[Silahkan membaca sambil mendegarkan lagu di atas. Disarankan dari menit 01.38 sampai selesai.]
Malam ini bunyi alat-alat penunjang hidupmu berdenging sangat keras.
Orang-orang berjas putih mengerumunimu.
Mereka berupaya membuatmu tetap hidup.
Tapi sia-sia, tak berguna.
Garis lurus sudah tercetak pada alat denyut nadi.
Sekarang giliranku, menuntun rohmu keluar dari sana.
Sebenarnya...
Aku tak bisa.
Tak kuat,
Tak tega.
Dengan lelehan air mata yang tak sadar turun dari netra, aku memanggil namamu.
Rohmu keluar dari tubuh dingin nan ringkih yang sudah tak berdaya dengan parasmu yang tampak seperti saat kita bertemu.
Tak ada penyesalan dari raut wajahmu.
Aku yang mencintai pada akhirnya harus mengikhlaskan.
Bagaimanapun caranya aku harus menuntunmu ke nirwana.
Tak rela (keegoisan menghantui perasaanku).
Kamu memelukku dengan erat, kamu bilang "ini sudah waktunya, berbahagialah tanpaku."
Setelahnya kamu mengendurkan pelukan itu, tapi aku tetap merengkuhmu kembali sekuat tenaga.
"Aku sangat menyayangimu... karena itu... maaf... (pelukanku semakin menguat agar sosokmu tak pergi). Tetaplah disampingku, jangan pernah pergi dan tetaplah di pelukku."
Egois? Memang
Berani-beraninya seorang pesuruh melawan kehendak tuhan.
"Aku akan selalu berada di sampingmu selamanya."
Kau tegar, mencoba tak terisak meski ku tau bibirmu bergetar hebat menahannya."Aku mencintaimu."
Ucapku sebelum menuntunmu pergi.Lalu melepasmu perlahan menuju pintu putih yang akan mengarahkanmu pada tuhan.
Jadi, ini akhirnya.
Malaikat maut tak seharusnya mencintai manusia yang ia jemput.
Di sepanjang sisa hukumanku, aku akan menunggumu.
Meski butuh ribuan kali reinkarnasi, aku akan tetap mengenalmu.
Untuk mencintaimu kembali, lagi, dan lagi.