Semburat jingga mulai terlihat menghiasi langit cerah sore itu. Melihatnya saja bisa sedikit memunculkan rasa bahagia. Bahagia karena masih dapat menikmati indahnya fenomena alam yang sudah tidak asing itu. Meski begitu matahari terbenam tetap terlihat indah bukan. Bahkan entah mengapa sore ini terlihat lebih indah dari biasanya. Apalagi dilihat dari rooftop sekolah.
Sayangnya pemuda itu tidak sempat menikmati senja sore ini. Dia terlalu sibuk menikmati rasa sakitnya. Sibuk memikirkan cara untuk melarikan diri dari tiga manusia yang lebih cocok dipanggil monster itu.
Bugh
Pukulan yang kesekian kalinya mendarat mulus di pelipisnya. Sang pelaku tersenyum puas dengan hasil karyanya. Luka lebam di pelipis kanannya membuat pemuda itu kembali meringis. Air matanya menumpuk di pelupuk matanya. Tidak, dia tidak boleh menangis atau mereka akan merasa menang.
Bukan tidak ingin melawan, jika kedua orang di kanan dan kirinya tidak mencekal lengannya dengan erat dia pasti akan berusaha melawan bagaimanapun caranya. Untuk sekarang ini dia hanya berharap ada satu orang saja yang datang untuk menolongnya. Siapapun itu.
Pemuda itu lagi-lagi meringis saat rambutnya ditarik dengan kuat hingga kepalanya terpaksa mendongak. Seseorang di hadapannya tersenyum miring sembari memamerkan gunting di tangan kanannya. Pemuda itu memejamkan matanya, pasrah saja saat beberapa helai rambutnya jatuh di wajahnya. Bukan masalah besar, jika setelah ini dia harus memotong pendek rambutnya atau bahkan mencukur habis rambutnya dia akan tetap terlihat tampan kan. Lagipula apa fungsi dari topi, ada banyak jenis topi jaman sekarang. Ya, itu hanya sebuah kalimat penenang yang terpikirkan olehnya.
Pemuda itu merosot terduduk di lantai saat kedua orang disampingnya melepaskan cekalannya. Kedua kakinya sudah tidak mampu menopang tubuhnya. Dadanya bergemuruh, kali ini benar-benar keterlaluan. Mereka benar-benar keterlaluan, setidaknya satu pukulan saja. Dia harus membalas mereka. Sayangnya belum sempat merealisasikan rencananya seseorang yang terlihat seperti monster itu lebih dulu menendang dadanya dengan kuat. Dia terbatuk. Sungguh, rasanya benar-benar sakit.
"Itulah akibatnya jika berani bermain-main denganku. Sebelum aku hancur, kau akan lebih dulu kuhancurkan. Aku bukan lawan yang tepat untukmu. Jadi diam saja dan jalani kehidupanmu dengan tenang. Dan jangan pernah membantahku!"
"Tapi aku bukan pembantumu. Aku muak denganmu." Pemuda itu mendecih pelan.
"Apa katamu?!"
Pemuda itu berusaha bangkit, tanpa aba-aba menendang perut orang itu. Pemuda itu tersenyum tipis, meski hanya satu pukulan tapi dia berhasil. Orang itu meringis kesakitan, dua orang temannya menghampiri tapi ditepis. Sepertinya dia sangat marah.
Tamat riwayatmu. Orang itu murka. Tangannya meraih gunting yang tergeletak sehabis digunakan untuk mencukur asal rambut pemuda itu tadi. Tangannya menggenggam erat gunting itu. Rahangnya mengeras.
"Pegangi dia!" Orang itu menggeram, matanya penuh kilat amarah.
"H--hei, tenang. I--itu terlalu berbahaya." Temannya berusaha menenangkan. Tindakannya terlalu gila, dia tidak mungkin menurutinya begitu saja. Setidaknya harus ada yang masih bisa berpikir normal.
"Apa kau takut?" Temannya hanya diam tidak menjawab. Benar, dia takut temannya berbuat terlalu jauh.
"Kau juga takut?" Orang itu beralih menatap temannya yang lain. Tidak ada jawaban, hanya langkah mundur yang menjadi jawaban.
"Kalau begitu aku yang akan melakukannya sendiri."
Orang itu mendekati pemuda yang sudah mundur ketakutan sedari tadi. Ujung gunting hampir menyentuh perutnya jika saja pemuda itu tidak menahan tangan kekar itu. Keduanya terus berhadapan saling beradu kekuatan. Hingga tanpa disangka tubuh itu terdorong melewati pagar pembatas rooftop.
"ANDWAE!!" Seseorang mendobrak pintu rooftop yang sedari tadi ditutup dan ditahan dengan beberapa tumpukan meja tak layak pakai agar tidak ada seseorang yang masuk. Tangannya meremat ponsel di tangan kanannya yang masih dalam mode merekam. Terlambat. Semuanya sudah berakhir.
Apa artinya menghindari tusukan gunting jika berganti dengan terjatuh dari atap gedung berlantai empat itu. Bersama langit yang mulai menggelap, tubuh itu mendarat dengan darah yang merembes dari bagian tubuhnya.
Si pelaku melemas, menjatuhkan gunting di tangannya. Tatapannya kosong. Hingga pendengarannya menangkap suara sirine yang semakin memekakkan telinga.
Tiga orang lainnya menatap tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi, kakinya melemas hingga terduduk di lantai. Menyesal tidak dapat menghentikan perkelahian yang berujung petaka itu. Menyesal tidak akan bisa mengembalikan dia yang tergeletak di bawah sana.
*****
Annyeong chingudeul~
Ini fanfict pertamaku
Baru prolog
Gimana?
Kasih kritik dan saran ya...Kalo kalian suka baca teenfict boleh kunjungi akun pertamaku badrinisa
Part satu akan segera datang
Annyeong~11/05/22
KAMU SEDANG MEMBACA
Nan Gwenchana [Park Jisung]
FanfictionMemiliki banyak teman tapi tidak ada ketulusan dan hanya datang saat membutuhkan bantuan. Atau tidak memiliki satupun teman. Diantara keduanya Jisung tidak tahu mana yang lebih baik. Atau mungkin sama saja. Yang dia tahu pasti, tidak memiliki satupu...