Hari esoknya aku masih duduk di sana.
Memperhatikan jiwa-jiwa yang seharusnya sudah sampai ke alam baka.
Tapi...
Lagi-lagi...
Aku tak fokus.
Kehadiran sosokmu seolah menarik atensi kedua netraku.
Kamu yang pertama menghampiriku lagi, kali ini dengan tatapan sayu.
Ada apa denganmu?
Kamu tetap meminta ijin duduk di sebelahku
dan dengan bodohnya aku mengijinkanmu.
Kamu hari ini jauh lebih cantik dari biasanya.
Rok bermotif bunga yang kulihat kau beli kemarin sangat cocok untuk sosok manismu.
Meskipun darimu tidak ada yang lebih atau kurang, maksudnya, cantik semua, setara.
Cup coffe yang masih setia di tanganmu mulai mendingin.
Suara tetesan air lalu jatuh ke dalam sana.
Aku menengok, melihat sosokmu yang terisak.
Kenapa? Kenapa aku sakit melihatmu menderita?
Seharusnya tak begini, aku tak boleh punya rasa iba.
Namun,
Kuberikan sapu tangan cokelat dari sakuku yang kemudian ku ulurkan padamu.
Kamu menerimanya.
Tak ada percakapan spesial selain ucapan terima kasih darimu.
Saputanganku kau bawa pergi.
Alasannya katamu akan mengembalikannya lain kali.
Iya, lain kali...