SEMBILAN

500 99 2
                                    

Plak!

"Kamu kan yang pecahin guci kesayangan Mama?"

Rose menggeleng, ia melangkah mundur saat Dara menipiskan jarak. Tangannya menyentuh permukaan pipi bekas tamparan wanita itu.

"Nggak ma... bukan aku." Rose menggeleng, ia masih mempertahankan jarak agar Dara tidak menamparnya lagi.

"Pembohong kamu!" Dara mendorong bahu Rose kasar hingga perut Rose terpentok kursi kayu.

"Shh ..." Rose berdesis, rasanya sakit campur ngilu di daerah perut.

Ia menangis, hatinya sakit saat Dara menuduh sesuatu yang tidak mendasar. Wanita itu selalu berspekulasi buruk terhadap Rose tanpa adanya bukti.

"Bangun kamu. Ini tanggung jawab, ganti guci yang baru. Mama nggak mau tau, besok barangnya harus langsung ada," kata Dara pada Rose yang masih menangis di bawah.

"Uang Rose habis ... Udah dua bulan nggak mama isi, gimana caranya aku buat gantiin guci mama?" Rose menunduk, tangannya meremas rok yang ia pakai.

"Ya kamu pikir sendiri lah! Kamu yang salah, jadi kamu juga yang harus cari jalan keluarnya." Dara melangkah pergi setelah puas memarahi Rose.

Rose berjalan mendekati pecahan guci yang berserakan di lantai. Ia lekas mengambil serok dan sapu untuk membersihkan kekacauan itu. Padahal, pagi ini Rose berniat pergi ke gereja, tapi karena kekacauan yang bukan ia penyebabnya terpaksa ke gerejanya di tunda dulu.

Di dalam kamar Rose merenung. Tiga jam Rose habiskan hanya untuk mencari jalan keluar dari masalah yang bukan ia penyebabnya dan selama tiga jam itu Rose tidak menemukan titik terang.

Rose mengacak rambutnya frustasi, ia lantas beranjak dari ranjang hendak pergi keluar.

.

"Beneran nggak ada Pak?"

Manajer kafe tersebut menggeleng. "Maaf ya mba,"

Rose tersenyum getir menatap sepatu kets nya yang kotor karena terkena genangan air. Saat ini ia sedang duduk di bangku umum, tapi maniknya tak berhenti menatap satu-satunya kafe yang ada di depan sana.

Kafe yang akan menjadi harapan terakhirnya. Jika kafe itu kembali menolaknya seperti kafe-kafe yang sebelumnya, maka Rose benar-benar akan menyerah. Ia tidak memiliki pilihan lain selain memilih ditendang dari rumah.

"Permisi mba, di sini lagi buka lowongan kerja gak?"

"Mmm ... Kurang tau sih mba, coba nanti saya tanya manajer kafe ini dulu ya," jawab mba kasir itu pada Rose.

"Boleh mba."

Wanita penjaga kasir tadi langsung beranjak meninggalkan tempatnya, dia menyuruh salah satu pelayan yang sedang bekerja untuk mengawasi meja kasir sampai dia kembali. Beberapa menit kemudian, wanita penjaga kasir itu datang, Rose lantas tersenyum menyambutnya.

"Gimana mba?"

"Sebentar ya, dia lagi mau ke sini. Baru nyampe." kata wanita penjaga kasir itu setelah keluar dari ruangan yang berada di ujung sana.

"O-oh oke..."

"Ji .. siapa yang mau ketemu gue?" tanya pria yang tiba-tiba datang sambil membenahi kancing kemejanya yang masih separuh terbuka.

"Itu," Jihyo menunjuk ke arah Rose.

"Jae?"

Jaehyun terkejut lantas dia berjalan mendekati Rose. "Lo yang mau ketemu gue?"

Rose menyipitkan matanya, "lo manajer kafe ini Jae? Sejak kapan?"

"Ini bukan kafe gue sih, tapi punya Mama gue. Lumayan lah, gue bisa nyari duit juga, bantu-bantu kerja di sini. Kan gue kalo jajan harus banyak, jadi uangnya juga harus gede."

Winter Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang