16. Harapan

323 33 2
                                    

Hati ibu mana yang tak hancur saat melihat anaknya berjuang diambang kematian. Park Hana, seseorang yang hidupnya hanya berporos kepada putra semata wayangnya merasakan dunianya benar-benar hancur saat melihat layar EKG yang menujukkan detak jantung putranya itu menampilkan garis lurus dan mengeluarkan bunyi yang nyaring. Dengan tangan bergetar dan air mata yang sulit untuk di halau, dia tetap terus berusaha mengembalikan detak jantung Jisung. Untungnya setelah du puluh menit jantung putranya itu kembali berdetak.

Kejadian yang baru berlalu beberapa hari itu masih diingatnya dengan sangat jelas. Bagaimna mungkin seseorang yang menjadi awal mula semua hal ini terjadi tiba-tiba datang dan memohon ampunannya. Itu terlalu kejam. Orang itu bahkan tidak pantas untuk mengucap kata maaf.

"Aku tidak tahu Limji akan berbuat sejauh itu. Aku-- ini semua salahku. Tolong ampuni aku."

Hana mengalihkan pandangannya, tidak sudi untuk menatap wajah seseorang yang bersimpuh di hadapannya. Setelah mengancurkan hidup seseorang kemudian datang meminta ampun, apa dia tidak punya rasa malu. Apa dia tidak punya hati nurani.

Joonwoo menggesekkan kedua telapak tangannya memohon. "Maafkan putraku, jangan penjarakan dia. Bagaimana masa depannya nanti kalau berhenti sekolah--"

"Woahhh--" Hana mendengus kasar, tidak habis pikir dengan orang yang bersimpuh dihadapannya itu. "Kau masih memikirkan masa depan putramu yang akan hancur, ketika putraku bahkan entah masih punya masa depan atau tidak. sseuregi saekkiya!"

"Ampuni aku. Itu semua kesalahanku, semuanya karena aku."

"Karena obsesiku terhadapmu, aku justru melukaimu. Istriku melabrakmu lalu sekarang putraku bahkan hampir membunuh Jisung. Seharusnya saat itu aku langsung menjelaskan--"

"Cukup!" Hana mengakat tangannya. Pengakuannya itu sangat tidak berguna sekarang. "Pergilah! Kau, istrimu, dan juga putramu itu. Jangan pernah tujukan wajahmu lagi di hadapanku!"

Lim Joonwoo berengsek. Hana mengepalkan tangannya erat, rasanya ingin sekali memukuli dan menghabisi pria itu dengan tangannya sendiri. Tapi untuk menyentuhnya saja bahkan Hana tidak sudi.

"Jebal, pergilah sekarang juga. Aku muak melihat wajahmu!"

"Aku benar-benar minta maaf--"

"Pergi!" usir Hana.

Joonwoo perlahan bangkit. Dengan langkah lunglai dia melangkah pergi. Namun saat baru beberapa langkah Hana berseru kepadanya.

"Ya!" Hana menghampirinya. "Sekali saja."

Plakkk

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi kiri Joonwoo. Pria itu sampai tertoleh ke samping. Hana cukup puas dengan hasil karyanya. Orang-orang disekitarnya memekik melihat aksinya. Namun satu suara yang berada di belakangnya sedikit menarik perhatian.

"Ahjuma!" Hana menoleh, mendapati Chaerin berdiri mematung di sebelahnya. "Dia tidak pantas mendapatkannya. Sebuah tamparan bukanlah hukuman yang tepat. Biarkan dia menyesali perbuatannya seumur hidupnya. Biarkan kesalahannya menghantuinya seumur hidupnya."

"Kamu benar." Hana mengusap jejak air matanya. Menarik lengan teman dari putranya itu menuju ruangan tempat Jisung dirawat. Mengabaikan Lee Joonwoo yang masih berdiri mematung di tempat.

Sesampainya di ruang rawat, Chaerin mendekati ranjang Jisung perlahan. Menatap tubuh Jisung yang masih penuh dengan alat-alat medis. Matanya masih tertutup rapat. Sebagian wajahnya tertutup masker oksigen. Di samping ranjangnya terdapat EKG yang syukurnya masih menunjukkan grafik naik turun detak jantung Jisung. Dia mendudukkan diri di sebelah ranjang Jisung.

Nan Gwenchana [Park Jisung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang