Padahal dirinya ingin terlelap lagi namun tak terjadi saat menemukan mobil yang menarik perhatian orang-orang di sana — terutama berada di depan rumahnya.
Dengan bergegas ia merangkak dari ranjang langsung berlari ke luar rumah dan menghampiri sang ibu terisak di sana.
“Ma, ada apa?”
Dengan perasaan penuh panik melihat ibunya menangis dalam dekapan sang ayah tanpa menjawab pertanyaan darinya.
Bulir kecoklatan bertemu dengan mata sang ayahnya yang menatapnya iba.
“Pa, katakan padaku, apa terjadi?”
Detak jantungnya berdegup kencang dengan napas tercekat menemukan sosok figuran sangat ia kenali terbaring di sana.
“Ma …” Surya menoleh kepalanya, “… itu tak mungkin, ‘kan?”
Ibunya langsung memeluknya, menangis dalam dekapan sang putra.
Hati Surya hancur, hancur melihat Adena dibawa pergi ke rumah sakit dengan keadaan tak bernyawa.
Surya akhirnya tumpah, dia memeluk sang ibunya erat. Manakala sang ayah kepada Adena telah dibawa pergi ke polisi dengan teman-temannya.
Menemukan beberapa fakta bahwa sang ayah yang berhutang kepada temannya dan temannya menyarankan menyerahkan anaknya kepada mereka maka hutang itu akan selesai.
Padahal Surya bersiap menjenguknya hari ini malah mengapa terjadi hari ini.
Surya terus menangis di hadapan semua orang turut merasa iba melihat keadaan Adena.
Gadis yang selalu menjual bunga di jalanan kini tiada lagi senyuman terbit di wajahnya.
Gadis yang selalu bermain dengan anak-anak yang berjalan kini tiada lagi menemani mereka.
Gadis yang selalu membuat hidup Surya berwarna kini tiada lagi mewarnai kehidupannya.
Semuanya hancur.
Kanvas yang telah diwarnai penuh indah itu telah dilenyapkan oleh air membasahi kanvas.
Menghantamkan kenyataannya.
Seakan gadis itu tak layak hidup bahagia di bumi namun hidup bahagia di tempat asalnya.
Sang nenek itu menatap cucunya yang belum memakan apapun sedari hari menjelang sore.
Begitu besarnya Adena bagi Surya.
“Surya, makanlah. Isikan perutmu.”
Surya membalikkan tubuhnya, enggan berbicara dengan siapapun sekarang.
Dengan mata bengkak serta hidungnya memerah akibat terlampau banyak menangis.
Pemakaman Adena berjalan lancar.
Tetapi lelaki itu tak pergi ke pemakamannya karena dia belum menerima kenyataan bahwa gadisnya telah pergi.
Pergi jauh dari hidupnya dan tak pernah kembali lagi.
;
Jay merasa perasaannya kini mendadak perih secara tiba. Apalagi mendapati ambulans dan mobil polisi telah beredar beberapa menit lalu.
Jay menghentikan motornya samping, keluar dan tak sengaja melihat sekumpulan wanita berkumpul di sana sedang berbisik-bisik.
Jay tak peduli, dia berdiri untuk menunggu ketibaan gadis itu.
“Kudengar dari tetangganya, anaknya disiksa oleh ayahnya sendiri sejak dulu.”
“Astaga, kasihan sekali,” balas wanita itu menutup mulutnya saking mendengar ucapan itu.
“Dan sekarang dia sudah tenang di sana,” ujar wanita berjilbab.
“Dia itu tetanggaku, dia sangat rajin dan tidak pernah menunjukkan marahnya malah selalu menemani anakku bermain.”
Pembicaraan wanita itu sedikit menarik Jay mendengarkan pembicaraan mereka.
Jay tak bermaksud berkuping namun pembicaraan mereka buat ia memikirkan gadis itu.
“Dia itu sebenarnya bisu sedari kecil, tetapi sekarang aku melihat matanya diperban dan tubuhnya banyak kesan luka dan membiru di sana.”
Ah, membayangkan saja Jay tak sanggup.
“Kudengar ayahnya berhutang pada temannya dan temannya sarankan serahkan anaknya kepada dia hingga dia turut bermain sekali.”
“Astaga, mereka memperkosa—ayahnya memperkosa anaknya sekali?!”
Jay melirik kearah wanita itu, mengigit bibirnya. Entah kenapa dia semakin jadi memikirkan gadis itu.
“Kalian tahu Surya? Dia terus menangis kepergian Adena di depan rumahnya, aku kasihan padanya dan Adena.”
Jay mendekati, akhirnya rasa penasarannya menguasai perasaannya.
“Maaf, bisakah aku tahu siapa korban perkosaan itu?”
Sekumpulan ibu-ibu itu menoleh terkejut mendapati Jay tiba-tiba muncul di depan mereka.
“Oh, temannya Adena ya?”
Jay yang kebingungan langsung mengangguk ragu.
“Temanmu hari ini meninggal dunia, katanya dia terus diperkosa hingga dia meninggal dunia.”
Napas Jay tersekat saat mendengar itu.
“Ada gambarnya? Aku mau memastikan itu temanku atau bukan.”
Ibu-ibu sempat saling lempar pandang sebelum salah satu dari mereka mendekat dan memperlihatkan layar teleponnya.
Sebuah gambar sosok gadis dibalut kain kafan, matanya masih tersisa luka, bibirnya penuh luka dan membiru di sana.
Wajahnya sangat tenang.
Dan Jay merasakan nyawanya sekarang tak bisa bernapas saat melihat gadis yang selalu ia tunggu di sini ternyata telah pergi meninggalkannya.
Meninggalkan jalanan yang sepi tanpa dirinya.
Meninggalkan Jay harus menahan rindu padanya.
Meninggalkan Jay yang menunggu untuk membeli semua bunganya.
Ibunya pergi karena sang ayah.
Dan dia pergi karena perbuatan sang ayahnya begitu kejam. …
Street Florist, — Tamat.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
❝Ketika dirimu datang, maka aku harus menyiapkan diri untuk melepaskanmu.❞ — Jay.