Main Gila

8.1K 68 2
                                    

Kasih masih tak menyangka jika Diana, teman satu-satunya yang sangat dia percaya ternyata tega melakukan seperti itu.

Dan perkataan wanita itu, sedari tadi selalu saja mengganggunya. Benarkah suaminya di perantauan sana tengah berselingkuh?

Di satu sisi, Kasih dengan tegas menampik ucapan wanita itu. Namun, di sisi lain dia juga mulai meragu dengan kesetiaan suaminya. Memang benar, belakangan ini suaminya kerap kali bertingkah aneh, jangankan mengirimkan dia uang, memberi kabar pun rasanya sangat jarang.

Kasih menghela napas berat, lalu menggeleng tegas. Tidak! Dia tidak boleh terkecoh dengan ucapan siapa pun, biar bagaimanapun juga dia harus percaya dengan suaminya.

"Jangan gampang percaya dengan omongan yang belum tentu benar, Kasih. Suami kamu di sana mati-matian sedang mencari uang, seharusnya kamu banyak-banyak berdoa, bukan malah berpikir yang tidak-tidak," gerutu wanita itu, mengingatkan dirinya sendiri.

Biarpun seperti itu, tetap saja Kasih masih gelisah. Oleh karena itu, Kasih pada akhirnya memutuskan untuk menghubungi nomor suaminya.

Kasih tersenyum lega ketika panggilannya langsung diangkat oleh suaminya.

"Kenapa lagi? Nggak bosan tiap waktu nelpon terus?" tanya Dani dari ujung sana, terdengar malas.

Senyuman Kasih perlahan hilang. Harusnya Dani senang karena Kasih selalu memberikan kabar, tapi kenapa reaksi pria itu sangat berbeda?

Biasanya, jika Kasih menghubungi Dani lebih dulu, pria itu selalu bersemangat menceritakan apa saja yang terjadi padanya, kesehariannya seperti apa, tapi saat ini, Dani yang Kasih kenal, tampak jauh berbeda.

"Mas," panggil Kasih dengan suara lirih. "Ini aku loh, kamu nggak kangen sama aku?"

Dari ujung sana, Dani terdiam cukup lama, kemudian menghela napas berat.

"Aku sibuk, Kasih. Nggak ada waktu buat hubungi kamu."

"Iya, aku tahu. Mas kerja keras di sana, tapi ... kenapa reaksi kamu berlebihan seperti itu, kamu berbicara denganku seperti orang asing saja. Aku ini istri kamu loh, Mas."

"Ya, ya, ya. Aku minta maaf," sahut Dani dengan malas. "Mau minta uang lagi?"

Kasih tersenyum kecut, ingin mengatakan iya, tapi dia urungkan. Setidaknya saat ini pikirannya tidak terlalu kalut ketika mendengar suara suaminya.

"Nggak," dusta wanita itu. "Mas, kapan Mas pulang? Aku kangen banget sama kamu. Kita cari uang sama-sama aja di sini, ya. Mas nggak usah pergi merantau lagi," pinta Kasih.

"Nggak bisa!"

Kasih terperanjat ketika mendengar suara nada tinggi dari Dani.

"Kenapa, Mas? Apa aku salah ngomong?"

"Aku nggak bisa setujui usul kamu, kamu tahu sendiri kalau keuangan kita benar-benar seret kalau aku kerja lagi di situ!"

Kasih meremas ponselnya dengan kasar. Menurutnya, Dani bertindak yang sangat berlebihan.

"Sama aja, kan, Mas. Kamu merantau atau tidak, keuangan kita tetap saja seperti ini, nggak ada perkembangan. Jadi, buat apa kamu jauh-jauh pergi merantau, Mas."

"Kata siapa? Asal kamu tahu, di sini aku jauh lebih baik. Aku mempunyai segalanya, apa yang aku mau selalu tercapai."

Kasih mengerutkan keningnya, heran dengan ucapan suaminya. Bukankah selama ini ketika Kasih meminta uang, pria itu selalu mengatakan tidak ada?

"Sayang, siapa?"

"Bu-bukan siapa-siapa."

Belum sempat Kasih membuka mulut, dia lebih dulu dikejutkan oleh suara seorang wanita dari ujung sana. Terlebih lagi, wanita itu menyebut kata 'sayang' lalu tak lama kemudian suaminya yang menjawab. Pun dibalas tak kalah lembut oleh pria itu.

Partner di Atas RanjangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang