"Makasih Samudera." Ucap Nara setelah laki-laki itu mengantarnya hingga ke depan rumah.
Kanara merapihkan rambutnya yang berantakan diterpa angin di jalan, saking buru-burunya, Samudera lupa membawa helm untuk Kanara.
"Sama-sama. Masuk gih!" Suruhnya lalu mengacak-acak rambut Kanara yang baru saja ia rapihkan.
Kanara tertegun cukup lama. Rambutnya yang di acak tapi entah kenapa ia merasa hatinya yang berantakan. Sial!
Ia mengedipkan matanya beberapa kali lalu menggeleng. Samudera yang melihat tingkah Kanara begitu menggemaskan di matanya.
Gadis itu hanya bisa tersenyum lalu menunduk malu meninggalkan Samudera yang melambaikan tangannya. Kanara sudah menghilang di ambang pintu.
Baru saja ingin melajukan motornya, sebuah pecahan kaca terdengar dari rumah bertingkat milik Kanara. Samudera mengernyitkan dahinya. Karena takut terjadi sesuatu pada Kanara, laki-laki itu turun dari motor dan berjalan masuk ke dalam rumah itu.
"Kamu pulang selalu saja malam! Ngapain kamu diluar? Mau jadi pelacur kamu?! Hah!" Teriak seorang wanita paruh bayah dari dalam sana.
Sekali lagi, terdengar suara pecahan kaca diiringi teriakan seorang gadis yang ia tebak adalah Kanara.
"BANGUN! LO ITU GAK USAH BANYAK TINGKAH! JANGAN SAMPAI GUE NYIKSA LO LEBIH DARI INI!" Teriak wanita itu.
Samudera sudah tidak tahan dengan hal itu, ia lalu membuka pintu yang tidak terkunci itu dengan lebar. Sebuah pemandangan miris terpampang nyata di sana.
Kanara yang tengah duduk di lantai dengan pecahan kaca di sekelilingnya terlihat begitu menyedihkan. Di depannya berdiri seorang wanita paruh bayah yang tengah melayangkan tendangan ke perut Kanara begitu keras.
Keduanya kini beralih menatap Samudera yang masih terpaku di ambang pintu.
Samudera lalu berlari menghampiri Kanara yang sudah tak berdaya. Di pipi gadis itu mengalir darah dengan deras. Sebuah pecahan kaca menancap mantap di pipi gadis itu.
"SIAPA KAMU?! BERANINYA MASUK RUMAH ORANG TANPA IZIN!" Teriak wanita itu--Atikah as ibu tiri Kanara-- masih tersulut emosi.
Samudera menatap tajam Atikah lalu berdiri mensejajarkan tubuhnya dengan Atikah.
"Anda ngapain nyiksa Kanara kayak begini?! Apa Anda gak kasian liat dia?!" Teriak Samudera keras. Ia tak habis pikir dengan wanita di hadapannya itu. Benar-benar tak punya hati.
"Bukan urusan kamu! Pergi dari rumah saya!" Usir Atikah yang baru saja akan melayangkan tangannya pada Samudera kalau saja Kanara tidak segera menahan lengan wanita itu.
"Kurang ajar lo ya!" Umpat Atikah lalu mendorong gadis itu kembali ke lantai.
"ARGHHH!!!!!" Teriak Kanara frustasi menggema di seluruh ruangan. Isakannya kini mengiringi keheningan.
Gadis yang kini terduduk di lantai penuh pecahan kaca itu sudah tidak berdaya. Dia hanya butuh istirahat dengan tenang tanpa gangguan dan siksaan sedikit pun.
"Udah... Aku capek, ma! Bisa gak sih sehari aja jangan ganggu aku. Sehariii aja kasih aku waktu buat hidup dengan tenang!" Racau gadis itu dengan suara serak. Tenggorokannya kini terasa begitu sesak. Mengambil nafas pun terasa berat baginya.
Untuk kedua kalinya, Kanara bangkit dari duduknya lalu menarik Samudera keluar dari rumah yang penuh siksaan itu.
Kini, kedua orang itu berada di teras rumah. Hening tercipta lama di antara keduanya.
"Lo pulang sekarang ya? Gue gamau lo liat keadaan gue yang kayak gini." Tutur gadis itu lirih. Keadaannya kini benar-benar menyedihkan. Rambutnya yang berantakan, seragam yang basah terkena tumpahan air, ditambah cairan merah terus mengalir dari luka tancapan kaca yang masih setia menempel pada pipi gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
1.095 Days
Teen FictionKanara begitu mencintai sosok pria yang selalu ada untuknya itu, dia adalah Samudera. Samudera seperti sebuah lautan yang sangat luas bagi Kanara. Di sana, ia bebas melakukan apapun. Menangis, tertawa, marah, kesal, semua bisa ia luapkan di dalam l...