08. I Think, I Can't Trust You

2.8K 160 14
                                    

Suasana meja makan hening. Canggung dan kaku. Itulah yang dirasakan Kaira selama menyantap sarapan paginya.

Mama yang biasanya pergi pagi-pagi sekali karena harus tiba di butik sebelum fajar menyingsing, jam tujuh kurang masih ada di rumah karena kehadiran seseorang yang tidak Kaira harapkan. Gadis yang dimaksud, sedang duduk di hadapan Kaira, menyantap sarapannya dengan khidmat. Seolah dia berada di rumah sendiri dan tak menyadari orang rumah tidak nyaman karenanya.

Kaira tidak tahan. Dia meletakkan sendok agak keras hingga menimbulkan suara. Untung saja menu hari ini hanya nasi goreng, Kaira tidak tahu dia akan semual apa jika memakan omelette--beberapa hari ini, Kai begitu sensitif terhadap bau telur.

Jadi Kaira merasa lega sarapan bersama Mamanya hari ini.

Perempuan itu menoleh ke arah Rita, dan bertanya, "Mama gak kerja hari ini?"

Rita menjawab setelah menelan nasi dalam mulutnya. "Kerja."

"Kenapa masih di rumah?"

"Gak boleh? Mama juga sesekali harus lihat kamu pergi sekolah, biar kamu gak ngerasa sendirian terus."

Sejak kepergian Papa, setelah Mama sembuh dari masa depresinya, wanita itu benar-benar memfokuskan diri pada karier agar bisa memberikan hidup lebih baik untuk Kaira. Dia tidak ingin Kaira hidup sengsara, maka Rita berprinsip bahwa Kaira tidak boleh kekurangan materi sedikitpun. Meski harus mengorbankan kasih sayang.

"Napa, sih, Kai? Sensi amat. Mama Rita mau jadi Mama yang baik juga. Ya, 'kan, Ma?" timpal Tiara meminta persetujuan Rita.

Lihatlah tikus ini. Kaira memutar bola mata malas. "Ngapain, sih, Ma, dia disini? Bukannya di Surabaya sama papa dan keluarganya yang bahagia itu?"

Rita tersenyum tipis. Rautnya tak terusik sama sekali. "Kadang-kadang semua orang butuh refreshing. Tiara di sini liburan. Dia nginep beberapa minggu."

"Minggu?" Kaira terkejut, matanya terbelalak.

"Ya. Kenapa? Mama Rita izinin, kok. Ara disini gak punya temen ataupun kenalan. Kalau sewa hotel, terlalu lama nginepnya. Apart-pun mahal. Jadi Ara minta tinggal disini bentar. Gak apa-apa, 'kan, Ma?" kata Tiara manis, ucapannya halus sekali.

Rita tersenyum, tetapi Kaira tahu itu tidak tulus. Senyum Mamanya tidak mencapai mata. "Ya. Gak apa-apa. Lakuin apapun yang kamu mau disini. Saya dan Kai jarang ada di rumah."

"Mama sebenernya jam segini masih di rumah karena ada Tiara, 'kan?" tanya Kaira tiba-tiba.

Rita menaikkan alis, senyumnya masih sama. "Betul, Sayang."

"Wah, Ara tersanjung. Makasih Mama udah nerima Ara dengan baik." Tiara menunduk sedikit. Kaira mengernyitkan dahi.

"Mama gue emang baik, kalau aja nyokap lo gak ada. Mama gue bahkan bisa lebih baik daripada ini."

"Kai," ujar Rita menekan, sorot matanya memperingati.

Kaira berdiri tanpa menghabiskan sarapannya. "Kaira pergi dulu. Mual lama-lama disini."

Dia mengambil tasnya, berlalu pergi begitu saja setelah menegak air mineral. Rita memandangnya sendu, dia bergumam pelan, "Kaira dulu nggak begitu. Ya, 'kan, Ara?"

Tiara tersenyum penuh arti memandang kepergian Kaira. "Ya, Ma. Dulu dan sekarang, serta di masa depan. Kai terus berubah."

****

Gara termenung. Pikirannya berkelana memikirkan Kaira dan masa depannya. Bagaimana caranya bertanggung jawab kepada perempuan itu? Apa yang harus dilakukannya di masa depan? Bagaimana cara memberitahu orang tua mereka, sementara Kaira sendiri belum siap?

Young Mommy & Good DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang