TYPO
"Bundaaaaa"
Marshal berlari saat melihat Caca yang baru saja keluar dari dalam mobil ayahnya
"Halo abang Marshal" sapa Caca saat Marshal memeluk kakinya
Caca menyugar rambut bocah itu tersenyum
"Ini miss bawain donat mau gak?"
"Mau!"
Marshal melepas pelukannya menggandeng tangan Caca membawanya masuk kedalam rumah diikuti Malvin yang tersenyum memandang keduanya membawa kotak donat yang Caca beli
"Undaaaaaa.."
"Hai Micha" Caca membawa Micha yang sedang dikejar-kejar nanny nya makan ke gendongannya
"Micha kok lari-lari sayang?" tanya Caca
"Unda, anny suluh mica mam, mica nda mau unda"
"Kok gamau sih, Micha kan harus makan sayang"
Micha menggeleng, "Mau mam sama yayah!"
Malvin mendekat ke arah Caca, lalu mengambil Micha dari gendongan wanita itu
"Ayo sayang, ayah suapin"
....
"Saya mau minta maaf soal kejadian tadi"
Caca yang duduk disamping Malvin sambil menggendong Micha yang tertidur hanya mengangguk canggung.
"Iya mas, tapi saya minta tolong kedepannya untuk tidak seperti itu, saya rasa mas paham maksud saya"
Malvin menghela nafasnya lalu mengangguk, "Iya, saya khilaf kamu mirip sekali dengan mendiang istri saya"
Caca hanya mengangguk, kali ini dirinya akan memaafkan Mavlin tapi lain kali gadis itu akan memukul kepala pria disampingnya ini jika berani melakukan hal demikian lagi.
"Caca, kamu tau? anak-anak saya minta saya buat gantikan kekasih saya dengan kamu" ucap Malvin dengan sedikit kekehan
Caca langsung memandang Malvin, "Mas saya bukan barang yang bisa ditukar-tukar"
Malvin mengangguk, "Ya saya tau, anak-anak yang terlalu berfikir sederhana"
Malvin menarik nafas sebentar, "Apa yang kamu ucapkan tempo lalu benar, saya kurang memahami anak-anak saya, mereka sudah jujur pada saya soal kekasih saya"
"Mas, mereka emang udah jujur dari awal!" Kesal Caca membuat Malvin kembali terkekeh melihat wajah kesal gadis itu.
"Iyaaa..tidak usah marah seperti itu"
Caca berdecak, "Mereka anak-anak yang baik, mas Malvin berhasil mendidik mereka, hanya saja mas Malvin salah mengambil langkah, mencari ibu pengganti itu bukan sekedar mas Malvin merasa wanita yang mas Malvin kencani pantas, mas Malvin harus liat dari sisi anak-anak mas Malvin"
Malvin mengangguk, "Iya, anak saya sangat menyukai kamu Caca"
Caca memandang Malvin, "Maaf mas Malvin jika arah pembicaraan mas Malvin kesana, saya minta maaf saya tidak bisa"
"Kenapa? Saya pikir kamu sudah sangat dekat dengan anak-anak saya"
"Mas pernikahan tidak sebercanda itu, lagi pula, lagi pula saya-
"Kamu berfikir saya menikahi kamu karena kamu mirip mendiang istri saya?"
"Ya" jawab Caca jujur, tentu saja dirinya tidak mau diperlakukan seperti itu, lagi pun dia baru mengenal Malvin dan Caca tidak punya perasaan apapun pada lelaki itu dan sebaliknya.
"Caca, saya tidak pernah berfikir seperti itu"
Caca mendengus, padahal tadi lelaki itu baru mengatakan menciumnya karena dirinya sangat mirip dengan mendiang istrinya.
"Saya tertarik pada kamu karena melihat kedekatan kamu dengan anak-anak saya, kekasih saya tidak pernah seperti itu, saya mengagumi bagaimana cara kamu berinteraksi dengan anak-anak saya, bagaimana kamu menunjukkan kasih sayang yang tulus pada anak-anak saya-
-saya tidak akan bersikap seperti pemuda seumuran kamu untuk menyampaikan rasa kagum saya kepada kamu, saya sudah tua, saya hanya akan meminta izin untuk mendekati kamu, saya tau pasti kamu bingung bahkan ilfeel dengan saya apalagi saya adalah seorang duda dengan tiga anak tapi Caca apa boleh saya mencoba melakukan pendekatan dengan kamu?, pun kalau ternyata kamu tidak bisa dan menolak saya, saya tidak akan pernah memaksa kamu"
Caca meneguk ludahnya kasar, jadi begini rasanya didekati lelaki matang? tidak ada basa-basi sama sekali, tidak seperti pria-pria yang mendekatinya yang cenderung dengan cara pelan-pelan dan kode-kode memuakkan yang Caca benci.
"Missss.."
Atensi keduanya dialihkan pada suara Moza yang memasuki kamar Micha
"Iya?"
"Ada telfon" Moza memberikan ponsel Caca yang tadi mereka gunakan menonton dengan layar yang menunjukkan adanya panggilan
Caca menerimanya lalu melihat siapa gerangan yang menghubunginya, Malvin yang penasaran pun turut memandang pada layar ponsel Caca
Jeno is calling...
Caca menolak panggilan tersebut, mengubah mode jangan ganggu pada ponselnya lalu memberikannya lagi pada Moza
"Thank you miss" Moza pun meninggalkan kamar itu lagi.
"Kamu sudah punya pacar yah Caca? Jeno itu pacar kamu kan? Laki-laki yang bersama Caca kemarin, ah saya baru ingat anak-anak juga bilang kalau itu pacar kamu, saya tidak punya kesempatan rupanya"
Caca terkekeh kecil cenderung mengejek, "Jeno itu ipar sepupu saya mas, kakak sepupu saya menikah dengan abangnya Jeno, dan kebetulan memang Jeno itu teman SMA saya"
"Kamu dekat sekali dengan Jeno itu? seberapa dekat?"
Caca sedikit mengernyit, Malvin seperti mengintrogasinya.
"Jeno sahabat saya"
Terdengar helaan nafas berat dari Malvin membuat Caca memandang lelaki itu bingung
"Kenapa mas?"
"Tidak ada laki-laki dan perempuan yang bisa bersahabat Caca"
"Maksud mas?"
"Salah satu diantara kalian pasti punya perasaan lebih, atau mungkin keduanya"
Caca terkekeh tak habis pikir dengan ucapan lelaki dihadapannya, tau apa Malvin tentang mereka?
"Mas tidak tau apapun tentang saya dan Jeno"
"Saya dan mendiang istri saya juga awalnya hanya sahabat, lalu perasaan itu timbul butuh waktu lama untuk memberanikan perasaan saya waktu itu, saya takut hubungan saya dan mendiang istri saya rusak hanya karena perasaan saya, namun setelah saya memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaan saya, saya tak menyangka rupanya kami punya perasaan yang sama. Kamu mungkin sedang denial dan menyangkal bahwa kamu menyukai Jeno-Jeno itu atau sebaliknya"
"Mas-
"Tidak apa-apa Caca, saya sadar diri saya hanya orang baru, saya juga sudah lancang untuk mendekati kamu" potong Malvin
"Bukan gitu mas saya-
"Saya ada zoom meeting sepuluh menit lagi, saya siap-siap dulu" Malvin beranjak dari duduknya lalu meninggalkan kamar Micha
Caca hanya memandang lelaki itu tidak habis pikir, dirinya bahkan tidak dikasih kesempatan untuk menjelaskan, bukankah harusnya Malvin bersikap dewasa dan memberinya kesempatan meluruskan semuanya? Mengapa menjadi seperti anak-anak begini?
Apa yang dikatakan Malvin memang benar, tidak ada persahabatan antara laki-laki dan perempuan dan itu berlaku untuk Jeno, tapi bukan dengannya melainkan dengan sahabat mereka yang lain, Gwenna atau yang mereka sering panggil Nana, keduanya juga akan menikah dalam waktu dekat ini.
TBC
![](https://img.wattpad.com/cover/278167356-288-k866593.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Make a Family [ Markhyuck short]
Fiksi PenggemarMalvin si orangtua tunggal dengan tiga anaknya, mencoba meraih Caca, si cantik yang baik hati, untuk melengkapi mereka.