Sebuah Pertanggungjawaban

3.6K 49 3
                                    

[Sampai jam segini kamu belum datang? Apa kamu ingin bermain-main denganku, Kasih?]

Kasih menelan salivanya dengan susah payah ketika mendapat pesan dari Gilang.

Memang dia berniat tidak akan mendatangi pria itu. Alasannya karena hari ini mood dia benar-benar buruk karena ulah suaminya.

Beberapa kali Gilang menghubunginya, tapi selalu Kasih abaikan. Dia pikir nanti ketika ditanya oleh Gilang, dia bisa saja mencari alasan.

Tapi, isi pesan Gilang kali ini mampu membuat nyalinya menciut. Sepertinya Gilang mengetahui kalau dirinya tengah menghindari pria itu.

[Aku sedang tidak enak badan. Lain kali saja aku menemuimu.]

Tangan Kasih gemetar ketika mengetik pesan tersebut. Dia sangat berharap jika Gilang akan mengerti. Namun, matanya terbelalak ketika dia mendapat balasan pesan dari Gilang.

[Benarkah? Aku sudah berada di depan rumahmu, cepat buka pintunya, jangan banyak alasan!]

Kasih langsung beranjak dari tempat tidurnya, dia mendekati jendela untuk melihat apakah benar Gilang berada di depan rumahnya atau tidak.

Jantungnya berdegup kencang ketika melihat sebuah mobil terparkir tepat di depan rumahnya, sudah dia pastikan bahwa itu punya pria itu.

Apalagi saat ini para tetangga selalu melihat ke rumahnya, tak luput dari penglihatan Kasih mereka tengah berbisik-bisik. Kasih sangat yakin bahwa saat ini tengah menjadi bahan gibah dari mereka.

Kasih tersentak kaget karena mendengar ponselnya berbunyi. Dengan takut dia mengangkat panggilan tersebut.

Ketika dia ingin membuka mulut, Gilang lebih dulu memotong pembicaraannya.

"Masih ingin mengabaikanku, heh? Cepat buka pintunya."

"Oke, oke. Tunggu sebentar," kata Kasih cepat. Wanita itu langsung mematikan sambungan teleponnya, lalu buru-buru melangkahkan kakinya keluar dari kamarnya.

Tepat berada di depan pintu, Kasih menarik napas dalam-dalam, lalu membuangnya dengan kasar.

Dia pun membuka pintu itu secara perlahan, tak lupa juga dia memberikan senyuman kikuk pada Gilang.

"H-hai," sapa Kasih gugup.

Gilang tak menjawab, dia meneliti tubuh Kasih dari atas sampai bawah, dahinya mengernyit heran.

"Sepertinya kamu baik-baik saja, tidak ada tanda-tanda sakit," sindir Gilang.

Kasih mengusap tengkuknya sambil meringis. "Itu, sebenarnya aku tadi lagi--"

"Siapa yang datang, Nak?"

Kasih gelagapan ketika ibunya tiba-tiba saja mendekat ke arahnya.

'Aduh, kenapa jadi seperti ini sih, ini gimana jawabnya,' keluh wanita itu dalam hati.

"Siapa ya?" tanya Mutia, karena tak mendapat jawaban dari Kasih, akhirnya dia bertanya pada Gilang.

"Saya Gilang," jawab pria itu sambil mengulurkan tangannya pada Mutia.

Mutia ingin bertanya lebih. Namun, tak sengaja dia melihat segerombolan ibu-ibu tengah menatapnya seraya berbisik-bisik, membuat Mutia mengurungkan niatnya.

"Kalau begitu silakan masuk, kita ngobrolnya di dalam aja," ajak Mutia.

Tanpa berlama-lama Gilang pun langsung masuk, sebelum dia menjauh dari Kasih, Gilang sempat mencengkram pundak Kasih dengan erat, membuat Kasih meringis kesakitan.

"Jadi begini, maaf kalau saya bertanya langsung pada intinya, maksud kedatangan Anda ke sini ada apa, ya? Apa kami memiliki utang pada Anda?" tanya Mutia, menatap Gilang harap-harap cemas.

Partner di Atas RanjangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang