03 | THE LEES

735 235 34
                                    

Kabut pekat perlahan terurai.

Pepohonan pinus berganti menjadi deretan batu nisan ketika aku membuka mata. Kenyataan bahwa aku kembali dilempar ke sisi lain membuatku mengerang sebal. Seharusnya aku bersyukur sudah keluar dari antah-berantah yang tidak human friendly. Namun, siapa yang dapat menjamin kalau tempat ini bukan sisi lain juga?

Kewaspadaanku kembali. Segera saja kuperiksa kakiku. Masih utuh meski celanaku jadi berlubang. Lukanya tidak dalam, tapi tetap saja rasanya sakit.

"What are you doing here?"

Kepalaku otomatis berpaling ke asal suara. Lagi-lagi sosok Sarah. Mengapa penghuni sisi lain sangat suka menyerupai adikku?

"Jangan mendekat!" Permukaan rumput basah terasa surreal ketika menyentuh telapak tangan. Aku merangkak menjauh demi menghindarinya.

"Kamu habis dari mana?" Dia terus mendekat. Ada gurat keheranan di dahinya. Saat kulihat kalung rosario yang melilit pergelangan tangannya, seketika aku menghela napas lega. "Evan Lee, are you okay?" tanyanya lagi seraya berjongkok di depanku.

"Seharusnya aku yang nanya. Kamu habis dari mana?"

Tidak salah lagi. Sosok yang sedang mengamatiku ini adalah Sarah. Dia adikku yang asli. Artinya aku sudah kembali ke tempatku berasal. Buru-buru kuperiksa ponsel. Sinyalnya penuh.

"Kukira kamu akan datang terlambat. Jadi aku pergi ke sini. Kamu belum menjawabku. Habis dari mana? Kok bisa tahu aku di sini?"

Aku menunjuk sekeliling. "Aku baru saja lolos dari sisi lain. Ada makhluk yang menyerupaimu sewaktu aku menjemputmu di depan asrama Cavalrie. Kukira dia adalah kamu, sampai tiba-tiba aku nyasar ke-" Aku menghela napas. Menjelaskan hal yang baru terjadi rasanya sudah tidak penting lagi. Anggap saja aku sedang sial. Pengalaman buruk yang baru alami ingin cepat-cepat kuenyahkan dari kepala. "Sudahlah, yang penting sudah kembali."

Seekor kucing hitam muncul dari belakang Sarah. Itu Kara.

Telunjukku otomatis mengarah padanya. "Ke -kenapa dia di sini?"

Sarah ikut menoleh.

"Dia seharusnya di rumah!" Aku hampir memekik. "Apa Kara punya kembaran?" Kepalaku sontak menggeleng. Serval bukan kucing yang umum ditemui di sini. Tapi, bagaimana caranya Kara bersama Sarah padahal jarak antara rumah dan Cavalrie sangat jauh?

"Kara istimewa. Dia bisa muncul di tempat-tempat yang unpredictable." Sarah mengedikkan bahu santai. "Lagipula aku menemukannya di sisi lain. Kamu nggak berharap dia medioker, 'kan?" Matanya menyipit saat memandangku.

"Tapi-"

"Kamu terluka." Dia melihat celanaku yang berlubang dan mengintip. "Apa yang terjadi?"

"Jaguar hitam menyelamatkanku." Warna matanya mengingatkanku pada Kara. Kucing yang sedang kuamati itu menguap lebar. Aku menggeleng, kemudian melihat sekeliling. "Di mana ini?" Keberadaan koper kuning milik Sarah di tengah-tengah pemakaman nampak ganjil.

"Aku mengunjungi seseorang."

"Siapa? Hantu?" tanyaku setengah mendengkus.

"Mom." Jawabannya membuatku tersedak ludah sendiri. "Nisannya belum kutemukan," lanjutnya. Perlu beberapa waktu sampai aku dapat mencerna ucapan Sarah barusan.

"Aku menonton dokumenternya di internet. Grace Hana."

"Apa?" Aku masih tidak mengerti.

"Kamu tahu aku suka nonton dokumenter. Kebetulan aku melihatnya, jadi langsung kutonton sampai selesai." Dia mengedikkan sebelah bahu dengan ringan. "Aku penasaran bagaimana rupa Mom. Kukira dia akan secantik di foto."

The Girl Who Can Walk To The Other Side (On Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang