PART-11 TERJEBAK INSIDEN

3 1 0
                                    

   Erni mematahkan garpu dan sendok karena masih kesal dengan perlakuan Pak Harun yang lebih membela Anty daripada dirinya. Tatapannya begitu tajam dan penuh kebencian sesekali mengambil lagi garpu yang ada dihadapannya. Sendok pun sudah menghabiskan sepuluh untuk dia jadikan korban kemarahannya.

     "AHHH, SIAL!!!"

     Erni terus merutuki diri karena kesalahan dirinya sendiri.

     "Kamu kenapa sih, Er?" tanya Susi, ibu dari Lusie.

      "Kamu tahu gak sih, gara-gara anak gak tahu diri itu sekarang aku dipecat." Erni menceritakan pada Susi.

    "Jadi, kamu gak bisa lagi buat balas dendam?" tanya Susi sambil ikut duduk. "Ampun, deh. Kenapa garpu sama sendokku yang kamu jadikan korban, Erni." Susi baru menyadarinya dan mengambil semua sendok yang berserakan di atas meja seraya mengambil semua perabotan yang ada di ruang makan. Tudung saji, pemanas sayur dan tempat sendok beserta sendoknya.

     "Kalau kamu emosi, jangan jadikan perabotan rumahku korban, dong. Memangnya beli gak pakai uang." Kali ini Susi marah pada Erni.

     "Halah, bisa kan beli lagi. Gitu aja dipermasalahkan." Erni mulai ketus.

     "Kalau punya uang bisa beli kalau gak punya memangnya beli bisa pakai daun, batu, apa sekalian beli pakai air. Noh, melimpah memangnya bisa?" tanya Susi kali ini dia dibikin marah oleh Erni.

     "Iya, iya, besok aku belikan pakai air." Erni kembali melempar potongan garpu keesembarang tempat.

    Susi tidak habis pikir jika kemarahan Erni sudah sampai ubun-ubun semua akan habis masa aktifnya dan berakhir ke tempat sampah. Mungkin selama ini Susi mengira hanya paket data saja yang akan masa tengang tetapi ternyata perabotan rumahnya pun berakhir tragis.

     "Ok, sekarang aku bakal lebih kejam lagi. Aku gak terima kalau anak gak tahu diri itu sekolah apalagi berperingkat. Nilai aja selalu nol, gampang aja aku musnahkan!" geram Erni seraya pergi menuju halaman rumah dan melihat rumah kecil yang berdiri diujung dengan pagar kayu yang sudah mulai terlihat lapuk.

     Di ruang makan, Susi terlihat menyesal karena melihat garpu-garpu yang berserakan dan tentunya sendok mahalnya yang dia beli dari jauh-jauh negera sudah patah menjadi dua.

    ****

    Lusie duduk di sandaran kursi depan kelas. Dia tidak bisa lagi bertindak semena-mena jika dalam keadaan ramai karena Erni sudah tidak lagi bersama dirinya saat ini dan tidak bisa untuk mendukung kejailannya. Namun, Lusie tetap membenci Anty karena dia selalu diprovokatori oleh Erni.

     Radit yang baru saja keluar kelas langsung menemui Anty yang tengah melamun dibawah pohon.

     "An, kantin yuk." Radit mengajak Anty dan Anty mendongak karena suara Radit.

     "Kamu aja, aku gak laper." Anty menolak ajakan Radit dan memilih tetap diam ditempatnya.

     "Ya udah, kamu tunggu disini biar aku belikan cemilan." Radit bergegas lari menuju kantin.

     Anty melihat punggung Radit yang semakin menjauh dan menghilang dari pandangannya karena berbelok arah.

     Lusie yang sudah menunggu beraksi, saatnya dia menghampiri Anty karena sudah mulai bosan dengan hal-hal yang biasa saja. Kini, Lusie mencari hiburan tersendiri.

     "An, kamu dipanggil sama Pak Zian." Lusie menatap Anty. Wajah Anty yang polos dan lugu membuat Lusie semakin semena-mena untuk memanfaatkan kesempatan.

     "Dimana?" tanya Anty. Terlihat celingukan mencari sosok Pak Zian. Guru mapel bahasa indonesia.

     "Tadi si di depan gudang." Lusie menunjuk kearah samping gedung sekolah.

LUKA RIANTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang