8. If only it was me

279 41 7
                                    

Aku tidak tahu, akankah aku yang menjadi orang yang selalu kau andalkan ....

Di bawah basahnya langit malam. Dua insan yang tengah saling beradu pandang, enggan menggeser tubuhnya seinci pun, guna menghindar dari rintik hujan yang menderas. Sang Tuan yaitu Haitani Rindou, meneteskan air matanya tanpa diketahui oleh sang Puan yang berada di hadapannya. Sebab, air matanya bercampur menjadi satu dengan tetesan air hujan yang membasahi.

Labiumnya membentuk sebuah kurva tipis, menatap damba pada sang Puan yang kini menatapnya hampa.

Terjadi kesalahpahaman di antara mereka. Perihal tentang Ryu yang melihat Rindou tengah merangkul mesra pada pinggang ramping seorang wanita bersurai panjang dengan pakaian minim. Membuat hati sang Puan hancur berkeping-keping.

"Kupikir, kau pria yang setia." Seuntai kalimat penuh luka berat terlontar dari bibirnya.

Rindou berani bersumpah, jika dirinya tidak berselingkuh dengan wanita tersebut.

"Aku tidak berselingkuh. Harus berapa kali aku mengatakannya?" bantah Rindou yang mulai jengah.

Kedua mata Ryu memerah, menahan tangis. Menatap tajam pada sorot mata sang Tuan yang kini menatapnya frustasi.

"Harus berapa kali, katamu? Sungguh, jika kau mengatakannya sampai seribu kali, juga aku tidak akan percaya! Kau itu pandai berkata manis, kau pandai mengucap janji, tapi tak pernah ada aksi mau pun bukti." ucap Ryu dengan perasaan getirnya.

Rindou menatap Ryu nanar, "Seberengsek itukah aku di matamu?" tanya Rindou lemah.

Ryu terdiam. Memberikan waktu untuk Rindou bicara.

"Belum pernah aku jatuh cinta sedalam ini. Belum pernah juga aku menjalani hubungan sejauh ini. Jika aku tak pernah menepati janjiku, lantas bagaimana dengan janjiku yang mengatakan bahwa aku akan selalu menunggumu ketika kau pergi meninggalkanku. Apakah itu masih tak berarti bagimu? Jika aku bukan pria setia, lantas bagaimana dengan wanita di luaran sana yang kutolak mentah-mentah? Bahkan sampai aku tak berani bersentuhan dengan wanita lain, selain dirimu." ujar Rindou.

Ryu memalingkan wajahnya ke sembarang arah. Ia tak ingin Rindou melihat air matanya yang kini telah lolos.

"Harus apa lagi aku? Agar kau percaya jika aku ini memang setia padamu." Rindou mulai putus asa.

"Aniki bertemu denganmu memangnya aku tidak tahu? Aniki memelukmu ketika di pantai, memangnya aku tidak tahu? Aniki yang selalu menghubungimu, memangnya aku tidak tahu? Dan Aniki yang menjemput sekaligus mengurus kepindahanmu saat itu, memangnya aku tidak tahu juga? Aku tahu segalanya, Ryu. Namun, aku memilih untuk menutup mulutku rapat-rapat. Karena aku tahu, jikalau aku membuka mulut pun, kau tidak akan pernah mau jujur denganku." ujar Rindou yang mengingat kejadian tersebut.

Memang benar adanya. Perihal tentang Ran yang membantu kepindahan Ryu ke Eropa saat itu.

Waktu itu, Ryu mengabari Ran guna meminta bantuan darinya untuk membantu kepindahannya ke Eropa. Dimulai dari Ran yang mengurus jadwal penerbangan Ryu, dan segala tentang kepindahan perempuan itu. Namun, Ryu tidak pernah menghubungi atau memberitahu Rindou sedikit pun, mengenai kepindahannya. Hingga membuat Rindou digantungkan perasaannya. Rindou tahu, tentang Ran yang merupakan orang pertama yang diberitahu oleh Ryu mengenai kepindahannya, apalagi kakaknya itu yang terlibat dalam membantu kekasihnya. Namun, Rindou hanya diam. Ia juga berpikir, jika Rindou yang berada di posisi Ran juga dirinya tak akan bisa berbuat apa-apa. Pikirnya.

Jadi tak heran, jika Ryu lebih mengandalkan kakaknya, ketimbang dirinya yang jelas-jelas notabenenya adalah kekasihnya.

Dan mengenai tentang Ran yang menjemput Ryu di bandara, juga sama halnya seperti pria itu mengurus kepindahan Ryu.

"Aku bodoh sekali, ya? Terlalu berharap padamu. Terlalu jatuh cinta padamu. Terlalu sayang padamu. Hingga aku melupakan perihal diriku yang tak ada apa-apanya dibanding dengan Kakakku sendiri." Rindou tersenyum kecut.

"Aku memang tidak ada apa-apanya. Tetapi disaat kau ada apa-apa, aku selalu ada. Meski bukan aku orang yang kau andalkan." timpalnya diiringi kekehan kecil.

Ryu kembali menatap manik sendu Rindou.

"Mari kita buat janji. Ini janji yang terakhir, akan aku pastikan." ucap Rindou penuh yakin.

Ryu menautkan kedua alisnya. Menatap penuh tanya pada pria di hadapannya itu.

"Jika kau memilih aku yang menjadi orang yang akan selalu kau andalkan, maka aku menikahimu langsung hari itu juga di mana kau mengatakannya. Tetapi, jika Aniki yang kau pilih menjadi orang yang paling dan selalu kau andalkan, maka aku akan menghilang dari hadapanmu saat itu juga." ucap Rindou.

"Setuju?" tanyanya sambil menjulurkan tangan kanannya guna berjabat tangan dengan Ryu.

Ryu menatap tangan kanan Rindou yang terulur, lalu setelahnya ia berganti menatap kedua mata pria itu.

Perlahan tapi pasti, Ryu mulai menjabat tangan Rindou, "Setuju." Dengan ragu, ia terima.

Rindou tersenyum pahit. Masih dengan air matanya yang mengalir deras. Dan Ryu yang masih tak menyadari bahwa Rindou tengah menangis sedari tadi. Rindou akui, memang dirinya lemah jika itu sudah menyangkut perihal perasaan atau hati. Hati Rindou mudah rapuh sebenarnya, namun pria itu selalu bersikap bahwa dirinya tak memiliki beban sama sekali. Sikapnya yang selalu terlihat tidak perduli dengan sekitar, membuatnya selalu dicap sebagai orang yang tak memiliki hati.

Padahal, Rindou adalah orang yang mementingkan urusan hati.

..., atau justru hanya akan menjadi orang yang tak kau butuhkan.

Memories and Cigarettes || Haitani Rindou x femaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang