ini tapi mengapa seiring berjalannya waktu hubungan mereka malah menjadi semakin canggung?

Artha pun melahap nasi goreng dengan cepat karna ia ingin cepat cepat meninggalkan meja makan, ia ingin cepat cepat menuju sekolah daripada harus melihat lelaki yang genap berusia 40 tahun itu

"Anak anak Cuma bercanda kayak biasa kok Yah, bukan masalah sudah besar atau masih kecilnya." Bela Bunda memecahkan keheningan diantara mereka

"Ya tapi bikin rumah ribut." Haffi masih saja menyudutkan kedua anaknya itu

"Terus? Kamu mau rumah kita sepi? Hawanya dingin kayak hati kamu gitu?" Tanya Bunda berusaha menyadarkan suaminya itu

"Enggak, maksud aku mereka kan udah pada besar, kurangin lah setidaknya sifat kekanak kanakannya." Ucap Ayah tak mau kalah

Artha tersenyum samar, lelaki ini selalu menemukan alasan yang logis, dan tak bisa kalah dalam berdebat, sungguh, ia bangga pada Bunda karna berhasil bertahan dengan Lelaki ini selama 17 tahun

"Artha, Kamu beli Jaket baru?" Tanya Haffi mengalihkan topik

Artha berusaha mengembangkan senyumnya karna jarang jarang Ayah memperhatikan sesuatu yang ada pada dirinya, "Oh nggak Yah, ini jaket temen aku, Ayah ing-."

"Oh." Haffi memotong omongan Artha dengan santainya dan melanjutkan makanannya

Senyum Artha masih bertahan meski sudah terlihat getir lalu perlahan ia memusnahkan senyumnya, Ayah selalu begitu, tak pernah ingin mendengarkannya bercerita, sama sekali.

🤍🤍🤍
DOAIN AKUR AJA🙏🏻

A R T H ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang