9. Seonmul II

240 28 1
                                    

Tersesat. Jisung tersesat di gedung rumah sakit yang besar ini. Niat hati hanya ingin berjalan sebentar sembari menunggu mamanya selesai melakukan operasi. Ternyata sembari pikirannya melalang buana Jisung terus berjalan hingga cukup jauh. Mungkin dia sudah mengitari setengah gedung ini atau lebih.

Sudah sekitar satu jam sejak Jisung meninggalkan tempat tunggu ruang operasi. Dia harus segera kembali, atau mungkin mamanya akan keluar meninggalkan ruang operasi tanpa dia tahu. Sayangnya denah rumah sakit ini, dia sama sekali tidak hafal. Selama mamanya bekerja di rumah sakit ini Jisung hanya pernah berkunjung beberapa kali.

Sebuah pintu terbuka. Seorang pemuda keluar dari dalam ruangan. Dari depan ruangan itu terpampang papan menunjukkan ruang kepala ahli bedah. Jisung hendak mendekat untuk bertanya, tapi urung saat pemuda itu menutup pintu dengan kasar. Mungkin ini bukan waktu yang tepat untuk bertanya tentang dimana dia bisa kembali ke ruang tunggu operasi.

Hanya beberapa saat kemudian, pintu kembali terbuka menampilkan seorang pria dengan snelli khas dokter melekat di tubuhnya. Si pemuda yang melangkah pergi terpaksa harus membalikkan badannya akibat lengannya ditarik cukup kuat.

Saat itulah Jisung membelalakan matanya terkejut bukan main. Pantas saja postur tubuhnya tampak familiar. Kenapa, bahkan di tempat seperti ini pun Jisung harus bertemu dengannya. Kenapa dunia sesempit ini?

"Limji, dengar dulu penjelasan papa!" bentak pria yang lebih tua.

"Aku melihat semuanya, Pa! Aku tidak perlu penjelasan--"

Jisung menciut, bahkan mundur selangkah. Limji melihatnya, menatap matanya. Dia bahkan sampai menghentikan ucapannya. Tatapannya seperti menusuk tepat di mata Jisung. Belum pernah Jisung melihat Limji semarah itu. Pria yang bersamanya ikut menoleh, mengikuti arah pandangan Limji. Pria itu tampak sangat terkejut.
Apakah Jisung bersalah karena melihat sesuatu yang seharusnya tidak dilihatnya?

Jisung sudah waspada jika saja Limji menghampirinya dan marah. Tapi ternyata tidak. Dia menyentak dengan kasar cekalan seseorang yang dipanggilnya papa, kemuda pergi berlalu begitu saja dengan langkah lebar. Pria itu membiarkannya, lebih memilih menghampiri Jisung. Raut wajahnya melunak. Senyum tipis dia pamerkan hanya untuk Jisung.

"Jisungie?"

"Annyeonghaseyo, Ahjussi."

Jisung cukup mengenalnya. Beliau atasan mamanya. Lim Joonwoo. Beliau orang yang sangat baik. Beberapa kali Jisung bertemu dengannya. Bahkan beliau satu kali pernah berkunjung ke rumahnya. Sebenarnya tidak begitu banyak ingatan yang Jisung punya mengenai Joonwoo.

"Apa kau mencari mamamu?"

"Mama sedang ada operasi tadi. Aku bosan menunggu jadi berjalan-jalan sebentar. Ternyata aku tersesat." Jisung tertawa garing, menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Kalau begitu, ayo ahjussi antar."

"Apa tidak apa-apa?"

"Tidak apa-apa, selagi tidak ada panggilan darurat datang." Joonwoo tersenyum, mengangkat ponsel yang digenggamnya di kantong snelli yang dikenakannya.

Keduanya jalan bersisian. Sesekali Joonwoo menjelaskan tempat-tempat yang mereka lewati kepada Jisung tanpa diminta. Walaupun dalam diamnya Jisung senang rasa penasarannya terobati. Obrolan ringan mengiringi keduanya hingga sampai di ruang tunggu di depan ruang operasi. Sebenarnya Jisung juga cukup tertarik tentang dunia medis. Dia juga ingin menjadi seperti mamanya. Tapi sepertinya itu tidak mungkin, mengingat nilai-nilainya yang tidak pernah naik di atas rata-rata.

"Kata perawat yang di dalam, mamamu sebentar lagi akan menyelesaikan operasinya," Joonwoo menjelaskan kepada Jisung setelah menekan tombol merah di ponselnya. Baru saja menghubungi seseorang di dalam ruang operasi.

Nan Gwenchana [Park Jisung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang