14. Zhong Chenle

324 28 0
                                    

Park Hana. Wanita berkepala empat itu tidak berhenti mengeluarkan air matanya. Hari ini seluruh dunianya hancur. Satu-satunya orang yang berharga untuknya terbaring tak berdaya di atas ranjang rumah sakit dengan luka di seluruh tubuhnya. Menyisakan penyesalan yang begitu dalam pada dirinya. Setelah mendengar penjelasan dari polisi dia bahkan sempat pingsan.

Putra semata wayangnya disiksa oleh orang dan dia sama sekali tidak tahu apapun. Fakta bahwa selama ini putranya sering diganggu oleh teman-temannya membuat dia sangat terpukul. Apalagi saat mengetahui motif pembullyan Jisung berawal sejak Limji tidak sengaja melihat kesalahpahaman yang terjadi antara dia dan Joonwoo. Padahal dia sudah mewanti-wanti Jisung untuk tidak berhubungan dengan Joonwoo supaya tidak terlibat dengan masalah itu. Tapi percuma saja.

Dia tidak tahu apapun tentang putranya. Dia terlalu sibuk dengan urusannya sendiri. Dia melewatkan masa pertumbuhan putranya sendiri. Dia berpikir bahwa Jisungnya akan selalu baik-baik saja meski tanpa pengawasannya. Dan ternyata semuanya salah. Jisung membutuhkannya. Jisung tidak baik-baik saja.

"Ibu macam apa aku ini."

"Aku tidak pantas dipanggil mama."

"Maafkan mama, Jisung." Hana terus meracau di pelukan salah satu rekan kerjanya, Saejin. Semua orang menatapnya iba. Entah kapan dia akan berhenti menangis.

"Saejin, aku harus melakukan sesuatu untuk putraku. Aku harus menyembuhkan Jisung."

"Eonnie ..., Jisung akan baik-baik saja. Jisung pasti sembuh."

"Jisung tidak baik-baik saja!" Hana menaikkan nada bicaranya. Meski begitu, Saejin masih terus memeluk rekannya itu dengan erat. Menepuk-nepuk punggungnya pelan, mencoba menyalurkan kekuatan. Sesekali menghapus air matanya yang turun tanpa bisa dicegahnya.

"Lihatlah! Seluruh tubuhnya dipenuhi alat-alat medis, lukanya banyak sekali, pasti sangat sakit."

Sebuah selang masuk ke dalam mulut, perban di kepala, kaki kiri di gips, tangan kanan tertancap jarum infus, tak sedikit pula kabel yang tertempel di dadanya, dan berbagai alat medis lain ada di tubuh Jisung. Pemandangan itu benar-benar mengancurkan hati Hana. Ingin sekali rasanya terus menggenggam tangan putranya dan mengelus pelan puncak kepalanya. Tapi dokter Youngmin yang bertanggung jawab atas Jisung melarang Hana untuk masuk ke ruang ICU. Alasannya karena Hana benar-benar tidak bisa menahan diri jika sudah berada di dekat Jisung. Dia akan terus menangis dan meraung. Itu akan sangat mengganggu pasien lain, begitu pula Jisung.

Hana hanya dapat terus memandangi putranya lewat pintu kaca ICU. Walaupun pemandangan itu sangat menyakitkan, tapi dia sama sekali tidak bisa mengalihkan pandangannya. Dia takut jika dia mengalihkan pandangannya sebentar saja, putranya akan pergi meninggalkannya dan tidak akan pernah kembali.

"Eonnie ..., Jisung pasti kuat. Eonnie tahu, Dokter Youngmin adalah dokter yang hebat. Jisung mendapatkan dokter yang terbaik. Jisung pasti akan sembuh."

"Aku merindukannya, Saejin. Aku ingin memeluknya. Dia pasti merindukanku juga. Dia selalu meneleponku. Menanyakan aku sudah makan atau belum, sudah istirahat atau belum, bagaimana hari-hariku. Kita juga berencana berlibur bersama. Tapi aku selalu menundanya. Jisung pasti sangat kecewa. Makanya dia menghukumku. Dia menghukumku, dia tidak mau berbicara padaku. Dia bahkan tidak mau membuka matanya untuk menatapku."

"Makanya tenangkan dirimu, Eonni. Atau Dokter Youngmin tidak akan mengijinkanmu menemui Jisung. Kau harus bertemu Jisung dan membujuknya, kan?" Saejin menuntun Hana agar duduk. Memberinya air mineral. Perlahan Hana mulai tenang. Dia harus bertemu Jisung secepatnya. Dia sangat ingin memeluk putranya itu.

"Permisi!"

Seorang gadis berdiri menghampiri Hana. Di jam yang sudah larut ini, gadis itu masih mengenakan seragam. Wajahnya kusut dan pakaiannya sedikit berantakan. Matanya sembab.

Nan Gwenchana [Park Jisung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang