04 | THE INTRUDER

606 189 41
                                    

Buat ngehibur kalian yg ga terima klo liburannya udahan.

Enjoy ...

***


Produser itu menghubungiku lagi. Kebetulan ada yang ingin kutanyakan padanya. Jadi telepon darinya langsung kuangkat begitu pasien terakhir siang itu selesai berkonsultasi.

"Maaf mengganggu waktu anda, Dok. Pusat rehab kembali menanyakan kapan Dokter akan mengambil barang-barang Bu Grace." Dapat kutangkap keraguan dari suaranya. Dia jujur saat mengatakan kalau dia tidak enak telah menggangguku.

"Saya baru ada waktu besok. Mungkin saya akan datang bersama Sarah."

"Ah, ide bagus. Akan langsung saya sampaikan ke pihak pusat rehab."

"Ngomong-ngomong, tentang video dokumenter yang waktu itu," gantungku. "Apakah kalian sudah merilisnya ke internet?"

"Belum. Kami menghargai keputusan Mendiang Bu Grace untuk tidak merilisnya."

Dugaanku benar. Sarah berbohong tentang menonton video dokumenter itu di internet. Lalu dari mana dia tahu tentang rehabilitasinya, sedangkan aku saja tidak?

"Aneh," ujarku. "Adik saya bilang kalau dia menonton video itu di internet."

"Sarah?"

"Iya."

"Anda yakin?"

"Ya, dia sendiri yang bilang."

Terdengar kasak-kusuk di seberang. Aku tidak terlalu mendengar jelas. Sesaat berikutnya, dia kembali bicara denganku.

"Saya sudah mengonfirmasinya ke teman-teman di sini. Kami belum mempublikasikan dokumenter itu ke platform manapun. Jika kami berniat melakukannya, kami perlu persetujuan tertulis dari pihak keluarga."

"Bagaimana dengan pusat rehab? Apakah mereka memberi tahu seseorang tentang Grace -ibu saya?" Buru-buru kuralat panggilan untuk mendiang ibuku. Aku memijat keningku yang tiba-tiba berdenyut ringan. "Lupakan. Nanti saya tanyakan sendiri pada mereka jika saya berkunjung."

"Apa ada masalah?"

"No, not really." Kembali kutegakkan punggungku. "Terima kasih informasinya."

"Ya, sama-sama. Selamat siang, Dok."

Kami memutus panggilan di saat bersamaan. Tak lama, ponselku yang lain berdering dari dalam laci. Itu ponsel yang kugunakan untuk bekerja. Kontak salah satu residenku terpampang di layar.

"Dok, anda dibutuhkan di IGD. Enam pasien -ah, bukan! Tujuh korban laka-lantas baru saja tiba. Kami kewalahan. Beberapa dari mereka mengalami patah tulang dan trauma kepala. Memerlukan operasi darurat."

"Berapa residen yang bertugas hari ini?"

"Cuma saya, Dok."

"Jelaskan kondisinya." Aku segera bergegas ke IGD.

***

"Well, well..." Gumaman seseorang membuatku mendongak dari piring makan siangku. Liberty, -Libby berdiri di depan meja dengan nampan makanannya yang masih utuh. Sama sepertiku, dia baru sempat makan siang pukul setengah empat sore. "Kebetulan yang jarang terjadi." Libby melanjutkan sebelum dia duduk di depanku.

"IGD lagi penuh dan kekurangan dokter. Kamu?"

"Kurang lebih sama. Pasien rawat jalan membludak. Kesehatan mental lagi trend belakangan," jawabnya diikuti kekehan kecil.

The Girl Who Can Walk To The Other Side (On Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang