Jari Marsya terus bergerak di atas keyboard laptop untuk merangkai kata-kata indah menjadi kalimat hingga menghasilkan beribu-ribu kata dalam waktu sekejab. Bukan hal yang sulit untuk Marsya yang notabene adalah seorang penulis terkenal yang karyanya sudah banyak menghiasi toko-toko buku di Indonesia.
Bunyi lonceng yang terpasang di pintu cafe membuat Marsya mengalihkan pandangannya dari laptop. Ia tersenyum tipis saat mengetahui bahwa orang yang sedari tadi ia tunggu akhirnya datang.
"Udah dari tadi?" Seorang laki-laki dengan baju sangat tertutup duduk tepat di depan Marsya.
Marsya menggeleng, "Enggak sih. Aku ngetik sambil nungguin kamu cuma dapet 150.000 kata aja kok."
Harvi meringis, ia tau Marsya sedang menyindirnya, "Maaf ya, aku kira selesainya lebih cepet."
Marsya menghela napas. Lagi-lagi ia harus memaklumi keterlambatan Harvi yang entah sudah berapa kali terjadi, "Iya, gak papa. Kenapa tiba-tiba pengen nyusul ke sini?"
"Kangen. Tadi malem aku tidur sendirian," ujar Harvi layaknya mengadu pada ibunya.
Mata Marsya menyipit, "Terus kamu berharap tidur sama siapa?"
"Ya, sama kamu lah. Emang kamu nggak kangen sama aku?"
"Udah biasa, sih, ditinggal suami kerja terus," ujar Marsya yang terdengar menyindir.
Harvi meringis, "Sebagai pengganti dua hari ini, gimana kalau besok kita ke rumah bunda?"
"Besok kamu gak ada jadwal?" Marsya bertanya untuk memastikan karena ia tidak mau lagi menelan kekecewaan saat Harvi tiba-tiba membatalkan janji yang ia buat.
Harvi menggeleng seraya tersenyum, "Besok aku free khusus buat kamu."
Harvi, laki-laki tampan yang berhasil mencuri perhatian Marsya sejak mereka bertemu. Bukan hanya parasnya yang membuat Marsya jatuh hati, tetapi perlakuan laki-laki itu juga membuat Marsya jatuh hati berkali-kali lipat. Kalau kata remaja zaman sekarang, love language Harvi adalah act of service. Marsya sendiri setuju dengan itu karena Harvi bukan tipe yang sering mengumbar omongan manis, tetapi lebih ke perlakuannya yang manis dan Marsya sangat menyukai hal itu.
"Oh iya aku lupa." Ucapan Harvi membuat Marsya melihat ke arah cowok itu. "Selamat karena akhirnya salah satu list keinginan kamu terwujud." Harvi tersenyum sambil menyalami tangan Marsya.
"List keinginan yang mana?" Bukannya Marsya lupa namun list keinginan yang ia tulis ada banyak.
"Novel kamu jadi film."
Marsya menatap Harvi kaget, "Kok kamu tau?"
"Lupa ya?" Tatapan Marsya berubah menjadi bingung. "Rant account kamu masih nyangkut di hp aku." Harvi terkekeh sembari menunjukkan ponselnya.
"Ih, kok gak di log out sih." Marsya mengambil ponsel Harvi lalu mengeluarkan akun rant miliknya dari ponsel Harvi.
"Aku juga baru tau beberapa hari yang lalu kok, serius." Harvi mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk simbol 'peace'.
"Kamu gak scroll tweet aku kan?" Bisa gawat jika Harvi tau isi rant account miliknya. Lebih ke malu karena ia sering membuat cuitan tentang Harvi.
"Dikit."
"Sampe mana?" Marsya harus menyiapkan mental setelah ini karena ia yakin Harvi pasti akan menggodanya habis-habisan.
"Sampe awal tahun ini aja kok." Mampus sudah. Sekarang sudah pertengahan tahun dan Harvi sudah melihat cuitannya hingga awal tahun ini. Sangat jelas bahwa Harvi sudah banyak melihat tulisan tentang dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind the Scenario
RomanceMenulis sebuah cerita indah sudah menjadi hal yang biasa bagi Marsya. Terbukti dari dua buku karyanya yang berjajar di rak best seller seluruh toko buku di Indonesia. Salah satu cerita indah yang menjadi best seller tersebut sebenarnya Marsya tulis...