17. Hibernasi

294 28 3
                                    

Mata sipit itu perlahan terbuka. Mengerjap beberapa kali menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina. Dia mengernyit dan melenguh, merasakan seluruh tubuhnya yang terasa sakit dan sulit digerakkan, akhirnya dia hanya dapat mengedarkan pandangannya mengamati ruangan yang ditempatinya. Ruangan serba putih khas rumah sakit, dugaannya diperkuat dengan tiang infus di sebelah ranjangnya. Lenguhan kembali lolos dari bibir pucatnya. Dia tidak mengingat apapun hingga berakhir di tempat ini.

Ceklek

Dia melihat beberapa orang memasuki ruangan. Salah satu sosok yang sangat dirindukannya berjalan paling depan. Mereka tampak membicarakan hal serius.

"Ma--ma ...." dengan suara seadanya, dia memanggil pelan.

Kemudian yang dilihatnya adalah sang mama yang mendekat ke arahnya dengan tergesa. Air matanya mengalir deras, dengan bibir yang terus mengucap kata syukur. Tangannya mengelus kepala putranya pelan kemudian mendaratkan sebuah kecupan penuh kerinduan di kening.

"Gomawo, Jisung. Gomawo, sudah kembali kepada mama."

"Bogoshipo." Entahlah kenapa rasa rindunya kepada mamanya begitu besar kali ini. Meski dia selalu merindukannya, tetapi kali ini jauh berbeda. Rasanya seperti baru berjumpa setelah sekian lama.

"Nado bogoshipo. Mama sangat merindukan Jisung." Hana meraih tangan Jisung dan mengecupnya berkali-kali. Air matanya terus turun, tapi ujung bibirnya terangkat ke atas. Jisung berusaha menggerakkan tangannya untuk menghapus air mata mamanya. Ternyata hanya untuk menggerakkan tangannya saja sangat sulit.

"Keadaannya sudah setabil, semuanya normal. Selamat, Dokter Hana. Jisung sudah bangun, dia pasti akan cepat sembuh." Dokter Cha yang sedari tadi sibuk memeriksa keadaan Jisung bersama perawat, memberi tahu Hana tentang keadaan Jisung. Hana yang sedari tadi sibuk menyalurkan rasa rindunya dengan putranya mengangguk pelan mendengar penjelasan dari rekannya.

"Terimakasih, sunbaenim. Terimakasih sudah mengusahakan segalanya untuk putraku. Aku benar-benar berterimakasih."

"Sudah tugasku. Lagipula kita semua keluarga, tidak perlu sungkan." Dokter Cha mendekati Jisung, mengelus kepalanya pelan. Sebuah senyum tulus diberikan kepada Jisung. "Chukkae .... Cepat sembuh, mamamu sangat khawatir."

Jisung mengangguk pelan. "Terimakasih, Dokter," ujar Jisung pelan dengan suara seraknya.

Dokter Cha dan para perawat meninggalkan ruangan. Menyisakan ibu dan anak yang masih belum usai saling melepas rindu.

***

Matahari sudah hampir tenggelam saat seorang gadis datang dengan tergesa-gesa membuka pintu ruang rawat Jisung. Sebenarnya dia tidak melakukan pergerakan kasar, membuka pintu dengan perlahan. Meski begitu Jisung tetap terkejut melihat siapa yang datang.

"Lee Chaerin?"

"Jisung," Chaerin mendekati Jisung perlahan. Memastikan sosok itu benar-benar sudah membuka mata indahnya. Dia terlihat baik-baik saja dengan posisi ranjang yang sedikit dinaikkan. Selang oksigen tidak lagi bertengger di hidungnya. Dia bahkan tersenyum tipis. Chaerin mendekat perlahan kemudian air matanya lolos begitu saja.

"K--kenapa menangis?"

"Kenapa lama sekali ..., hiks...." tangisannya semakin menjadi-jadi sampai Jisung bingung sendiri harus melakukan apa agar gadis itu berhenti menangis. "Kenapa kamu tidur lama sekali!"

"Memangnya aku tidur berapa lama?"

"Dua bulan! Kamu hibernasi. Memangnya kamu beruang huh?!" Kepalan tangan Chaerin mengambang di udara, terlalu kasihan jika sebuah pukulan mendarat di bahu seorang pasien yang baru bangun dari koma.

Nan Gwenchana [Park Jisung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang