3

2.5K 338 42
                                    

"Anjir tugas apaan ini Ya Tuhan.. Gue kayaknya salah masuk jurusan deh, gimana bisa Gue masuk Arsitektur disaat Gambar Gue yang paling bagus aja 2 gunung pake sawah???" Jeno mencak-mencak melihat kiriman tugas dari grup kelas.

"Nyesel Lo? Telat sih kalo kata Gue Jen, inget Lo semester 4." Renjun, teman seperjuangan Jeno yang sama-sama lelah berurusan dengan maket.

"Aaarrghh Lo tuh diem aja Jen, Gue juga mumet ini. Dulu harusnya Gue ga ngikutin kalian masuk sini." Haechan mengusak rambutnya agak kasar.

"Ya itu salah Lo sendiri kenape ngikut kalo ga minat, dasar aneh." Kata Jeno sambil terkapar diatas sofa lobby fakultas teknik.

"Ngaca dong bangsat." Haechan tersulut.

"Diem bangsat Gue tambah mumet!!"  Siapa bilang Renjun ga mumet? Dia ini sebenarnya sumbu nya pendek, alias gampang emosi. Tapi dari pada masalah hidupnya, tugas kuliah cuma seuprit dari bagian itu.






"Gue gatau Mark bisa kasar begitu."

"Iya Gue ga nyangka sih. Kasian Giselle anjir, Lo liat ga sih tadi pipinya sampe merah. Gilak tega banget Dia."





Jeno yang awalnya terkapar, dengan cepat bangkit dari sofa. Tapi sebentar, Ia ingin memastikan apa yang Ia dengar tadi.

Kedua teman nya ini pun sama tegang nya dengan Jeno. Mereka berdua saling melempar tatapan untuk memastikan Jeno tetap tenang. Mereka tidak bodoh untuk bisa mengartikan gerakan panik Jeno tadi, mereka tahu persis.




"Untung Giselle bisa nguasai emosi biar ga meledak, Lo liat tadi Dia tenang banget. Yah walaupun akhirnya mbentak Mark juga. Kasian tau mereka ada masalah apa ya."

"Giselle tegas banget, Gue suka sifatnya."




"Maaf Giselle dimana sekarang?" Jeno mendekati kedua wanita yang sedang membicarakan Giselle tadi.

"D-Dia, di taman fakultas terakhir kita liat tadi." Perempuan yang ditanya tersentak kaget dengan kemunculan Jeno.


Jeno bergegas dengan menyambar jaket serta kunci motornya. Ada apa si bangsat itu nemuin Giselle lagi.

"Jen, inget Lo ga boleh emosi. Cari tau dulu." Haechan berdiri untuk menahan kepergian Jeno yang tiba-tiba.

"Gue ga janji."










Jeno sampai di taman fakultas MIPA. Ia memarkirkan motor dengan tergesa-gesa kemudian berlari menyusuri taman. Ia ingat betul Giselle pernah berkata kalau Dirinya suka jalan jalan menyusuri taman sendirian. Dia suka duduk di bawah pohon Angsana yang punya bunga kuning saat mereka mekar. Itu indah kata Giselle.

Dan yah, perjuangannya berlarian siang bolong begini terbayarkan. Dia benar-benar disana, dibawah pohon Angsana.

"Nah.. Ketemu."

Jeno berjalan mendekati Giselle yang terduduk dengan kedua lututnya Ia peluk, wajahnya Ia benamkan diantara lengannya. Nafas Jeno masih terengah-engah, dan itu membuat bunyi yang sepertinya sampai ditelinga Giselle.

Giselle mengangkat wajahnya, melihat sosok Jeno dengan baju yang berantakan karena berlarian. Dia terkejut.

Jeno berdiri tepat di depan Giselle yang masih bertukar tatap dengannya. Perempuan itu memiliki bekas tamparan berwarna merah di pipinya. Tidak, itu menyakiti hati Jeno.

Ia bersumpah akan membalas lelaki bajingan itu dengan tinju di seluruh wajahnya. Jeno mungkin tidak menyadari nya, tapi kedua telapak tangannya mengepal. Ia menahan diri untuk tidak meledak.

Zoo - JenSelleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang