02. Bintang dan Abay

41 6 10
                                    

Bintang terus menuruni anak tangga rumahnya sembari memasang kancing seragam sekolahnya yang masih terbuka. Tadi saat laki laki itu sedang bersiap diri di kamar tiba tiba suara bel rumahnya terdengar beberapa kali. Membuatnya tergopoh gopoh hendak membukakan pintu.

Siapa sih yang bertamu sepagi ini? Tidak tahukan kalau Bintang sedang repot?

"Bentaran woy! nggak sabar amat jadi orang ah elah." gerutu Bintang yang sedang menyelesaikan kancing baju terakhirnya di belakang pintu.

Setelah dirasa sudah rapi, Bintang langsung menarik knop pintu di depannya dengan cepat.

Dahi laki laki itu langsung mengerut setelah melihat 'tamu' dihadapannya kini sedang membawa rantang besar dipelukannya.

"Ngapain, pak? mau piknik?" ucap Bintang heran sembari melangkah masuk dengan diikuti oleh 'tamu' nya itu.

Dia, pak Ardi. Supir pribadi om Hendi, adik laki laki papa. Pak Ardi sering ke rumahnya hanya untuk sekedar melihat keadaannya baik atau tidak.

Tentu saja itu atas perintah om Hendi sejak beliau mengetahui perihal dirinya yang 'sakit' dan tahu kalau papa jarang pulang ke rumah.

Bintang terkekeh dalam hati. Jarang pulang? bahkan papa tak pernah pulang semenjak mempunyai keluarga baru.

Kembalinya mama ke pangkuan Tuhan menjadi pukulan terhebat bagi Bintang. Sarah, si jalang itu, menjadi semakin bebas mengelabui papa nya agar jatuh dipelukkannya dengan berkedok cinta.

Sarah, si jalang. Sarah, si licik. Sarah, si bajingan. Demi apapun Bintang sangat membenci wanita itu. Keluarganya hancur karena Sarah. Setahu Bintang papa nya tak se-arogan itu sebelum mengenal Sarah. Tapi semenjak kemunculan Sarah hubungan kekeluargaannya perlahan memburuk.

Tak ada lagi papa nya hangat. Tak ada lagi papa dan mama yang saling berceloteh riang di ruang tengah. Semuanya digantikan dengan papa yang sering memarahi mama karena hal sepele. Dan berujung bermain fisik.

Pak Ardi tertawa mendengar ucapan Bintang, "Ini buat den Bintang dari tuan dan nyonya."

Bintang mengajak pak Ardi untuk duduk di sofa ruang tengah.

Laki laki itu menggeleng, "Nggak mau. Lagian ngapain sih om Hendi ngirim ngirim makanan gitu-"

Ucapan Bintang terhenti saat ponsel di saku celananya bergetar. Tanpa tunggu lama ia langsung menggeser panel hijau di ponselnya saat melihat nama si penelepon.

"Gimana pak Ardi? udah nyampe rumah belum?" tutur om Hendi mengawali percakapan.

Bintang hanya bergumam mengiyakan.

Om Hendi terdengar menghela napas panjang disana, "Pulang sekolah langsung ke sini ya, Bin! hari ini kamu ada jadwal."

Ucapan itu membuat Bintang mendadak kaku.

"Om?" panggil Bintang lirih dengan napas berat.

"Kalo Bintang cape, Bintang boleh berhenti kan, om?"

"Nggak, Bintang! kamu nggak akan berhenti sampai kapanpun. Om nggak akan biarin hal itu terjadi." jawab om Hendi tegas.

DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang