Two - Ayah dan Harvi

180 19 0
                                    

Hanya satu hal yang membuat Marsya nyaman berada di rumah orangtua Harvi, kebersamaan. Keluarga Harvi adalah gambaran keluarga yang Marsya inginkan. Memiliki orangtua yang divorce sejak kecil membuat ibunya lebih sibuk daripada ibu-ibu kebanyakan. Saking sibuknya, dalam setahun Marsya bisa menghitung dengan jari berapa kali ia dan ibunya makan bersama. Ayahnya sendiri sudah pindah keluar kota sejak dua bulan resmi bercerai dengan ibunya dan saat ini sudah memiliki keluarga karena itu lah Marsya sudah tidak bertemu ayahnya selama tiga bulan. Terakhir kali ia bertemu dengan ayahnya saat akad nikahnya dengan Harvi. Sedangkan Keluarga Harvi memiliki jadwal makan malam rutin yang diadakan seminggu sekali. Meskipun ia tau bahwa Harvi dan ayahnya masih sering berdebat atau bahkan bertengkar karena satu topik yang sama, pekerjaan Harvi.

Namun, bukankah itu hal yang wajar? Sebagai orangtua pasti Firman menginginkan anaknya sukses tanpa kesulitan, sedangkan pekerjaan Harvi saat ini penuh dengan risiko. Bekerja dengan waktu yang tidak menentu bahkan bisa dibilang ekstrem karena terkadang Harvi hanya tidur satu hingga tiga jam saja dalam sehari jika ada projek film.

"Kenapa dulu bunda ngizinin Harvi jadi aktor?" Marsya menatap Nirmala yang sedang mengajarinya menyulam.

"Bunda nggak pernah setuju kok." Balasan Nirmala membuat Marsya menatap dengan penuh kebingungan.

"Tapi ngelihat Harvi bahagia, bunda udah seneng banget. Nggak bisa bohong kalau bunda bangga banget sama Harvi. Setiap nonton film barunya pasti ada rasa senang, terharu, bangga."

"Meskipun ayah menentang banget Harvi jadi aktor tapi bunda yakin pasti ada rasa bangga di hatinya."

"Aku juga bangga banget sama Harvi," balas Marsya disertai senyuman. "Tapi kadang khawatir juga. Kalau lagi ada syuting film, dia cuma tidur sejam atau dua jam itu pun kadang tidurnya di lokasi syuting."

Nirmala mengangguk, "Sama, bunda juga sebenernya khawatir banget tapi, ya, namanya juga Harvi, dia selalu ngelakuim apa aja untuk mencapai apa yang dia mau dan apa yang dia seneng."

"Kamu tau nggak? Dia bahkan pernah diopname dua kali dalam sebulan karena ambisi nya itu," ujar Nirmala lalu terkekeh.

"Waktu itu Harvi jadi panitia di SMA-nya tapi harus istirahat karena kena DBD. Ternyata habis keluar dari rumah sakit dia tetep aja ngelanjutin jadi panitia. Bunda sampe capek ngomelinnya. Di suruh pulang tepat waktu tapi sampe rumah jam sepuluh malem. Ya udah, akhirnya bunda biarin aja, eh, bener habis itu masuk rumah sakit lagi karena kena tipes."

"Sampe segitunya, bun?" Nirmala mengangguk.

"Lagi ngobrolin apa?" Suara Harvi sukses membuat Nirmala dan Marsya terkejut. Bagaimana tidak, kepala Harvi tiba-tiba menyembul diantara Marsya dan Nirmala.

Nirmala memukul pelan lengan Harvi, "Kamu mau bikin bunda jantungan?"

Harvi hanya tersenyum menanggapi ucapan Nirmala lalu matanya beralih ke arah benang sulam yang berada di tangan Marsya, "Cie, belajar nyulam. Udah bosen nulis, ya."

Marsya terkekeh, "Iya, aku butuh kegiatan lain."

"Kamu berniat berhenti, Sya?" Nirmala mengalihkan pandangan ke arah Marsya.

"Enggak, bun. Nyulam gini mungkin seminggu udah bosen, tetep aja nanti balik ke depan laptop," ujar Marsya lalu terkekeh.

"Lakukan apa yang bikin kamu happy, ya." Hal ini juga salah satu alasan yang membuat Marsya menyukai Nirmala. Wanita yang telah melahirkan kekasihnya ini selalu memberikan kata-kata yang menenangkan untuk Marsya. Percaya atau tidak, orang pertama yang ia hubungi ketika Marsya memiliki banyak masalah adalah Nirmala. Ibaratnya, Nirmala sudah menjadi ibu kedua bagi Marsya.

Behind the ScenarioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang