O8

918 80 0
                                    

"Kalau lo masih gak enak mending libur ke bakery dulu." Kata Sabrina yang terlihat mengkhawatirkan keadaan gue.

"Gue udah baik baik aja kok, kalau lo mau ajak gelut gue juga udah bisa."

"Yeee, dikasih tau malah ngejawab."

Pagi ini adalah pagi yang langka, kapan lagi coba gue bisa ngeliat seorang Sabrina masak? Walaupun dia gak bisa, I really appreciate it. Ini bentuk kasih sayangnya dia ke gue.

Dia menaruh sepiring nasi goreng di hadapan gue. Well, too much kecap inside the fried rice. Nasi goreng ini hitam pekat.

"Don't look from the cover, I swear it's not that bad chef."

"I'm not going to punch you just because this sweet fried rice."

Gue mengunyah nasi goreng manis buatan Sabrina. Manis banget kayak yang buatnya.

Setelah sendok terakhir kandas gue menyampirkan shoulder bag dan mengambil kunci mobil, gue pamit sama Sabrina yang lagi sibuk nonton film.

Gue mulai hari baru dengan playlist mbak Tay yang gak ada unsur galaunya, pokoknya gue mau mulai semuanya dari awal. Gak ada galau galau lagi.

Nyanyi sambil teriak teriak dan lompat lompat ber-energi di dalam mobil adalah hal yang bikin gue semangat kali ini, gue yakin orang yang ngeliat dari luar bakal mikir gue gila atau aneh.

List yang bakal gue lakuin hari ini udah ada, jadi gue bakalan ngelakuin hal hal yang belum pernah gue coba selama gue bikin kue.

Sesampainya disana gue kaget karena ada tamu tak di undang.

"Tasyaaaa!!"

"Kak Lintaaangg!"

Kami berdua saling berpelukan, gue bahkan sesekali mencium pipi gembul anak kelas 6 sd itu.

"Kok kamu gak bilang ke kakak siiihh mau kesini??" Tanya gue penasaran sambil menatap Mahen. Oh tuhaannn lucu banget dia memegang sebuket bunga matahari disana.

"It's surprise!"

"And also we bought a bucket of sunflowers for you!"

Hati gue menghangat, anak kecil di depan gue baik banget. Gue melihat di tangannya ada gelang yang gue kasih di hari ulang tahunnya.

"Aww thank you so much my lil pumpkin, you're so sweet."

Gue mengelus puncak kepalanya dan mengajak anak itu untuk kedapur, membuat kue bersama Tasya kedengerannya sangat menyenangkan. Gue pernah bikin kue sama anak itu di rumahnya, dia banyak banget cerita yang gak bikin gue bosen.

"It's not my idea, it's Mahen's"

Mahen berdeham canggung. "Tasya, you better go wash your hands before make some cake."

Gue ketawa dengernya, tumben banget mahen canggung. Biasanya cowok itu yang suka godain gue, sekalinya di godain atau di cepuin balik malah malu malu kucing.

"Okay, ayo kita siap siap buat perang!" Ajak gue sambil mendorong kecil tubuh Tasya.

Tasya ini sama kayak gue, kalau ngelakuin apapun itu pasti harus rapih. Gue bisa liat dari kamar dan juga cara dia bikin kue waktu itu di rumahnya. Bahkan kalau Mahen membuat kekacauan tidak sekali dua kali ia mengomeli kakaknya itu.

"Kakak tau nggak kalau kakak cantik banget?" Tanya Tasya dengan randomnya, tangan mungil itu sibuk mengaduk adonan kue miliknya.

"Oh ya? Kakak gak tau, kenapa kamu nyimpulin kalau aku cantik banget?"

"Aku gak tau, tapi menurut aku kakak tuh sempurna banget. Kakak itu baik, kakak suka bikin kue, kakak suka bunga, kakak jago masak. Kakak kayak princess di sebuah cerita."

Mendengar penuturannya gue tertawa kencang, this is hilarious. Tapi gapapa, namanya juga anak kecil kan suka ngomong, bagusnya Tasya ini ngeluarin pujian, yaa gue juga seneng dipuji.

"Aku kalau udah besar pengen jadi kayak kakak."

Gue mengernyit. "Kenapa? Kamu kok mau jadi kayak aku sih??"

"Karena kayak kakak itu banyak disukain sama orang, aku mau disukain sama orang."

Gue tersenyum menanggapi omongan dia, kenapa dia mau jadi gue coba? Padahal jadi gue gak enak, apalagi masa masa pemulihan sakit hati waktu 3 tahun yang lalu.

Mungkin yang orang liat gue bahagia bahagia aja sekarang, tapi ya bahagianya gue gak jauh dari cara supaya gue gak terpuruk lagi kayak dulu.

Gue menatapnya yang sedang menatap mata gue juga. "Kamu gak perlu jadi siapapun buat disukai sama banyak orang, you just need to be yourself. Orang orang akan suka sama apa yang ada di diri kamu."

"Oh iya?"

Gue memindahkan adonan yang sudah siap ke oven, menuntun Tasya untuk mengikuti arahan gue. "Iyaa, sekarang kamu sukanya apa?"

"Emmm, aku sukanya ngegambar. Oh iyaaa I drew you three days ago!"

Gue tersenyum, gak kakak gak adiknya emang hobi banget bikin anak orang melayang.

"Wow, that's great! May I take a look?"

"Sure! Nanti kalo aku kesini lagi aku bawa yaa!"

"Okaayy! Nahh kamu kan suka ngegambar, coba kamu tekunin lagi gambaran kamu. Siapa tau nanti kamu bisa jadi seniman??"

"Wooww, I think I know what will I be! Thanks kak Lintang."

"With all my heart sweetie."

Selesai membantu Tasya membuat kue, kami pergi ke tempat duduk yang tersedia di teras toko. Cuaca hari ini gak terlalu panas, tapi berangin. Makanya gue sama kedua kakak beradik itu bisa bersantai dengan kue buatan gue dan tasya.

Mereka berdua gak bisa nongkrong terlalu lama, karena jam setengah 4 sore Tasya ada les piano dan juga Mahen ada janji jam 5 sore sama klien kantornya.

Sepulangnya Mahen dan Tasya gue kembali ke dapur, membereskan bekas aktivitas bareng Tasya dan juga izin pamit sama karyawan gue yang lain.

Gue gak langsung pulang, gue berniat mampir ke mall sebelum pulang ke rumah. Gue juga udah kasih tau ke Sabrina kalau gue bakalan pulang sambil nenteng makan malem, yaa itung itung biar anak itu gak nekat masak lagi.

Gue jalan jalan ngabisin waktu, liat liat, dan kadang beli baju yang menurut gue lucu ataupun bagus buat acara acara tertentu. Emang shoping tuh bikin hati puas banget.

Shoping tuh kedengerannya emang ngebosenin kalo gak ada duitnya.

Gak cuman beli baju, gue juga jajan. Cuman jajan bukan makan berat, karena yaa gue bilangnya ke Sabrina bakal makan sama dia di rumah.

Sesampainya di rumah gue bisa liat Sabrina lagi berkutat sama laptop gue. Anjir sejak kapan dia pake laptop gue?

"Gue udah chat sama call lo ya, tapi gak di jawab. Laptop gue rusak, lagi di service. Ini darurat banget sumpah." Katanya menjelaskan sambil menunjukkan laptop gue yang menampilkan excel.

Gue mengangguk. "Iya iya santai, nih gue beliin ayam madu."

Dia menaruh kacamatanya dan beranjak ke ruang tv buat ikut makan. "Gimana healing lo? Lancar?" Tanya Sabrina sambil memasukkan sesuap nasi ke mulutnya.

Gue mengangguk mengiyakan pertanyaannya, lagian sejak pagi gue udah lebih baik kok. Gue udah kaga sedih lagi, gak tau nanti.

"Kalau ada apa apa cerita ya, jangan di pendem sendiri. Sejauh ini lo kuat banget Tang."

Katanya tanpa menatap gue sama sekali, bahkan ekspresi wajahnya kelewat serius. Dia kenapa?



—TBC—

LOST - JUNG JAEHYUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang