Sabtu pagi yang seharusnya menjadi waktu yang lebih tenang dari hari biasanya mendadak menjadi sedikit berbeda. Pagi-pagi sekali, Marsya sudah dihubungi oleh Dini yang sepertinya juga baru saja tersadar dari alam mimpi. Dini kata ia baru membaca pesan dari Jevian bahwa pria itu ingin bertemu dengan Marsya pada pukul 9 pagi. Untung saja Marsya terbangun untuk beribadah sehingga bisa mengangkat telepon dari Dini.
"Kamu mau kemana? Kok udah rapi?" tanya Harvi yang melihat Marsya bersiap dari atas kasur. Wajahnya menunjukkan bahwa ia baru saja bangun tidur.
"Mau ketemu produser yang kemarin mau jadiin novel aku ke film," ujar Marsya sambil menggunakan make up-nya.
"Jam segini?"
"Jam sembilan, tapi pasti macet banget." Marsya bergegas mengambil tas-nya. "Aku berangkat dulu, ya," lanjutnya.
"Eh bentar."
Marsya menoleh ke arah Harvi yang kini sudah terduduk di pinggir kasur, "Kenapa lagi?"
"Itu leher nggak mau di kasih concealer dulu?" tanya Harvi sambil menahan tawanya.
Marsya kembali menuju ke arah cermin. Ia menghela napas lalu melirik Harvi yang sedang tersenyum lebar. Sepertinya ia lupa dengan apa yang dilakukan Harvi tadi malam karena terlalu terburu-buru.
"Udah ah, gini aja. Aku berangkat dulu." Belum sempat Harvi membalas, Marsya sudah terlebih dahulu keluar dari kamar.
"Telepon aku kalau udah selesai," ujar Harvi sedikit berteriak."
"IYA."
"Lucu banget istri gue."
***
Marsya menghela napas saat berhasil sampai di depan sebuah gedung yang cukup besar. Ia masuk ke dalam gedung dan berjalan ke arah resepsionis.
"Permisi, mbak. Ruangannya Pak Jevian dimana, ya? Saya udah ada janji sama Pak Jevian." Marsya bertanya kepada resepsionis di depannya.
"Marsya Narendra?" Seorang laki-laki di sampingnya bersuara yang membuat Marsya menoleh. "Eh, sorry tiba-tiba manggil. Kebetulan nanti saya juga ikut rapat Mas Jevian. Mau bareng saya aja?"
"Boleh, mas."
Laki-laki itu mengangguk, ia kembali melihat ke arah resepsionis di depannya, "Nanti habis rapat gue urus lagi, mbak."
Setelahnya mereka berdua berjalan menuju lantai tiga, dimana ruangan rapat berada.
"Oh iya, nama saya Satria," ujar laki-laki itu sambil mengulurkan tangannya.
Marsya membalas uluran tangan dari laki-laki itu, "Marsya."
Satria mengangguk, "Boleh ngomong santai aja nggak?" tanyanya.
"Boleh kok," balas Marsya seraya tersenyum.
Percakapan keduanya hanya sebatas itu karena mereka telah sampai di depan ruangan rapat.
"Lo masuk aja, Marsya. Gue panggilin Mas Jevian dulu." Marsya hanya mengangguk lalu masuk ke ruang rapat.
Setelah menunggu beberapa saat. Terdengat suara pintu yang terbuka. Marsya berdiri menyambut seorang laki-laki berlesung pipi yang tersenyum manis. Marsya tahu betul laki-laki itu adalah Jevian.
"Hai, Marsya. Apa kabar?" tanya Jevian sambil mengulurkan tangan.
Marsya membalasnya, "Kabar baik, pak."
Jevian terkekeh, "Santai aja manggilnya. Panggil Jevian aja juga boleh. Gue belum setua itu."
Marsya tersenyum canggung, "Eh iya, Mas Jevian."
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind the Scenario
RomanceMenulis sebuah cerita indah sudah menjadi hal yang biasa bagi Marsya. Terbukti dari dua buku karyanya yang berjajar di rak best seller seluruh toko buku di Indonesia. Salah satu cerita indah yang menjadi best seller tersebut sebenarnya Marsya tulis...