-Meet Me At Seven~Mu-
Katanya mimpiku 'kan terwujud~
Mereka lupa tentang mimpi buruk~Suara Nadin Amizah terdengar merdu memasuki telinganya. Lagu yang berjudul Rumpang tersebut memang tidak sepenuhnya pas untuk keadaannya saat ini. Namun sepenggal lirik yang baru saja lewat membuatnya kembali menarik napas dalam-dalam. Ia sedang mencoba berdamai, dengan dirinya sendiri.
Langit tampak muram, sejak pagi tidak banyak Ia lihat orang berlalu lalang. Oh jelas Kiran bersyukur untuk itu. Meski sesekali Ia memindai sekitar, khawatir dengan sendirinya. Pukul tujuh pagi, Kiran memilih duduk di pinggiran taman bermain di saat kebanyakan orang mulai bekerja.
Setelah menghabiskan tiga hari hanya meringkuk di kamar tanpa melakukan apa-apa, perasaannya sudah lebih baik. Kini perempuan itu memutuskan untuk mencari udara segar. Mama dan Lastri sudah menawarkan diri untuk menemani, khawatir. Tapi Kiran berhasil meyakinkan mereka bahwa Ia akan baik-baik saja.
Tidak ada riuh tawa anak-anak di taman bermain itu hari ini. Pasti mereka sudah duduk manis di bangku sekolah mereka sekarang. Pun jika hari libur, sepertinya mereka juga tidak akan diijinkan keluar sebab sekarang musim sakit, sebentar lagi saja sepertinya akan segera turun hujan.
"Kiran?"
Si pemilik nama menolehkan kepalanya mendengar panggilan itu. Ada Bian di sana, sendirian dengan hoodie berwarna biru tua sebagai outfit-nya hari ini. Senyum keduanya terbit tatkala tatapan mereka bertemu, Bian lantas meminta ijin dulu sebelum mengambil tempat di sebelah Kiran.
"Kamu sendirian aja? Saya temenin gapapa 'kan?"
Kiran mengangguk, "Gapapa Kak, Kak Bian sendiri juga.. sendirian?"
"Iya, saya lagi ada masalah, mau nyari angin biar bisa berpikir jernih."
"Iya juga, Kak Bian keliatan pucet sama kurusan, tapi tetep ganteng kok! Kakak habis sakit?"
Bian terkekeh, senang mendengar intonasi suara Kiran ketika menanyakan sesuatu. Lelaki itu memang sakit selama tiga hari adiknya tidak berada di rumah. Sekarang pun sebetulnya masih dalam masa pemulihan. Dia harus berterima kasih kepada Jamal yang sudah menyempatkan waktu membelikan obat dan makan untuknya.
"Emangnya Kalila ke mana Kak?" tanya Kiran.
"Saya bikin Kalil marah sama saya. Salah saya memang, saya bikin Kalil pergi dari rumah," Bian menjawabnya tanpa banyak berpikir, "Kamu keberatan kalau saya cerita?"
Spontan Kiran memberikan gelengan tanda dirinya tidak keberatan, "Harusnya aku yang nanya, Kakak keberatan apa enggak cerita sama aku? Ga semua orang nyaman nyeritain masalahnya."
"Enggak semua orang nyaman juga diceritain, makanya saya nanya dulu."
Bian lantas menceritakan garis besar permasalahannya dengan Kalila dari sudut pandangnya. Tentang alasan adiknya itu menanyakan dan mengatakan hal-hal yang sebetulnya menyakitinya. Tentang bagaimana dirinya menyesal tidak membangun komunikasi yang baik dengan saudarinya sejak awal.
"Kalila seems like a really sweet girl, she must be dissapointed."
Bian mengangguk pertanda setuju, "Saya kayaknya emang bener-bener ngecewain dia, buruk banget saya jadi kakaknya dia."
"Tapi sulit enggak sih Kak, ngadepin ini semua sendirian?" melihat lawan bicaranya mengangkat sebelah alis, gadis itu buru-buru menambahkan, "I mean, kalau hubungan Kalila sama keluarga Kakak baik-baik aja, dia mungkin masih bisa curhat ke bunda atau ayahnya Kakak, atau mungkin kalo lagi hangout sama adek-adek tiri Kakak? Bahkan kalo kalian lagi baik aku yakin Kalila bakal curhat banyak sama Kak Bian."
"Kalila punya banyak tempat buat bersandar. Tapi Kak Bian cuma punya dia, dan Kak Bian ga pernah bisa cerita rasa sakit dan capeknya Kakak ke dia, karena Kak Bian mau jadi abang yang sempurna buat Kalila."
"Kenapa kamu bisa bilang begitu?"
"Dari cara Kakak deskripsiin Kalila, nyeritain Kalila, bahkan di situasi kalian yang lagi ga baik ini, Kakak bilangnya 'Saya bikin Kalil marah' bukan sekadar 'Kalil marah sama saya', kelihatan kalau Kalila berharga banget buat Kak Bian. Kak Bian pasti juga gamau bikin dia kecewa dan maunya Kalila bahagia terus."
"Padahal setiap manusia itu boleh sedih, boleh lemah, begitupun Kak Bian juga Kalila."
Butterfly effect, hal-hal kecil seperti sibuk mencari cara agar Kalila berhenti menangis ketimbang memberi bahu sebagai sandaran adiknya setiap kali bersedih. Atau ketika Bian sibuk mencari banyak materi agar Kalila hidup layak. Namun hampir tidak pernah menyediakan waktu untuk sekadar mendengar cerita adiknya tentang sekolahnya. Hal-hal kecil yang terjadi selama bertahun-tahun itu menimbulkan keretakan yang lumayan pada hubungan mereka.
Hening hadir setelah Kiran selesai mengutarakan jawabannya atas pertanyaan. Gadis itu benar, Bian selalu berusaha menjadi sempurna untuk orang lain. Lupa bahwa kesempurnaan sejatinya hanya milik Sang Pencipta.
"Kapan terakhir kali Kak Bian ngelakuin sesuatu buat diri sendiri?"
Lagi-lagi si lelaki dibuat bingung dengan maksud dari pertanyaan-pertanyaan Kiran. Perasaannya kini campur aduk sementara otaknya memproses beberapa hal baru. Hal yang pernah Ia baca di buku, namun tak disangkanya akan penting untuk benar-benar Ia tahu.
"Beli buku yang ada di wishlist, pergi berenang dan liburan, atau mungkin nulis blog, apapun yang bikin Kak Bian ngerasa jadi diri sendiri dan bahagia?"
Bian menggeleng, "Saya enggak pernah punya wishlist, wishlist saya ya menuhin daftar keinginan Kalila, dan.. hobi saya menggambar, tapi jadi desainer grafis udah bikin saya menggambar setiap hari."
Kiran tidak mengatakan apa-apa untuk beberapa menit. Ia yakin lelaki di hadapannya cukup cerdas untuk memikirkan apa yang sebenarnya Kiran maksud. Sebagai seseorang yang hampir tidak pernah baik-baik saja, Kiran dapat melihat jiwa Bian terluka.
"Ada sesuatu yang dari dulu Kak Bian pengen lakuin, tapi belum pernah atau belum sempat Kak Bian lakuin enggak?"
"Ada."
"Boleh Kiran tau itu apa?"
"Bermain."
Halooo aku update lagii
Emang hobi banget update nya pas malem minggu, well semoga part ini worth the wait yaa🌼
-🌠
Malang, 11 Juni 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet Me at Seven
Teen FictionCerita sederhana tentang jiwa anak-anak yang terjebak dalam tubuh serta rutinitas orang dewasa. Cerita yang berjalan apa adanya, tentang mereka yang sama-sama terluka, yang sama-sama rapuh, berusaha menyembuhkan dan menguatkan satu sama lain. Akan...