6th

2 1 0
                                    

Samudera kini berbaring di atas kasur empuk miliknya setelah mengantarkan dan memastikan Kanara pulang dengan selamat. Laki-laki itu menatap langit-langit kamar sambil berkutat dengan pikirannya.

Suara pintu terbuka memecahkan lamunan Samudera. Dari balik pintu terlihat Setyo, ayah Samudera berjalan menghampirinya lalu duduk di tepi kasur.

"Ayah?" Panggil Samudera lalu bangun dari tidurnya dan ikut duduk di tepi kasur bersama Setyo.

Pria paruh baya itu mengusap lembut puncak kepala anaknya lalu tersenyum. Samudera merasa aneh dengan sikap ayahnya yang tidak biasa itu. "Kenapa yah?" Tanya Samudera akhirnya.

"Gapapa, nak. Ayah cuman pengen sayang-sayang kamu aja." Ucap Setyo di balas kekehan oleh Samudera.

Samudera tau jelas, saat ini ayahnya pasti tengah banyak pikiran, ditambah lagi ia sudah tidak punya pasangan untuk sekedar saling berbagi masalah. Ia tak mau membagi masalahnya dengan anak-anaknya karena tak ingin anaknya banyak pikiran.

"Gimana sekolah kamu? Nyaman?" Tanya Setyo.

"Biasa aja, Yah. Tapi Yah aku ketemu sama orang yang ga pengen aku temuin sama sekali, tapi di sisi lain aku seneng bisa ketemu sama orang yang sudah lama aku cari-cari."

"Nara maksud kamu?" Tebak Setyo.

Samudera mengangguk lalu tersenyum membayangkan betapa bersyukurnya ia dipertemukan kembali dengan Kanara. "Iya, Yah."

Hening menerpa keduanya. Setyo menatap lekat anaknya yang kini terlihat semakin dewasa. Ia berharap kasih sayangnya bisa menutupi ketidakhadiran sosok ibu dalam hidupnya.

"Samudera, kamu gak kangen ibu kamu?" Tanya Setyo hati-hati setelah berpikir lama.

Samudera mengalihkan pandangan menatap ayahnya yang kini juga menatapnya. Seulas senyum kembali terbit di bibir Samudera. Senyum yang ia paksakan, berharap dengan senyuman itu, segala sakit dan luka bisa tertutupi dengan rapih.

"Yah, aku kan kadang ke rumah ibu juga. Lagian aku bahagia kok sama ayah sama abang disini." Jelas Samudera berharap ayahnya tidak merasa bersalah dengan semua keputusan ini.

"Maaf ya, nak." Setyo merangkul tubuh bidang milik Samudera, lalu mengelus lembut bahu lski-laki itu, berharap elusan itu bisa menjadi energi agar Samudera kuat menghadapi semuanya.

❀:ཻུ۪۪⸙

Pagi ini, langit terlihat begitu cerah tapi sinar matahari tak begitu menusuk kulit. Angin sepoi-sepoi menemani perjalanan Samudera menuju rumah Kanara. Iya, semalam Samudera memaksa Kanara untuk berangkat ke sekolah bersama hari ini.

Setibanya di depan rumah Kanara, Samudera menunggu beberapa saat hingga Kanara keluar dari rumah sambil tersenyum riang.

Ya Tuhan, indah sekali pemandangan hari ini.

"Pagi cantik!" Sapa Samudera sambil melambaikan tangannya dari atas motor.

Kanara berlari kecil menghampiri Samudera. "Pagi, Sam. Sorry ya nunggu lama."

"Ngga kok gue juga baru nyampe ini."

"Oh ya! Gue ada sesuatu." Ucap Samudera lalu mengambil sebuah helm yang tadi ia selipkan di jok motor.

"TARAA!! Helm buat lo! Cantik kan?" Dengan antusias Samudera menyodorkan helm hitam polos yang ia tempeli dengan stiker kupu-kupu di sisi kiri helm.

Kanara membulatkan mata melihat helm itu. Sangat cantik. Ia lalu mengambil helm yang disodorkan Samudera.

"Cantik banget. Tapi Sam, ini gue ada helm." Kanara mengangkat sebelah tangannya memperlihatkan helm yang sejak tadi ia genggam. "Punya Raka, gue lupa balikin."

Mendengar hal itu, Samudera langsung merampas helm itu dari Kanara dan menyimpannya di jok motor. "Ih apaan jelek tuh! Pake yang dari gue aja ya?"

Melihat tingkah menggemaskan Samudera, Kanara terkekeh geli lalu memakai helm darinya.

"Yaudah, yuk Sam berangkat!!!!" Teriak Kanara  lalu memukul pelan helm Samudera tanda menyuruhnya untuk menjalankan motornya.

Samudera hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah lucu Kanara.

❀:ཻུ۪۪⸙

Bel pulang sekolah telah berbunyi sejak lima belas menit yang lalu. Samudera sudah sejak tadi berdiri di ambang pintu kelas Kanara yang belum saja keluar. Tampak seorang guru di dalam sana masih sibuk menghitung puluhan juta uang di papan tulis. Di dalam kelas itu juga nampak para murid yang sudah gelisah dan semakin pusing mendengarkan penjelasan guru itu.

"Sumpah ya, lama banget. Kaki gue udah pegel berdiri njir. Nih guru gak ada niatan keluar apa?" Gumamnya kesal sambil menghentakkan kakinya. 

lima belas menit berikutnya, akhirnya guru dan para murid keluar dari kelas dengan keadaan yang begitu kacau. Terdengar bisik-bisik para murid yang masih berdebat persoalan ketidakseimbangan neraca lajur yang mereka kerjakan. 

Setelah memasukkan buku folionya ke dalam tas, Kanara bersama Yeni berjalan keluar kelas. 

"Loh? Samudera lo ngapain di sini?" Tanya Kanara saat melihat Samudera yang masih setia berdiri di ambang pintu dengan raut wajah yang terlihat tidak baik. 

"Nungguin calon pacar lah. Lama banget sumpah. Ketimbang ngitung duit aja lama banget!" Ujarnya kesal.

Plak! 

Sebuah pukulan mendarat tepat di kepala Samudera. Mendengar ucapan Samudera barusan, darah Yeni mendidih seketika. Dia tidak tahu saja kalau akuntansi itu bukan cuman sekedar menghitung uang seperti biasanya. "Heh tai kucing! lo pikir kita cuman ngitung duit kayak di pasar, hah?! Kita punya rumus sendiri anjir sini deh coba lo yang kerjain baru tau rasanya. Seenaknya aja kalo ngomong."

"Aw, paan sih Yen sakit tau. Ya sorry gue kan gatau." Ucap laki-laki itu sambil mengelus kepalanya yang terasa pusing akibat pukulan Yeni.

"Udah-udah kok pada berantem sih. Btw calon pacar lo di sini, Sam?" Ucap Kanara menghentikan perdebatan keduanya. 

Samudera menghela nafasnya lalu terkekeh geli. Laki-laki tampan itu menyisir rambutnya kebelakang. Tubuhnya yang sejak tadi bersandar di dinding, kini berdiri tegak di hadapan Kanara. "Iya. Ini calon pacar gue." Bisiknya sambil menatap mata Kanara dalam.

Tiba-tiba tubuh Kanara membeku seketika. Pandangannya tak teralihkan sedikitpun dari mata Samudera yang sangat indah itu. 

"Ayo gue antar pulang." Samudera meraih tangan Kanara lalu mengecupnya singkat. Ia lalu menggenggam erat tangan lentik itu lalu keduanya berjalan meninggalkan Yeni yang masih terpaku melihat tingkah Samudera yang bikin kupu-kupu terbang di dalam perutnya.

"Anjir...Sejak kapan mereka berdua sedekat itu? perasaan kemarin masih berantem aja." Gumam Yeni masih menatap kepergian keduanya.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 26, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

1.095 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang